Pembalut sekali pakai digunakan oleh mayoritas wanita di Indonesia. Mayoritas wanita di Indonesia banyak yang belum tau bahan apa saja yang ada dalam pembalut sekali pakai. Dilansir dari EcoNusantara.org bahan pembalut sekali pakai terdiri dari kapas, plastik, hydrogel, serta bahan-bahan kimia lainnya yang sangat sulit terurai. Meskipun begitu, masih banyak yang tetap menggunakan pembalut jenis ini karena dianggap lebih praktis. Namun, apakah sobat semilir akan berubah pikiran setelah menyimak artikel ini ? Yuk kita simak apa saja alasan-alasan menghindari pemakaian pembalut sekali pakai.
- Mengandung Bahan Kimia
Dilansir dari hellosehat.com, ada kemungkinan bahwa pembalut sekali pakai yang tersebar di pasaran pada umumnya mengandung beberapa bahan berbahaya seperti klorin, dioksin, serat sintetis dan aditif petrokimia. Temuan ini didapat setelah tim periset mencoba membakar pembalut kertas sebagai percobaan. Ketika pembalut dibakar, asap yang keluar tebal dan berwarna kehitaman tanda adanya bahan-bahan kimia yang bereaksi terhadap panas. Warna putih dari pembalut yang beredar di pasaran dibuat dari campuran bahan kimia seperti klorin dan dioksin. Pembalut jenis ini juga mengandung phthalates yang membuat permukaan pembalut halus. Ada juga beberapa produk pembalut yang menggunakan pewangi bahkan mengandung pestisida.
- Menimbulkan ruam dan iritasi
Menurut penelitian Susanti & Wijaya, dalam jurnal yang ditulis oleh Puspita, dkk, terdapat sebanyak 107 bakteri per milimeter persegi ditemukan di atas pembalut wanita biasa, dan kondisi inilah yang membuat pembalut biasa menjadi sumber sarang pertumbuhan bakteri merugikan, meski pembalut biasa hanya dipakai selama 2 jam saja. Idealnya, pembalut sekali pakai harus diganti setiap 2-4 jam sekali, apalagi ketika darah yang dikeluarkan sedang deras-derasnya. Dilansir dari halodoc.com, abrasi, alergi, dan basah yang berkepanjangan dapat melukai bagian luar vagina yang menyebabkan ruam saat menstruasi. Jika pembalut tidak sering diganti, kulit vagina dapat terinfeksi bakteri atau jamur yang menyebabkan ruam yang menyakitkan. Namun, masih banyak wanita yang menyepelekan hal tersebut, ketika merasa belum penuh biasanya pembalut akan dibiarkan saja dipakai lebih dari 6 jam. Bakteri yang bersarang dan bahan kimia yang ada dalam pembalut jenis ini juga berisiko tinggi bagi pemilik kulit yang sensitif.
- Tidak Ramah Lingkungan
Menurut Widya, dkk dalam jurnalnya yang berjudul “Hubungan Pengetahuan Dengan Minat Dalam Penggunaan Menstrual Cup Pada Mahasiswi Universitas Nasional“, Indonesia menghasilkan sampah pembalut sekali pakai sebanyak 26 ton setiap harinya. Bayangkan saja seberapa banyak limbah pembalut dalam setahun, apalagi beberapa tahun kedepan. Limbah pembalut butuh waktu yang sangat lama untuk terurai. Menurut Puspitasari dalam jurnal yang ditulis oleh Widya, dkk, Penguraian sampah pembalut hingga 100% dibutuhkan waktu 500-800 tahun. Lalu bagaimana dengan mendaur ulang limbah pembalut? Daur ulang pembalut di Indonesia memang sudah digalakkan, tetapi tetap saja tidak sebanding dengan jumlah limbah pembalut yang datang.
- Tidak Ekonomis
Setiap bulan, wanita bisa menghabiskan dua hingga tiga pack pembalut tergantung jumlah isi dalam pack tersebut. Kisaran harga pembalut isi 8 adalah Rp. 5.000 dan isi 16 Rp. 15.000, maka setiap bulannya uang yang dihabiskan bisa mencapai 15.000 hingga 30.000 rupiah. Sedangkan, jika menggunakan pembalut kain berkualitas dengan kisaran harga Rp. 200.000 atau menstrual cup dengan kisaran harga dari Rp. 50.000 hingga 150.000 dapat lebih menghemat pengeluaran dan mencegah penumpukan limbah karena dapat dipakai berulang-ulang. Pembalut kain dan menstrual cup dapat bertahan hingga 5-7 tahun atau lebih tergantung kualitasnya. Bandingkan saja dengan total harga membeli pembalut sekali pakai dalam 5-7 tahun, tentunya sangat jauh perbedaannya.
- Mengancam Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi wanita bisa ditimbulkan dari bahan kimia yang ada di dalam pembalut, atau seberapa sering frekuensi mengganti pembalut. Bahan-bahan kimia seperti klorin dapat memicu keputihan, gatal-gatal, dan iritasi bahkan kanker. Meskipun kandungan klorin dan dioksin dalam pembalut dinyatakan aman, tetapi tidak menutup kemungkinan masih dapat berdampak ke tubuh. Bahan kimia pewangi yang ditambahkan ke dalam pembalut untuk menyamarkan bau anyir darah juga berbahaya bagi kulit. Zat dalam pewangi tambahan dapat menimbulkan iritasi kulit pada daerah kewanitaan. Bahan kimia pestisida juga terdapat dalam kandungan beberapa pembalut. Pestisida yang terkandung di dalam pembalut juga dapat berdampak pada kesehatan kulit di area kewanitaan. Dampaknya adalah reaksi alergi berupa gatal, kemerahan, nyeri, hingga bengkak.
Solusi
Solusi untuk menghindari risiko yang disebabkan dari penggunaan pembalut sekali pakai antara lain dengan menggunakan pembalut kain atau menstrual cup. Menstrual cup memiliki risiko yang rendah dalam pertumbuhan bakteri (Widya, dkk, 2022). Meskipun begitu, penggunaan menstrual cup di negara Indonesia masih belum begitu banyak karena terdapat stigma terkait keperawanan yang masih melekat di masyarakat. Selain menstrual cup, penggunaan pembalut kain juga dianggap lebih ekonomis, dan sehat karena tidak mengandung bahan kimia, meskipun tidak praktis karena harus mencuci dan mengeringkannya hingga benar-benar kering sebelum digunakan. Jadi, gimana nih sobat semilir ? Mau pilih pakai pembalut sekali pakai, pembalut kain, atau menstrual cup nih ?