Aksara
Sumber foto: Pixabay.com

Aksara Jawa merupakan identitas masyarakat Jawa yang terus dilestarikan hingga masa kini. Sebuah budaya yang begitu berharga dan disampaikan turun-temurun dari generasi ke generasi. Melalui aksara antargenerasi tetap terhubung. Aksara menjadi instrumen untuk mewariskan pengetahuan dari generasi pendahulu ke generasi berikut.

Dalam dialogIN yang berjudul “Aksara Merasuk Jiwa Jawa: Heritage Jawa Kuno untuk Masa Kini,” tim Intrans Publishing mengadakan siaran langsung melalui platform Instagram dengan nama akun @intranspublishing. Acara ini dilangsungkan dalam rangka memperingati Hari Aksara Internasional yang jatuh pada tanggal 8 September lalu. Selain itu, acara ini juga merupakan salah satu dari serangkaian acara lainnya yang dilaksanakan dalam rangka memeriahkan HUT PT Citila yang ke-19.

Sumber foto: Instagram @intranspublishing

Diskusi kali ini mengundang salah satu pendiri Komunitas Jangkah Nusantara, yaitu Taufiq Hakim. Mas Taufiq, mahasiswa Filologi di Universitas Gajah Mada yang fokus mendalami kajian manuskrip, khususnya di era Majapahit hingga Mataram Islam. Bersama teman-temannya, ia mendirikan Komunitas Jangkah Nusantara pada tahun 2017. Selain itu, Taufiq juga sudah menulis beberapa buku seperti “Kiai Sholeh Darat dan Dinamika Politik di Nusantara Abad XIX-XX M” dan beberapa buku lainnya.

Taufiq aktif sebagai mahasiswa S-2 Sastra Jawa di Universitas Gajah Mada dengan peminatan Filologi Jawa, yaitu pernaskahan. Selain itu, beliau juga aktif di Komunitas Jangkah Nusantara dengan mengadakan diskusi rutin. Pada agustus lalu komunitas ini mengadakan pelatihan pembacaan aksara Jawa dengan bekerja sama bersama komunitas-komunitas di Yogyakarta. Workshop berupa alih aksara dan alih bahasa pun diadakan oleh komunitas ini. Penggarapan skriptorium atau tempat untuk produksi dan penyimpanan naskah juga sedang dilangsungkan.

Kesibukan Taufiq saat ini sedang menerjemahkan beberapa naskah. Beliau juga sedang melakukan penelusuran-penelusuran naskah yang sedang dalam tahap proses pengerjaan, dan juga sudah menyiapkan beberapa naskah buku yang ingin diterbitkan.

Taufiq mengungkapkan, bahwa kemunculan aksara Jawa atau studi yang berkaitan dengan keaksaraan memiliki studi tersendiri, yang bernama Paleografi. Namun, studi Paleografi masih sulit untuk ditemukan. Sejarah aksara Jawa sendiri dilacak mulai dari mediumnya, seperti batu, lempengan tembaga, daun lontar, dan beberapa media lainnya yang meninggalkan jejak aksara Jawa. Kemunculan aksara Jawa di Jawa Tengah sendiri yaitu sekitar abad ke-7 atau ke-8 dengan embrio dari Kawi. Dilihat dari sebelum masa tersebut, terdapat sebuah aksara pendahulunya yang bernama aksara Pallawa.

Perkembangan aksara Jawa di Jawa Tengah yaitu sekitar tahun 750 sampai 925 M, yang merupakan era awal aksara kawi. Kemudian, kawi tahap akhir berada pada masa Kerajaan Kediri menuju era Kerajaan Singhasari. Lalu pada masa Kerajaan Majapahit akhir abad ke-13 sampai abad ke-15, aksara Jawa sudah memiliki khas tersendiri.

Aksara Jawa sendiri tidak bisa diseragamkan. Seperti penulisan huruf Latin antara satu orang dengan yang lain, coraknya pasti akan berbeda. Berdasarkan studi-studi yang sudah ada, aksara Jawa kebanyakan memiliki perbedaan yang khas, seperti penulisan huruf “i” di Jawa Tengah berbeda dengan penulisan di Jawa Timur jika berpijak pada urutan waktunya.

Sumber foto: Pinterest @kizrofaris

Sekalipun aksara jawa menandai kemajuan peradaban suatu zaman, belum tentu peradaban yang belum tertulis atau tidak memiliki rekam jejak dalam aksara serta-merta dianggap tidak maju. Seperti di era Kerajaan Kediri, aksara Sanskerta yang menuliskan kisah-kisah Mahabarata dituliskan kembali dalam aksara kawi. Namun, kisah tersebut tidak diterjemahkan begitu saja. Penulisannya yaitu berupa adaptasi atau pengembangan sendiri dari sisi kisahnya dan sisi aksaranya yang memengaruhi perkembangan aksara Jawa. Corak ragam khas setiap zaman dan setiap wilayah memiliki coraknya tersendiri yang sangat kaya. Namun, studi tentang keaksaraan tersebut masih minim.

Berdasarkan dokumen yang lebih tua, orang-orang Jawa pada masa itu mulai berkenalan dengan aksara melalui interaksi tertentu, seperti melalui jalur darat dan laut. Selain itu, terdapat juga jalur lain, yakni jalur diplomasi. Jalur diplomasi ini contohnya seperti Brahmana-Brahmana Kediri yang menjadi penasihat keagamaan di India, mereka pulang dengan membawa informasi-informasi dan teknologi yang menyebabkan perkembangan peradaban tulisan ke wilayah Jawa. Namun, informasi-informasi tersebut tidak sekadar ditiru, melainkan dikembangkan lagi dengan menambahkan ciri khas dari masyarakat Jawa sendiri.

Aksara sebagai sarana untuk menyimpan teks peradaban sejalan dengan aksara dan teks-teks sastra yang menimbulkan budaya baru. Seperti bebatuan yang mulai digunakan untuk menuliskan aksara-aksara seperti teks-teks sastra. Aksara menjadi tanda bahwa peradaban manusia semakin lama semakin berkembang.

Pengembangan aksara Jawa terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Kepunahan dari aksara Jawa tergantung bagaimana tanggapan dari generasi masa kini dan yang akan datang. Meski begitu, terdapat regulasi atau kebijakan tentang pemajuan kebudayaan aksara Jawa di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dapat mencegah kepunahannya.

Langkah solutif dalam mendorong tradisi beraksara dalam pelestariannya pernah dilakukan oleh penerbitan atau media bahasa Jawa secara umum, seperti terdapat sebuah rubrik yang khusus dituliskan menggunakan aksara Jawa. Akan tetapi, pasar pembaca aksara Jawa masih tidak terlalu banyak karena hanya dibaca oleh orang Jawa. Untuk mengatasi hal ini dilakukan Langkah lainnya, seperti pengadaan workshop dan pengkajian-pengkajian tentang aksara Jawa. Terdapat juga sayembara babat yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam melestarikan aksara Jawa.

Berkaitan dengan budaya Jawa, terdapat sebuah buku berjudul “Semesta Singhasari” yang membahas tentang Kerajaan Singhasari secara umum. Menariknya, dalam buku ini terdapat bab khusus yang berisi naskah-naskah manuskrip kuno yang cukup banyak. Sangat cocok bagi seseorang yang senang mendalami kerajaan-kerajaan Jawa, khususnya Kerajaan Singhasari.

Aksara Jawa sudah mulai digunakan dalam bentuk digital pula. Hal ini merupakan salah satu dari bentuk pelestarian aksara Jawa, karena dapat digunakan secara luas, bahkan oleh mereka yang bukan warga negara Indonesia.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here