Rendra mengenal Kesusasraan Amerika sejak tahun 60. Belum banyak orang-orang yang memiliki fokus serius, sebagaimana Rendra menekuni dunia drama. Meskipun dirinya, bagi dunia Kesusastraan Indonesia cenderung dikenal sebagai seorang penyair. Si Burung Merak. Rendra hampir empat tahun lebih mengeyam dunia drama di Amerika, sejak tahun 1964 hingga pada akhirnya ia kembali pada tahun 1967 dan mendirikan Bengkel Teater. Apa yang jarang disorot sebetulnya, pengaruh perubahan puisi dalam sejarah kreatif Rendra setelah pulang dari Amerika. Khususnya dalam kumpulan puisi Blues Untuk Bonnie.
Adakah Blues secara eksplisit memilah kata “Blues” sebagai diksi puisi. Baik dalam judul maupun isi puisi. Belum ada, kecuali Rendra. Dalam struktur stanza perpuisian, memang sebetulnya sudah banyak puisi Indonesia yang menggunakan metrum, rima dan struktur ala lirik musik-musik Blues. Akan tetapi, belum ada yang seperti Rendra. Sepulangnya dari Amerika, entah mengapa pergaulan kosmpolit seorang Rendra sangat kentara dalam puisi Blues Untuk Bonnie. Apa yang diinginkan Rendra sebetulnya.
Perhatikan bait berikut:
Ia bernyanyi.
Suaranya dalam.
Lagu dan kata ia kawinkan.
Lagu beranak seratus makna.
Georgie, Georgia yang jauh.
Di sana gubug-gubug kaum Negro.
Atap-atap yang bocor.
Cacing tanah dan pellagra
Georgia yang jauh disebut dalam nyanyiannya
Bandingkan dengan proses kreatif Rendra sebagai penyair pada masa sebelum dirinya belajar pergi ke Amerika. Puisi masyhur yang sarat simbolisme, seperti tradisi Kakawin dalam Bahasa Jawa.
Dua Burung
Adalah dua burung
bersama membuat sarang.
Kami berdua serupa burung
terbang tanpa sarang.
(1952)
Kepenulisan Rendra pada masa itu, sebelum dirinya pergi belajar ke Amerika, terasa sarat pengaruh tradisi Kakawin. Ia mengungkap yang simbolis, tidak berusaha lebur dalam struktur sosial tapi langsung beranjak ke yang simbolik.
Adakah perubahan ini terpengaruh oleh Blues, dalam sebenar-benarnya arti Blues sebagai sebuah genre dalam musik. Blues sebagaimana yang tercatat dalam sejarah popular merujuk pada genre musik yang lahir dari budak Afrika di Amerika. Blues karenanya selalu dianggap sinonim dengan kisah-kisah penindasan yang ditulis dalam emosi yang kuat, vokal yang sengau dan ritme ketukan pentatonik. Pada awalnya, fungsi Blues ialah nyanyian spiritual guna kepentingan orang Afrika yang diperbudak agar mampu memanggil asa, agar hidup esok hari masih layak diperjuangkan. Tak heran sebetulnya, dalam beberapa catatan, seperti tulisan Seno dalam Jazz, Parfum dan Insiden, penanda dari kelahiran Blues antara lain adalah lagu yang berjudul Berta, Berta.
Berta, Berta sebagai penanda lagu Blues pertama tak serumit lagu-lagu klasik. Isi dari lagu ini, hanyalah ragam ketukan pentatonik dari ragam perkusi yang bisa dipukul, atau benda yang bukan perkusi musik tapi bisa menimbulkan bunyi ritmis. Seperti corak kental dan khas dari suara rantai yang diseret, diiringi dengan ringikan seseorang yang diikat di dalam rantainya. Belakangan lagu ini, pada akhirnya diberikan lirik. Lirik dengan struktur, pemilahan diksi dan emosi yang sama seperti apa yang ditulis oleh Rendra. Nuansa perbudakan yang kental dengan tekanan keluar dari kehendak orang-orang yang ingin merdeka.
Berta in Meridian and she living at ease oh-ah
Berta in Meridian and she living at ease well now
O Lord Berta Berta O Lord gal oh-ah
O Lord Berta Berta O Lord gal well now
When you marry, don’t marry no farming man oh-ah
When you marry, don’t marry no farming man well now
Everyday Monday, hoe handle in your hand oh-ah
Everyday Monday, hoe handle in your hand well now
(Berta, Berta – Branford Masalis)
Lirik ini dinyanyikan secara repetitif dan bersamaan. Paduan suara dari budak yang terikat serta eretan rantai yang terus menerus menemani. Setelah Berta, Berta lahir, Blues pada akhirnya diterima oleh ragam kalangan. Sebagai ciri khas dari penyanyi kulit hitam yang membawa narasi anti perbudakan, banyak bermunculan band-band Blues yang sebagian anggotanya didominasi oleh orang kulit hitam. Belakangan, salah seorang vokalis yang terkenal antara lain adalah B.B. King dengan judul lagu terkenal The Thrill Is Gone. Masih dalam karakter seperti Berta, Berta, lagu-lagu B.B. King baik dalam lirik maupun musik, memiliki irisan kuat yang hampir mirip. Karena itu, tidak mengherankan jika Rendra dalam beberapa diksinya, barangkali terlihat pengaruh besarnya dari tradisi Blues. Ia bahkan secara tegas menggunakan diksi “Negro”. Sementara dalam waktu yang bersamaan, mungkin tradisi pembacaan Post Kolonial seperti dalam puisi Rendra belum banyak di Indonseia.
Tradisi persinggungan antara Blues dengan Puisi Indonesia, agaknya menjadi unik dalam kasus Rendra. Dengan adanya Blues Untuk Bonnie, Rendra turut memperkaya aktivitas kesusastraan di Indonesia. Baik dalam konteks estetika maupun wacana tema. Bukan berarti Rendra seorang diri, kita tahu, dalam era yang sama, seorang Novelis juga membawa tradisi baru dalam kesusastraan Indonesia yang punya pengaruh besar dari tradisi kesusastraan Indonesia. Seperti Budi Darma dengan Ny. MacMillan Orang-Orang Bloomington dan Umar Kayam dalam Seribu Kunang-Kunang di Manhattan.
Sudahkah tradisi perpuisian Blues itu berakhir, dalam arti corak Blues dalam dunia perpuisian Indonesia. Sebagaimana kelahirannya, bila tradisi perpuisian ini berakhir, adakah seseorang yang melanjutkannya. Baik dalam konteks melanjutkan tradisi bentuk, lirik dan metrum atau mengadopsinya ke dalam sebuah lagu. Beruntung salah seorang penikmat Puisi Rendra, yang kelak jadi Penyair masih melanjutkan tradisi puisi ini. Ia adalah Saut Situmorang.
Seolah membawa kembali pada nuansa Blues pertama kali muncul dalam Berta, Berta dengan lirik puisi emosi yang kuat Saut membawa kita larut untuk menerjemahkan keinginan makna penyampaian si puisi tersebut. Puisi – puisi yang memiliki karakter Blues kuat, seperti pengulangan diksi “matamu” dalam puisi, “Matamu” misalnya membuat kita menyelam bagaimana indera penglihatan dipaksa melihat segala kerunyaman masalah sosial. Mendengarkan puisi ini dibacakan oleh Saut dengan iringan tim Kepal SPI di UIN Sunan Kalijaga, kita melihat bagaimana Blues menjadi luapan emosi yang kuat dan tekanan yang kuat. Saut seolah mengajak kita, Bacakanlah puisi-puisi itu, Puisi Negeri Terluka dalam Nyanyian Blues.
Bahkan sejak kanak kanak pun
kita kena dusta!
Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku…
Tanah tumpah darahku! Tanah di mana darahku
tumpah oleh sangkur senjata tentara
oleh pistol polisi!
(Negeri Terluka – Saut Situmorang)