Sejak pertama kali membaca buku ini tahun 2017 lalu saya percaya bahwa buku ini akan terkenal. Saya membelinya ketika berkunjung ke Jogja, membelinya di toko buku dekat Keraton. Waktu itu harganya masih 20 ribu. Harga yang sangat murah untuk buku setebal itu dengan kualitas isi yang begitu menyihir. Saya tidak tahu mengapa itu murah, entah kah itu bajakan atau bagaimana.
Ketika itu saya sedang mencari buku puisi sebagai referensi karena waktu itu saya sedang gemar-gemarnya menulis puisi. Kemudian saya diberikan rekomendasi oleh penjual buku di sana sebuah buku. Penulisnya tidak kukenali, judul bukunya asing, tetapi ketika membaca covernya saya luluh dan memutuskan untuk membelinya. Dan buku itu adalah saksi bisu awal mula saya menulis puisi.
Merayakan kehilangan adalah buku pertama Brian yang kubaca, berisikan puisi prosais dengan gaya naratif melankolis. Puisi-puisinya bercerita dengan melantunkan kesedihan. Namun tidak setiap puisinya adalah gambaran perasaan yang patah. Ada pula beberapa puisi yang merupakan gambaran harapan dan rasa cinta yang sedang tumbuh berbunga.
Lewat Merayakan Kehilangan Brian mampu membuat luka terasa lebih sakit, tetapi mampu membuat perasaan menjadi lebih lega dengan kombinasi quote-quote yang ia taruh di belakang setiap puisi. Puisi-puisinya begitu relate dengan keadaan perasaan seseorang yang sedang patah, yang tentu saja pernah atau akan dirasakan oleh semua orang.
Bagi pembaca yang pernah merasakan patah hati ini semacam perayaan. Namun bagi pembaca yang mungkin belum pernah merasakan patah hati ini semacam peringatan. Setiap puisinya mempunyai nilai konkret, yang saya kira didapat sang penulis dari pengalaman real. Berbeda dengan bentuk puisi konvensional yang mempunyai bentuk imaji yang abstrak, puisi Brian benar-benar ingin sedekat mungkin dengan perasaan pembaca dengan imaji yang nyata.
Diksinya tidak seindah puisi lain yang mendayu-dayu. Bahasanya tak sekompleks puisi lain yang rumit. Diksinya sederhana, tetapi susunannya memikat, bahasanya simple tetapi mengikat. Dan begitulah cara puisi-puisi dalam buku itu bekerja. Serta yang paling kusorot di sini adalah bagaimana buku ini ikut mendukung kesedihan pembaca dengan menggunakan kertas buram, serta font selayaknya hasil mesin tik jadul. Seolah-olah sedang mengajarkan kita bagaimana kesedihan dan masa lalu bekerja. Dalam pengantarnya, Brian mengatakan bahwa menulis adalah cara dia menangis, dan mungkin buku ini adalah wujud lain dari tangisannya.
Menurut saya, Brian berhasil mengajak setiap pembaca larut dalam sajak-sajaknya seperti saya. Dan benar saja, 3 tahun setelah saya membeli buku itu dengan harga 20 ribu, buku itu muncul di Gramedia dengan harga 60 ribu, dan tentu dengan kualitas kertas, tinta, dan cover yang lebih baik. Usaha yang patut diapresiasi oleh pembaca. Bersedihlah Anda yang dahulu pernah ingin membeli buku ini dari saya dan menolak untuk membayar 30 ribu. Dan menurut kabar terbaru, buku ini muncul dengan cover terbaru. Lebih berwarna, lebih elegan, lebih keren tentunya.
Saya berharap, bukan hanya covernya yang berubah. Saya punya harapan Brian mau mengalih-wahanakan bukunya menjadi novel utuh. Menerjemahkan bentuk puisi ke dalam novel seperti yang telah dilakukan Sapardi pada Hujan Bulan Juni nya. Dan saya kira, Brian punya kemampuan itu. Bukunya pun punya potensi yang besar.
Terakhir, saya ucapkan terima kasih kepada Merayakan Kehilangan yang sudah memberikan saya sayatan kecil yang sulit diobati. Serta ucapan selamat kepada Brian Khrisna yang telah berhasil menjadi penulis ternama dengan buku-buku lainnya. Semoga selalu konsisten dan tetap menulis. Karena saya lihat, Anda sudah mulai nyaman di YouTube. Saya tunggu buku karya Anda selanjutnya.