Maya Nilam

Destinasi terbaik dan bukan selalu perihal tempat, rumah tidak melulu berwujud ruang, rumah juga tentang sosok ternyaman untuk kita kembali pulang. Maya Nilam dengan Single “Take Me Home” yang dirilis di sejumlah platform streaming pada tahun 2022 berucap dan memohon bahwa ia hanya ingin pulang. Kepada rumah, kepada siapa saja yang menerima ia kembali seutuhnya. 

Maya Nilam tampil menghangatkan gelaran Jogja Art Book Fest yang sedang berlangsung di Galeri sekaligus ruang bermusik dan berkarya bernama The Ratan yang berlokasi di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul pada hari Rabu tanggal 3 Mei 2023. Ia berdiri dengan tubuh kecilnya dan gaya rambut yang mencuri perhatian, mendekatkan diri pada mikrofon, melagu di antara kumpulan manusia penggila buku. Karisma dan daya tariknya menyihir area panggung yang berukuran kecil, mengundang audiens turut bergabung merayakan kemesraan malam yang ia ciptakan melalui sajian karya-karyanya.

Tak perlu waktu lama, mudi mudi pecinta buku langsung jatuh hati dan menjadi pengagumnya. Saku dan isi tas diraih, kamera ponsel diarahkan untuk mengabadikan istimewanya momen di malam itu. Tanpa kemegahan alih-alih kesederhanaan, Maya bertutur soal pengalaman hidupnya yang kelam, dengan segala trauma, rasa sakit dan kepedihan, yang ditoreh lewat tiap bait lagu yang ia nyanyikan. Maya yang otentik dan jujur, memaknai perjalanannya dari kala belia, menumpahkan perasaannya tanpa berusaha untuk jadi sempurna. Malam itu semuanya saling berbagi hidup tanpa perlu banyak berkata, karena musiknya terhubung dengan isi hati mereka.

Sebagai seorang musisi dan pencipta lagu, tetap menjadi diri sendiri adalah kunci utama yang bagi Maya Nilam penting untuk senantiasa dipegang teguh. Segala ide yang tertumpah ruah ia bahasakan dan utarakan melalui musik tanpa tuntutan yang memberatkannya. Pada sela sesi pertunjukannya di panggung “The Sounds of Poetry” Jogja Art Book Fest 2023, Maya dengan hangat menyapa audiensnya, lalu sedikit bercerita soal proses berkaryanya. Maya mengaku dengan jujur bahwa ia terlalu malas dalam membuat lagu. Satu di antara  lagu yang ia bawakan di malam itu hanya terdiri dari satu bait saja yang diulang-ulang namun berhasil membawa penonton terlarut dengan khidmat, menghayati atmosfir gloomy yang melekat dengan bahasa musik seorang Maya Nilam.

“Take Me Home, I Just Wanna Go Home, Please Take Me Home”  sang penyanyi melafalkannya dengan kedalaman rasa dan warna suara yang unik, yang membuat penonton berempati sekaligus tertarik untuk menyelami siapa seorang Maya Nilam dengan lebih jauh lagi. Pendekatan minimalisme ia gunakan dalam bertutur melalui lirik lagu yang ia ciptakan dan ia nyanyikan. Pendengar diajak untuk merenungkan kesederhanaan kalimat yang Maya tulis, kalimat yang mewakili betapa universalnya perasaan manusia yang hanya ingin merasakan pulang, kepada tempat ternyaman, kepada sosok terbaik yang mereka definisikan sebagai rumah mereka sendiri. 

Pendekatan Maya dalam berkarya menunjukan ekspresi artistik yang juga turut menjelaskan soal pengalaman dan makna dari hal-hal yang minimalis, bahwa hal-hal tersebut juga memiliki kualitas nilai yang kadangkala seringkali diabaikan dan kurang disadari. Ketika hidup manusia di era sekarang terus didominasi oleh terjangan kesibukan dan hal-hal yang serba masif dan besar,  kita kerap lupa bahwa hal hal kecil juga dapat menjadi inspirasi untuk berkarya dan tidak boleh luput dari perhatian. 

Masa lalu yang dijadikannya inspirasi, sepahit apa pun itu, membantu Maya untuk bisa sampai di titik ini. Berteman dengan masa lalu dan tidak menyangkalnya, barangkali itu yang menguatkan dan mengiringi proses bermusiknya. Bertumbuh dengan masa kecil yang menguras mental tidak serta merta membuatnya kalut, akan tetapi menjadi alasan kuat mengapa karya karyanya bisa lahir dan dikenal keistimewan warnanya maupun kesederhanaannya. 

Pada hakikatnya manusia selalu dalam proses pencarian di setiap harinya, untuk lebih mengenal diri sendiri, untuk menjadi versi yang lebih baik dari sebelumnya, untuk menemukan rumah melalui ragam cara, seperti Maya Nilam yang masih melakukan itu hingga saat ini. Berkarya melalui musik, satu satunya cara paling mujarab yang membantunya mengenal arti luka, memahami perjalanan panjang dengan segala kepedihan yang harus diarunginya, agar dapat merayakan diri, dan agar dapat menerima traumanya sendiri.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here