Sudah 20 tahun Husni Mubarok menjadi Presiden Mesir setelah menumbangkan lawan politiknya Anwar Sadat. Anwar Sadat mati lucu, setelah ditembak mati Jihadis Islam dalam iringan kemeanngan Operasi Badar di Kairo. Sudah 20 tahun juga Ben Ali menjadi Presiden di Tunisia. Ben Ali, diktator dari Negeri Elang Kartago Tunisia. Kedua pemimpin itu tumbang, hanya karena sekilas klik media sosial. Peristiwa itu terjadi pada musim semi, bermula dari Tunisia menyebar ke Negara lain di Timur Tengah. Arab Spring, Semi bergejolak dari Arab tahun 2010.
Kedua diktator itu tumbang, karena kicau kritik dalam Twitter. Perubahan kepada kehidupan politik yang lebih baik. Semua massa aksi yang tumpah di jalan berharap ini terjadi. Demokrasi, setelah negara-negara menerapkannya, belum sepenuhnya hadir di Kawasan Negara Timur Tengah. Umumnya mereka adalah negara-negara yang tetap berada dalam kuasa Militer. Selain Militer, poros Gerakan Islam menjadi penting, salah satu kelompok terbesar adalah Ikhwanul Muslimin (IM). Mesir setelah Husni Mubarok dipimpin oleh Muhammad Mursi, presiden Mesir pertama yang berasal dari Masyarakat Sipil dan diusung oleh IM.
Peristiwa itu terjadi 30 Juni 2012. Muhammad Mursi membuka Mesir menuju era baru, sebagai ikon dari kehidupan politik yang lebih baik. Naas itu terjadi hanya dalam waktu satu tahun. Dengan daftar ragam tuduhan, ia jatuh dikudeta kembali oleh Militer. Hari itu , 3 Juli 2013 Mursi ditangkap dijebloskan dalam penjara. 5 tahun kemudian Mursi sakit dan kemudian mati. Kematiannya misterius, ada beragam versi, salah satu versi terkuat adalah ia ditelantarkan tanpa pelayanan yang baik di dalam penjara.
Mengapa Militer begitu ambisius mendapuk kekuasaan tertinggi di Mesir. Ada adagium menarik dari seorang teman, katanya, kamu boleh pergi belajar jauh ke Al-Azhar, tapi tak usahlah melakukan hal lain kecuali belajar Islam, dan tentu satu lagi, rihlah (jalan-jalan). Alasan ia mengatakan itu, Negara di Timur Tengah, hari ini barangkali stabil, tapi potensi konflik jauh lebih luas disbanding Negara di luar Timur Tengah. Ia mengatakan itu, sebab studi lanjutannya ke Al-Azhar waktu itu batal karena pecah massa Arab Spring.
Hanya itu yang ia ketahui. Apalagi pergi ke Timur Tengah tanpa ingin belajar politik, itu seperti anda pergi ke tengah medan perang, seolah di sekeliling perang tak ada. Padahal perang tengah terjadi, dan senapan barangkali ada di depan kepala anda sedang ditodong. Andai seorang pergi ke Mesir, hari kemarin atau sekarang tanpa pengetahuan Nol apa yang terjadi setelahnya? Yang akan terjadi, adalah penculikan. Setidaknya ini yang digambarkan dalam tokoh Adam dalam film Boy From Heaven.
Adam seorang anak Nelayan dari Manzala. Desa di dekat sungai yang berada di Terusan Suez. Suatu ketika, selepas pulang melaut bersama Ayahnya ia menerima surat. Kop surat itu berasal dari Al-Azhar Kairo yang berisi undangan belajar untuk Adam sebagai pelajar di Al-Azhar. Keluarganya merestui, bahkan Paman Adam menasihatinya agar tekun belajar karena di Mesir para tetua (syekh) pakar Agama Islam berkumpul, Adam diharapkan bisa menggali ilmu dari sana dan pulang menjadi orang bermanfaat. Sampai di Al-Azhar, di Asrama pelajar yang ditemukan Adam ternyata bukan Al-Azhar dalam benak pamannya.
Suatu malam ia bertemu dengan Zizo, salah seorang murid unggulan dari Syekh Durani. Pakar dari ilmu Syariah Islam. Adam diajak keluar keliling Kota Kairo oleh Zizo, pergi ke bar tempat pesta dan pelacuran perempuan. Keduanya pulang sempoyongan ke kamar. Malam berikutnya, Adam diajak Zizo pergi ke Menara kampus. Zizo meninggalkan Adam sendiri di Menara atas, turun, sementara Adam yang melihat Zizo berjalan di pelataran tengah di bawah Menara melihat kejadian traumatik. Zizo dikelilingi 4 orang yang membawa belati dan menusuknya.
Konflik bermula dari kematian Zizo. Adam, anak Nelayan dari desa ujung negara, tiba di Kota langsung melihat pembunuhan, langsung merasa kaget. Ia diberi kemudahan setelahnya oleh Kolonel Ibrahim, salah satu orang terpenting dalam lembaga keamanan Negara untuk menyelidiki kematian Zizo.Tapi bukan jalan keluar yang ditemukan, melainkan jalan bercabang. Setelah bertemu Kolonel Ibrahim, Adam melihat kejadian yang semakin membingungkan dan penuh polemik. Syekh Durani memiliki hubungan gelap, sementara ia sering berceramah tentang Zina, Syekh Buta yang dipenjara karena terpaksa mengakui pembunuhan Zizo, perselingkuhan politik Kampus dengan lembaga negara untuk memalsukan pemilihan rektor, dan bahkan legitimiasi kekerasan atas nama agama yang didukung penuh oleh Al-Azhar.
Adam terombang-ambing dalam lanskap kebenaran Tuhan. Gejolak moral terasa kencang, misalnya setelah dalam kampanye dan penetapan sidang Imam Besar Mesir selanjutnya ia melontarkan kritik lewat pertanyaan tentang zina dan hubungan gelap dengan niat terselubung pada Syekh Durani. Gagasan itu dibantah dengan pembenaran dalil, bahkan setelahnya Adam dipecat sebagai asisten Syekh Durani. Adam akhirnya tak ingin dianggap sebagai objek pasif dalam politik, ia mulai berani bernegosiasi dengan para Jenderal, hingga puncaknya keputusan ia menggelapkan pembunuhan Zizo dengan mencabut pengakuan Syekh Buta Adam lakukan.
Dengan demikian, Bocah dari Surga (Boy From Heaven) kompleks sedari Adam dijadikan informan selundupan Negara di Kampus Al-Azhar hingga menemukan negosiasi politik yang kotor. Posisi Adam sebagai pusat konflik, menggambarkan kilas balik Militerisme di Mesir, Arab Spring dan pembunuhan Muhammad Mursi. Dalam salah satu adegan fim, bahkan Tarik Saleh berani menegaskan citra Arab Spring dalam gambaran buku Sayyid Qutb berjudul Milestone, salah satu rujukan besar IM pada masa-masa gejolak. Apa yang berani digambarkan oleh Tarik Saleh dalam rangkaian konflik film, keberhasilannya melihat secara jeli politik dalam kenegaraan Mesir secara detail. Dengan sederhana, omong kosong Demokrasi Mesir rampung sudah digambarkan Tarik Saleh dalam Boy From Heaven.