Mahasiswa salah jurusan barangkali bukan hal yang baru, bahkan bisa dibilang sebuah permasalahan basi yang entah kenapa terus terjadi. Pilihan orang tua, ikut-ikutan teman, tidak lulus seleksi di jurusan yang diinginkan, hingga mengambil jurusan yang dirasa menjamin masa depan tanpa menimbang apakah memiliki bakat dan minat di dalamnya ataukah tidak. Yang jelas ada banyak faktor mengapa kita bisa sampai salah pilih jurusan.
Berdasaran penelitian yang dilakukan oleh Indonesia Career Center Network (ICCN) pada tahun 2017, sebanyak 87 persen mahasiswa di Indonesia merasa salah pilih jurusan. Permasalahan tentang mahasiswa salah pilih jurusan ini bisa dibilang cukup dekat dengan kehidupan saya. Terlebih sendiri adalah seorang mahasiswa dan berkuliah di jurusan yang bisa dibilang minim peminat di banding jurusan lain.
Rupanya permasalahan ini memang telah banyak dibahas. Bukan saja berkisar di ranah pendidikan formal, namun juga bagaimana aktualisasinya ketika kita hendak terjun ke masyarakat. Sebab, sebagaimana yang kita tahu, permasalahan mahasiswa lainnya adalah ketika di dunia kerja nanti pekerjaan yang kita ambil tidak sejalan dengan pendidikan yang selama ini dipelajari.
Misalnya saja dalam salah satu video yang diunggah pada 13 Januari 2022 lalu pada channel Youtube Cak Nun yang berjudul Misteri Makhluk Manusia #1. Dalam video yang berdurasi sekitar 30 menitan itu, Cak Nun, Anus Sholeh Ba’asyin, dan Toto Rahadjo membahas tentang misteri manusia, makhluk yang berada di tingkatan paling atas dibandingkan dengan makhluk ciptaan Allah lainnya.
Meski kebanyakan pembahasan Cak Nun dan kawan-kawannya tidak akan jauh-jauh dari tasawuf dan filsafat, entah kenapa di video kali ini saya merasa bahwa pembahasan mereka sangat relevan dengan permasalahan mahasiswa salah jurusan. Meski topik yang dibahas jauh lebih mendasar lagi. Tepatnya tentang potensi dalam diri manusia dan bagaimana aktualisasinya.
Mengutip istilah dari Al-Ghazali disebutkan bahwa orang dianggap bahagia jika bisa mengaktualisasikan potensi dalam dirinya. Lebih lanjut Cak Nun menimpali bahwa di masa sekarang ini banyak sekali kita temui orang-orang yang tumbuh dan mengaktualisasikan dirinya berbeda dengan potensi dasar yang dimilikinya.
Jika diibaratkan seperti tanaman, maka manusia seperti ini pada dasarnya memiliki potensi untuk tumbuh sebagai kacang, namun malah dirawat, dibiayai, dan ditumbuhkan sebagai jagung. Tidak peduli seberapa besarpun upaya dan usaha yang dikerahkan, pada akhirnya tidak akan bisa membuatnya menjadi jagung berkualitas. Hanya akan berakhir sebagai jagung cacat.
Demikianlah manusia saat ini. Ia ditumbuhkan, dididik, dibiayai untuk menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda dengan potensi dasar yang dimilikinya dan berakhir menjadi manusia yang cacat karena tidak mampu mengaktualisasikan dirinya yang sebenarnya.
Bisa dibilang ini adalah salah satu masalah pendidikan Indonesia sedari lama. Di mana pendidikan kita harusnya punya alat, sistem, atau metode untuk mengidentifikasi potensi dasar seorang anak. Bukan saja kurikulum yang hanya menggiring para pembelajar menuju cara jalan yang sama dan metode penilaian yang sama.
Dari pembahasan ini mengingatkan saya pada salah satu bit stand up comedy, Pandji Pragiwaksono, yang membahas tentang sistem pendidikan di Indonesia. Ia berkata, “Jahatnya pendidikan di Indonesia adalah ketika setiap anak tidak bisa yakin bahwa dirinya berbeda dengan orang lain.”
Pandji juga mengutip perkataan Einstein, ”Setiap anak adalah jenius. Tapi kalau kamu menilai ikan dari cara dia memanjat sebuah pohon, maka ikan itu akan merasa bodoh seumur hidupnya.”
Meski demikian, bukan berarti kita harus terus menerus menyalahkan sistem pendidikan. Pada dasarnya sistem pendidikan di negara kita memanglah belum sempurna, namun keputusan tetap ada di tangan kita sendiri. Mau berkeluh kesal dan pasrah terhadap keadaan, atau berjuang meraih apa yang kita inginkan.
Malahan, karena kita mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agent of change harusnya jangan hanya terpaku pada sistem semata dan mengeluhkan keadaan. Boleh jadi kitalah yang kelak akan mendatangkan perubahan bagi sistem pendidikan di Indonesia.
Dari penjabaran singkat ini, hal paling penting yang ingin saya sampaikan adalah penting untuk mengenali diri kita sendiri dan apa potensi dasar yang kita miliki. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Cak Nun, bahwa orang yang bahagia adalah mereka yang dapat mengaktualisasikan dirinya yang sebenarnya.
Demikianlah kita sebagai mahasiswa, kita dituntut untuk mengenali potensi diri kita sendiri, lalu kampus adalah tempat kita mengaktualisasikan diri. Entah itu melalui kegiatan beroganisasi, UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa), atau bahkan dalam mata kuliah yang diajarkan. Ketika kita mampu menemukan dan mengaktualisasikan potensi diri, masa kuliah akan menjadi seratus kali lebih menyenangkan.
Kehidupan kampus kita tidak hanya berisi keluhan tentang beratnya tugas, dosen yang galak dan kadang membosankan, teman yang kadang menyebalkan, atau aktivitas yang padat. Sebab selama kita mampu mengaktualisasikan diri, maka kelelahan yang dirasakan justru akan menjadi menyenangkan.
Salah satu aspek penting dalam pendidikan tetapi kerap kali dilupakan oleh mahasiswa adalah soal rasa ingin tahu. Dalam bidang apapun, rasa ingin tahun menjadi sangat penting, khususnya ketika telah salah memilih jurusan. Rasa ingin tahu akan menjadi bahan bakar pendorong dalam menjalani kehidupan kuliah yang belum sesuai harapan.
Rasa ingin tahu perlu dihidupkan dalam semua hal, baik itu dalam memahami mata kuliah, mempelajari hal baru melalui kegiatan mahasiswa, maupun untuk mengenali potensi diri lebih dalam lagi. Dengan begitu, di masa depan kita akan dapat menjadi pribadi yang terbentuk sejalan dengan potensi yang dimiliki.