Sang Bunga Revolusi Kuba
Celia Sanzhes Sang Bunga Revolusi

“Semua sekat dihantam, Tujuannya hanya satu agar tercapai revolusi”

Begitulah kira-kira kalimat yang tepat untuk mengawali tulisan ini. Peristiwa revolusi Kuba sudah tak asing lagi terdengar bahkan menjadi diskusi yang menarik di kalangan para pencinta keadilan dan gandrung humanisme. Fidel Castro dan Che Guevara menjadi pahlawan yang tak pernah usang untuk diperbincangkan. Bahkan menjadi mencusuar untuk menumbangkan pemerintahan yang korup.

Tapi, apakah teman-teman sekalian pernah berpikir tidakkah ada perempuan yang juga menjadi pemimpin revolusi Kuba kala itu? Apakah tidak ada perempuan yang tersulut api kemarahannya atas kediktatoran rezim Fulgencio Batista dan karenanya berjuang demi sebuah perubahan?

“Iya”, tentu saja ada, sebut saja—Celia Sanchez Manduley—perempuan revolusioner yang namanya diabadikan sebagai pemimpin perempuan paling berpengaruh di Amerika Latin. Dalam sejarah revolusi Kuba, peran perempuan sama pentingnya dengan peran lelaki saat itu. Para perempuan tidak hanya terlibat dibelakang layar, tapi sama-sama mengangkat senjata untuk pergi berperang. Kuba mengenalnya sebagai bunga revolusi Kuba, namun sayang namanya tidak terlalu tersohor di luar Kuba. Padahal dia dikenal menjadi jantung kuat dari gerakan revolusioner kala itu.

Kecintaan Celia terhadap gerakan, dimulai dari didikan ayahnya yang bernama Dr Manuel Sanchez Silveira, merupakan seorang dokter yang punya ketertarikan dengan politik. Sejak kecil dia dekat dengan ayahnya, sebab ibunya telah meninggal terlebih dahulu. Bahkan, dia mendalami politik dari ayahnya langsung. Ayahnya tidak hanya mengajar soal teori saja, akan tetapi praktik dalam kehidupan sehari-hari terus melibatkan Celia, misalnya ketika ayahnya bertugas untuk memeriksa pasiennya, dia selalu menemani ayahnya. Umumnya yang diobati ayahnya adalah pasien menengah ke bawah. Dari situ pula, dia melihat kemiskinan dan ketertindasan yang terjadi begitu masif di Kuba. Hingga membuat empatinya tumbuh menjadi perempuan pertama yang memimpin gerakan di Uvero.

Tidak hanya itu, keputusan untuk mengambil jalan dalam gerakan, juga dilatarbelakangi oleh kesewenang-wenangnya rezim Fulgencio Batista, yang merampas mimpi semua rakyat Kuba atas ketidakadilan dan pemerintahn yang korup. Cita-cita Celia hanya menginginkan Kuba menjadi negara merdeka tanpa ada pemerasan, penindasan, penyiksaaan, dan semua hal-hal yang mejadi mimpi buruk harus dikubur atas nama keadilan,  serta menginginkan semua rakyat mendapat akses yang sama.

Pada Juli 1953, Castro melakukan upaya pertama untuk menggulingkan Batista dan menyerang Barak Moncado di Santiago. Akan tetapi, penyerangan ini berbuah kegagalan. Namun, bagi Celia ini awal dari lahirnya revolusi Kuba, dan akan mencapai revolusi di kemudian hari. Itulah optimis seseorang perempuan revolusioner yang didik atas keadaan dan pengetahuan hingga melahirkan keberanian.

Castro tertangkap, namun setelah bebas, dia tetap membentuk gerakan yang diberi nama “Gerakan 26 Juli”. Gerakan itu dibentuk di Meksiko pada tahun 1955. Pada 2 Desember 1956, gerakan ini mulai memberanikan diri untuk masuk Kuba dengan mengendarai perahu yang diberin nama “Granma”. Pada gerakan ini pun, Celia memiliki andil yang begitu besar yakni mengatur teknik dan strategis pendaratan Granma agar mampu menembus Kuba, bahkan urusan logistik seperti makanan, minuman, pakaian, hingga senjata yang diperlukan selama pembrontakan dalam perang gerilya, dia siapkan. Tidak hanya itu, dia juga mengorganisir bantuan ke gerilyawan di pengunungan Sierra Maestra.

Pada tahun 1957, Celia tidak hanya berperan di belakang layar dia juga andil dalam pertempuran pertama kali di Uvero. Saat itu, Celia mengalami kesulitan yang luar biasa. Ketika pasukan Batista mendominasi sebagian besar Sierra Maestra. Mereka mengembom serta membunuh banyak petani. Celia, yang menjadi pemimpin dalam peperangan itu tak gentar, namun dia menunjukkan kepemimpinannya yang luar biasa. Situasi yang sulit, turun langsung untuk membantu petani yang mengalami luka-luka ataupun kehilangan kebutuhan pokoknya, serta tetap memimpin peperangan untuk melawan Batista.

Di tahun yang sama itu, dia menjadi perempuan yang berbahaya dan salah satu incaran Batista, dikarenakan konstribusi yang fundamental. Salah satu untuk melemahkan gerakannya adalah menghabisi aktor utama dalam gerakan itu, kira-kira itulah gambaran kondisi saat itu pula. Namun, perempuan berjiwa baja itu, tak pernah goyah, akan tetapi malah menumbuhkan semangat yang berapi-api.

Dia tidak hanya terkenal karena keberanian, kepintaran, namun juga ketelatenan. Dari sifat ketelatenannya lah, peristiwa revolusi Kuba dapat terdokumentasi dengan baik. Mengapa? Sebab, semua surat, peritiwa, potongan kertas, dokumen, dan semua tentang kenang itu, dia simpan sebaik mungkin. Baginya pula “Satu potongan kertas inilah, saksi dari perlawanan masyarakat kuba atas perebutan hak mereka mencapai kemerdekaan yang sesungguhnya”.

Oleh karena itu, sejarawan, penulis, pegiat kemanusian, atau pun aktivis saat ini, dengan mudah menrekontruksi sejarah perjuangan rakyat Kuba melalui dokumentasi Celia tersebut. Setidak-tidaknya kita menyadari bahwa gerakan literasi juga sangat andil dalam revolusi Kuba. Tanpa, adanya gerakan literasi kita tidak akan memahami bentuk arah gerak perlawan itu, sebagai salah satu role model dalam melakukan perlawanan selanjutnya. Simpulnya, gerakan literasi adalah episentrum dari sebuah peradaban.

Semua arsip dimiliki oleh Celia, disimpan begitu rapi di sebuah museum yang terletak di persimpangan Havana Lama, Habana, Kuba yang bernama Museum Revolusi Kuba. Museum tersebut berada di Istana Presidensial, museum itu berisi seluruh potret presiden Kuba dari Mario Garcia sampai Fulgencio Batista, dan tentunya semua hal tentang peristiwa Revolusi Kuba. Tak salah jika, Armando Hart Davalos—seorang politikus Kuba dan seorang pemimpin Komunis, pernah mengatakan, “Tidak mungkin menulis biografi Fidel Castro, tanpa persinggungan dengan Celia.” Artinya, Celia tidak hanya merekam sejarah, lebih dari itu dia juga merekam semua orang yang terlibat dalam Revolusi Kuba.

Setelah Revolusi Kuba, telah tercapai di 1959, Celia tetap memberikan kontribusinya kepada rakyat Kuba, bahkan banyak orang yang mengatakan bahwa dia adalah sentral pemerintahan kuba yang membuat rakyat kuba lebih baik. Komitmennya terlihat dari pilihan hidupnya untuk tidak menikah dan hanya memilih untuk terus mendekatkan dirinya kepada rakyat dan mengabdikan dirinya kepada Kuba atas kemerdekaan yang sesungguhnya.  Ketika Castro, menjadi pemimpin Kuba, Celia tetap setia untuk mendampingan Castro hingga menjabat sebagai sekretaris kepresidenan, tidak hanya itu dia juga menjadi anggota komite sentral Partai Komunis Kuba. Dia juga membantu beberapa proyek selama Castro menjadi pemimpin Kuba di antaranya adalah taman Lenin, pertunjukan senin, dan pendirian museum.

Keberpihakan kepada perempuan pun terlihat dari tindakannya membuat program literasi, tentu untuk memperkuat perempuan Kuba dalam revolusi, dan pekerja revolusioner lainnya. Dari Celia kita dapat mengetahui untuk mengembangkan negara lebih maju adalah memperkuat pendidikan kepada perempuan tanpa ada diskriminasi atas apapun.  Pada 1980-an tepat usianya berusia 59 tahun, dia menghembuskan nafas terakhirnya karena penyakit kanker. Kegigihanmu, keberanianmu, semangatmu, akan terus berbunga seperti orang-orang Kuba mengenalmu sebagai Bunga Revolusi Kuba. Pada akhirnya, dunia mengetahui bahwa tidak ada satupun perubahan tanpa adanya keterlibatan dari perempuan. Sebagaimana tercapainya Revolusi Kuba.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here