Siang itu, Senin 7 November 2022, saya berkesempatan mengunjungi Kabupaten Badung Provinsi Bali. Meskipun sudah berkali-kali ke Pulau dewata Bali, baru kali ini saya mengunjungi Kabupaten Badung. Saya berkunjung secara khusus ke salah satu Kabupaten di Provinsi Bali, di mana perkantoran pemerintahan daerahnya menjadi satu kawasan –semua perangkat daerah berkantor di situ dengan penataan yang apik, menarik, khas bangunan Bali yang dipenuhi dengan taman-taman dan dilengkapi kandang burung jalak bali di setiap sudut tamannya.
Ketika kita masuk ke kawasan kantor pemerintah daerah Kabupaten Badung yang terletak di Jalan Raya Sempidi, maka kita akan disambut sembilan patung banteng yang berada di sisi kanan dan kiri pintu masuk menuju kawasan perkantoran. Lima patung banteng berada di kanan dan empat patung sisanya berada di sisi kiri gerbang menuju kantor Pemerintah Daerah. Mungkin ada yang bertanya, kenapa jumlah patung bantengnya sembilan? Saya kurang tahu filosofi dari sembilan patung banteng tersebut, kenapa jumlahnya sembilan banteng. Tapi kalau patung bantengnya mungkin bisa ditafsirkan sebagai simbol kecintaan warganya pada partai berlambang banteng moncong putih itu.
Menurut informasi dari teman saya, Bli regen, yang berprofesi sebagai pemandu wisata, hal itu karena Kabupaten Badung merupakan basis partai berlambang banteng. Ini terbukti dari hasil Pemilu ke Pemilu –terutama sejak reformasi, PDIP selalu menjadi juara di kabupaten yang memiliki moto: ”Cura Dharma Raksaka” yang artinya: ”Berani membela kebenaran”.
Pada Pemilu 2014 misalnya, dari kursi sebanyak 40 kursi di DPRD Kabupaten Badung, PDI memperoleh sebanyak 17 kursi, disusul Partai Golkar dengan 10 kursi, Partai Demokrat memperoleh tujuh kursi dan sisanya sebanyak tujuh kursi dipegang partai yang berhimpun dalam fraksi pelopor Peduli Badung. Pada Pemilu 2019, peroleh kursi PDIP meningkat menjadi 19 kursi, disusul Partai Golkar mendapatkan 11 kursi, Partai Demokrat memperoleh delapan kursi, dan sisanya Partai Gerindra sebanyak tujuh kursi.
Mengapa kabupaten Badung menarik untuk ditulis dan diberitakan? Kalau kita cermati, setidaknya ada dua hal menarik dari Kabupaten Badung yang dapat dijadikan sebagai role model bagi tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Ada dua hal menarik dari daerah yang berdasarkan data BPS Kabupaten Badung tahun 2022 ini berpenduduk 549.250 jiwa yang tersebar di enam Kecamatan, yakni Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Petang.
Pertama, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Badung sangat besar dan fantastis dari sebuah wilayah yang luasnya hanya 418,52 Km² ini. Tercatat pada APBD tahun 2018, PAD-nya sebesar Rp4,1 Triliun dan meningkat pada tahun 2019 menjadi sebesar Rp4,5 Triliun. Penyumbang sumber PAD terbesar paling banyak diperoleh dari pajak daerah yakni sebanyak Rp3,8 Triliun. Sementara Dana Alokasi umumnya (DAU) hanya sebesar Rp330 Miliar, artinya DAU-nya hanya kurang dari 10 persen saja dari PAD Kab. Badung. Kemudian pada tahun 2020, PAD Kab. Badung mengalami peningkatan menjadi Rp4,8 Triliun, dan sebanyak Rp4,2 Triliun dari pajak daerah, dari retribusi daerah tercatat hanya sebesar Rp148 Miliar dengan DAU hanya sebesar Rp361 Miliar, dan DAK-nya hanya sebesar Rp145 Miliar. Hanya saja di masa Pandemi Covid-19, pada tahun 2021, PAD Kabupaten Badung mengalami penurunan menjadi hanya Rp1,75 Triliun dari total pendapatan daerah sebesar Rp2,70 Triliun.
Apa yang dicapai Kabupaten Badung itu terbilang luar biasa, sebab, lazimnya daerah lain mengandalkan pendanaan dari DAU maupun DAK dari pemerintah pusat untuk menopang APBD-nya, karena mereka kesulitan untuk menggali potensi daerahnya untuk menjadi sumber PAD.
Pertanyaan menariknya adalah, kenapa Kabupaten Badung mampu menggali PAD sebesar itu? Apa rahasianya Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta mampu menggali potensi daerahnya sebesar itu, apakah karena terdapat banyak wisata di situ? Padahal luas daerahnya hanya 418,52 Km² dengan 6 Kecamatan dan 62 desa, bandingkan dengan Kabupaten Banyuwangi yang luas wilayahnya 5.782,5 Km² dengan 25 kecamatan dan 217 Desa yang merupakan kabupaten terluas di Jawa Timur. Nyatanya pada tahun 2018 PAD-nya hanya sebanyak Rp450 Miliar, bahkan pada tahun 2020 penerimaan PAD-nya hanya sebesar Rp483,2 Miliar.
Kita tahu bahwa terdapat banyak potensi yang ada di Kabupaten Banyuwangi, terutama potensi wisata yang berbasis pantai, seperti: Pantai Pulau Merah, pantai boom, pantai tumpang pitu, Patai Sukamade, Pantai wedi ireng, Pantai Telok Ijo, Pantai Bomo, pantai Cemara dan pantai-pantai lainnya. Begitu juga apabila dibandingkan dengan Kab. Malang yang luasnya sebesar 3.530,65 Km², dengan 33 kecamatan, PAD-nya tahun 2019 sebesar Rp623 Miliar, dan pada tahun 2020 PAD-nya turun menjadi sebesar Rp583 Milyar. Artinya, Kabupaten Malang dengan luas wilayah sebesar itu, PAD-nya masih kalah jauh dengan PAD Kabupaten Badung di Provinsi Bali.
Di Badung, cukup terkenal wisata pantainya, seperti: pantai Kuta yang sangat populer yang terletak di kecamatan Kuta, pantai Green Bowl yang berada di Kuta selatan, Pantai Gunung payung, pantai Tegal Wangi di Desa Jimbaran, Pantai Tanjung Benoa, Pantai Pandawa dan beberapa pantai lainnya. Seperti halnya Kabupaten Badung, Kabupaten Malang juga memiliki begitu banyak potensi wisata pantai; pantai Nyliyep, Balekambang, Batu Bengkung, Goa China, dan beberapa pantai lainnya.
Hanya saja yang membedakan dengan pengembangan potensi daerah lainnya, prinsip transparansi dalam pengelolaan tempat wisata menjadi kata kunci di Kabupaten Badung, semua tiket masuk, baik dari wisatawan lokal maupun mancanegara dikelola secara transparan, sehingga PAD bisa optimal. Begitu juga PAD yang berasal dari tempat-tempat wisata lainnya seperti: obyek wisata hutan monyet Sangeh, air terjun Nungnung, pementasan tari kecak di Uluwatu dan Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang menjadi pusat pementasan budaya Bali. Bahkan kabarnya, untuk meningkatkan PAD-nya, Kabupaten Badung akan membangun stadion bertaraf internasional untuk membangkitkan wisata olahraga.
Kedua, terdapat program yang mengarah pada inovasi pelayanan publik, terutama program yang mendukung pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta pelayanan kesehatan masyarakat. Program tersebut diantaranya, yaitu: program pemberian santunan bagi lanjut usia (Lansia) sebesar Rp1 juta per bulan; program pemberian santunan kematian sebesar Rp10 juta rupiah; program bantuan bagi penunggu pasien di rumah sakit sebesar Rp250 ribu per hari dan maksimal diberikan sebesar Rp5 juta; dan program bantuan mobil Ambulan di setiap Desa. Dengan program yang berpihak pada kepentingan masyarakat kecil ini, maka tentunya tingkat kemiskinan di Kabupaten Badung juga sangat rendah, yaitu sebesar 1,98 persen dan pada tahun 2018, dengan indeks keparahan kemiskinannya sebesar 0,07 dan terus mengalami penurunan pada tahun 2019 menjadi 1,78 persen dengan indeks keparahan kemiskinannya sebesar 0,03 persen.
Selain itu, komitmen Kabupaten Badung dalam menjaga dan merawat kemajemukan dan toleransi beragama. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan kabupaten Badung bagi pengembang besar untuk menyediakan lahan fasilitas sosial (Fasos) maupun fasilitas (Fasum) untuk kepentingan berdirinya tempat ibadah lima agama secara berdampingan. Hal ini dibuktikan dengan adanya kawasan yang diberi nama Pusat peribadatan ”Puja Mandala”, sebuah tempat yang luasnya sekitar dua hektar, berdiri bangunan tempat ibadah lima agama, yakni Masjid Agung Ibnu Batutah, Gereja Katolik, Gereja Kristen, Vihara dan Pura secara berdampingan. Kawasan ”Puja Mandala” yang berada di jalan Nusa Dua Kecamatan Kuta Selatan merupakan simbol toleransi beragama di Kabupaten Badung Bali yang sekaligus menjadi objek wisata religi yang selalu ramai dikunjungi wisatawan.
Semoga, cerita menarik dari Kabupaten Badung ini menginspirasi para elite daerah lainnya untuk terus berinovasi dan mengambil kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakatnya, sehingga otonomi daerah tidak hanya sekedar di atas kertas, tanpa mau dan mampu mengoptimalkan penggalian potensi yang ada di daerahnya untuk kesejahteraan masyarakatnya.