Judul : Bahaya Merokok di Ranjang
Penulis : Mariana Enriquez
Penerjemah : Gita Nanda
Penerbit : Labirin Buku
Tahun : Mei, 2023
Tebal : xvi + 216 halaman
ISBN : 978-623-92983-5-7
Cerita-cerita mencekam dipadukan kengerian siang hari dengan kejutan-kejutan supernatural terhimpun dalam Bahaya Merokok di Ranjang karya penulis Argentina, Mariana Enriquez. Kisah-kisahnya mampu memantik pembaca turut merasakan nuansa horor. Argentina menjadi latar utama beberapa cerpennya. Seorang penulis yang tertarik pada genre horor khas Amerika Latin cocok dengan intensitas sosial yang dihadirkan Enriquez melalui cerpen-cerpennya. Enriquez juga digadang-gadang sebagai penulis horor dan fiksi gotik terkemuka saat ini. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana ia mengundang alusi-alusi mencekam pada setiap cerpennya.
“Karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya,” ujar seorang ahli sastra. Pendapat tersebut pas ditempelkan pada karya-karya Enriquez yang memuat persoalan-persoalan sosial pada kumpulan cerpennya. Buku yang terdiri atas dua belas cerpen ini, bergenre horor berhasil menarik perhatian penggandrung fiksi.
“Angelita yang Tercerabut” merupakan cerpen pertama dengan penggunaan sudut pandang gadis remaja yang selalu diikuti sosok hantu anak kecil dengan wajah buruk dan bau. Hantu itu merupakan adik neneknya yang dikubur di halaman belakang rumah. Apa yang Angelita inginkan masihlah misteri, sebab ia hanya mengangguk dan menggeleng. Namun ia jelas menginginkan sesuatu. Ia terus mengacungkan dan, parahnya, tidak mau meninggalkanku sendiri, tukas cerpen tersebut.
Kepercayaan atas hal-hal mistis, hantu penasaran yang terus bergentayangan karena hal-hal yang belum terselesaikan selama masih di dunia, akan mengingatkan kita pada kepercayaan bahwa mayat yang tidak dikubur dengan baik, arwahnya akan bergentayangan. Lantas, apa yang membuat hantu Angelita bergentayangan? Apakah ada dendam yang tidak tersampaikan? Benarkah hantu merupakan jiwa seseorang yang telah mati? Atau hanya pengaruh psikis belaka? Akhir cerpen ini dibiarkan menggantung.
Tak hanya kisah-kisah hantu, ‘horor’ tidak selalu berelasi dengan kehadiran sosok hantu. Ia juga berhubungan dengan segala kengerian dan kejijikan, di antaranya watak egois manusia. Cerpen “Perempuan Tambang”, misalnya, berkisah tentang sekelompok gadis remaja yang memendam syahwat kepada seorang pemuda bernama Diego. Namun, segala upaya yang mereka lakukan tidak menarik perhatian Diego. Pemuda itu tetap memilih Silviana, teman dewasa remaja-remaja SMA itu. Salah seorang anggota geng itu bernama Natalia yang masih perawan. Ia tokoh paling obsesif untuk diperawani Diego, sang pemuda rock and roll. Obsesi tersebut membuat Natalia nekat berbuat hal di luar nalar menjijikkan: Suatu sore kami hendak mengikuti pelajaran olahraga, Natalia mengaku ia telah mencampurkan darah menstruasinya ke dalam kopi Diego.
Sementara itu, “Rambla Triste” mengisahkan perjalanan seorang perempuan bernama Sofia ketika mengunjungi temannya yang tinggal di Barcelona yang ‘tertata rapi’. Namun, ia mendapati Barcelona tidak serapi sebagaimana lima tahun sebelumnya. Cerita ini juga menjadi gambaran bagaimana kota Barcelona menjadi kotor dan tidak terawat. Bahkan, Ia tidak ingat apakah Barcelona memang sekotor itu.
“Rambla Tiste” sendiri merupakan sebuah bangunan tempat tinggal Yasmine, seorang perempuan yang telah meninggal. Ia trauma karena mendapati putranya mati terlindas bendi di Las Ramblas. Ia selalu menggendong boneka tanpa kepala. Dan leher boneka itu, Imbuh Manuel, terbuat dari kulit putranya yang sudah tiada. Namun, bangunan itu dirobohkan digantikan dengan bangunan bernama Rambla del Raval.
Adapun “Bahaya Merokok di Ranjang” menarasikan kisah seorang perempuan, Paula, yang terbangun karena menghirup bau asap dari luar dan mendapati apartemen lantai lima sebuah gedung di persimpangan terbakar. Paula juga melihat perempuan lumpuh yang tidur di ranjang dengan rokok menyala di tangan. Paula digambarkan sebagai seseorang yang tidak pernah merawat tempat tinggalnya. Tak hanya tempat tinggalnya, bahkan sampai selangkangannya penuh bintik-bintik merah, seperti iritasi karena panas atau alergi, tetapi itu adalah apa yang disebut keratosis. Unsur-unsur nuansa gotik dijahit untuk membentangkan persoalan ketidakadilan.
Beralih pada kisah terpanjang dalam buku ini, “Anak-Anak yang Kembali”. Cerpen tersebut mengisahkan anak-anak yang hilang, lalu muncul lagi di taman kota. Anehnya, tidak ada yang berubah dari anak-anak itu, bahkan tidak pernah sehari lebih tua dari saat mereka menghilang. Lagi-lagi Enriquez menghadirkan kejanggalan-kejanggalan dalam karyanya.
Tokoh utama cerpen ini, Mechi, merupakan pegawai pemerintah yang menyimpan semua arsip anak-anak hilang itu. hingga akhir cerita, ia mencari jawaban atas kejadian aneh yang menimpa tempat itu, bahkan ia mengunjungi rumah terbengkalai yang ditempati anak-anak hilang yang telah ditemukan. Anak-anak itu tidak mau diajak meninggalkan rumah itu. “Kami semua tinggal di sini,” jawab semua anak-anak itu ketika ditanya Mechi.
Lompatan-lompatan waktu di beberapa cerpen barangkali agak mengganggu pembacaan. Bisa dikatakan, kegariban ini tidak hanya akan memaksa kita untuk membayangkannya. Namun, hal itu mendesak kita untuk merenungkan, bagaimana jika momen-momen kaotik itu benar-benar terjadi. Diksi ringan cerpen-cerpen ini membuat pembaca masuk ke dalam imajinasi pengarang. Bahasa yang lugas, bahkan eksplisit, akan lebih mudah ditafsirkan sehingga kumpulan cerpen ini bisa dinikmati, bahkan oleh pembaca ‘awam’.