Intrans Publishing
Buku Demokrasi Tanpa Nalar

Demokrasi yang sedang berjalan sekarang layaknya demokrasi yang dijalankan tanpa nalar, minus akal sehat. Pendapat itu bukan tanpa sebab, kita bisa amati sendiri bagaimana korupsi begitu marak terjadi. Kesenjangan sosial-ekonomi tinggi. Itukah yang disebut demokrasi? Untuk mendapat jawaban, kita perlu memahami konsep demokrasi terlebih dulu.

Demokrasi dikenal dengan sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat atau kekuasaan yang berada di tangan rakyat sebagaimana makna harfiahnya demos dan kratos. Di Negara demokrasi, pemerintah dipilih oleh rakyat dan bekerja untuk mewujudkan cita-cita bersama, sebagai pelayan rakyat. Konsep demokrasi pertama kali dicetuskan di Athena, Yunani.

Secara perlahan konsep demokrasi diterapkan di banyak Negara. Bahkan sampai saat ini sistem pemerintahan demokrasi paling populer dibanding dengan sistem pemerintahan lainnya, yakni dianut tiga perempat Negara di dunia. Secara umum konsep demokrasi menghendaki kemerdekaan (liberte), kesetaraan (egalite), dan kekeluargaan (fraternite), serta keadilan bagi seluruh warga negara. Gagasan ini pada intinya bercita-cita memanusiakan manusia tanpa pilah-pilih.

Lebih dari soal kebebasan dan kesamaan politik warga negara, demokrasi juga mengamanatkan adanya kesetaraan dan keadilan ekonomi. Bung Hatta menyebutnya “demokrasi politik dan demokrasi ekonomi” harus berjalan seiring-seimbang.

Melihat realitas saat ini tampak praktik demokrasi lebih dominan pada demokrasi politik semata yang bertumpu pada demokrasi prosedural. Semarak saat Pemilu namun pasca pemimpin terpilih sangat ekslusif dalam penyelenggaraan pemerintahan ‒minim partisipasi dan tidak memperjuangkan kepentingan rakyat.

Selain itu, demokrasi ekonomi jarang tersentuh yang tampak dari lebarnya jurang ketimpangan sosial. Akses ekonomi hanya dikuasai segelintir elite penguasa (oligarki) yang mendominasi dan mengeksploitasi kaum lemah. Jadilah judul demokrasi tapi isi oligarki. Rakyat hanya dipuja saat kampanye Pemilu, setelahnya ditinggal. Watak penguasa demikian korup tak hentinya mengeruk sumber daya publik untuk kepentingan diri sendiri.

Pada titik itu teramat jauh berbicara hak asasi manusia, kebebasan dan kesetaraan politik tanpa adanya keadilan ekonomi. Kondisi ini seolah memperhadapkan pemerintah dan rakyat seperti musuh, tidak lagi saling mengisi; mengingkari nilai demokrasi, merugikan rakyat. Inilah zaman demokrasi krisis akal sehat.

Dinamika demokrasi yang kini sedang berlangsung inilah yang dipotret oleh Luthfi J. Kurniawan yang dituangkan dalam buku berjudul Demokrasi Tanpa Nalar. Penulis merupakan seorang akademisi sekaligus praktisi yang sudah sejak lama bergiat dalam gerakan sosial, sehingga membuat tulisannya tajam dan dekat dengan realita.

Buku ini secara sistematis menjelaskan tiga bagian utama, yakni tentang demokrasi yang terkoreksi, menyoal cita negara kesejahteraan, dan membahas kewarasan yang tertelan kuasa. Perpaduan konsep-teori demokrasi dan refleksi-kritik atas realita politik kini diiringi tawaran solusi dan gagasan perubahan membuat buku ini penting dan berharga.

Tak hentinya penulis melahirkan karya yang memberi rasa kepedulian sekaligus mengajak-menggerakkan para pembacanya untuk terus melakukan perubahan bagi kebaikan peradaban. Apresiasi tak terhingga bagi penulis atas lahirnya karya ini, semoga menjadi jembatan penghubung kelahiran karya-karya berikutnya.

Buku saku ini baik dibaca oleh semua kalangan, sebab bahasanya sederhana dan renyah dipahami, serta menggelitik. Cocok dibaca saat santai sembari diskusi dan refleksi. Selamat membaca!

Judul: Demokrasi Tanpa Nalar, Menjalankan Kekuasaan Minus Akal Sehat

Penulis: Luthfi J. Kurniawan

Penerbit: Intrans Publishing

Harga: Rp65.000

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here