Andy Sri Wahyudi

Di Kaki Gunung Agung

Segaris kabut itu
mengingat tahun-tahun yang memanjang
jauh.

Rumput dan ilalang menantang matahari
Rambut bersanggul tak tersentuh lampu kota
Wajah kanak-kanak terukir di batu-batu pura
Desa-desa bersuara tenang seperti basah dini hari

Dari arah tak bernama
Aku melihat waktu
berjalan melingkar
di leher masyarakat.

– Budakeling, 2021

 

Kamar Gerimis
         buat Abuy 

Kutemukan gunung-gunung pada sebuah hari tak kupahami. Setelah sandiwara tengah malam: kelelawar bergelantung di langit kamar, mendengar rahasia dada, membuat sarang cinta. Jari-jari menyusun debu dan batu menjadi pagi berpenghuni peri-peri. Dua gadis kecil duduk di galangan sawah sambil memahat sore dan hujan. Membasahi wajah-wajah yang datang dari kegelapan.

Lelaki muda berkacamata itu menggaris puisi di atas trotoar. Melengkapi kesia-siaan. 

Di kamar ini. Kudengar tangis dari pinggir jalan dan bunyi sayap lalat mengitari serakan plastik berisi hati orang-orang. Lalat-lalat bertelur, menetaskan pantomim dan teater yang dimainkan anak-anak muda durhaka. Suara kereta melintas tengah malam. Mirip teriakan malaikat putus asa ingin merasakan cinta. Kita masih bicara perdagangan seni dan budaya. Apakah masa depan akan dipegang para pemalas haus pujian? Di sini aku berdiri pada ujung bahasa. Terasa runcing dan mematikan. Tampias air membasahi tarian jaman yang mengutuk dirinya sendiri. Gempa 5,3 skala richter menggoyang tengah malam. Hantu-hantu terbangun memelukku. Masih terdengar tangis dan tawa, melihat keadilan berupa fatamorgana. Kita memajang ingatan rumah dan keluarga, yang berlalu usai menanam pelukan sepanjang hidupnya. Untuk kesekian kalinya. Rindu dan ibu bermalam.

Di ulu hati.

– Tasikmalaya-Yogya, 2022-2023

 

Gadis Sumbawa

Daun jendela
Cahaya melintas
Tenang di wajahnya

Seikat sejarah merambati rambut dan kulit tubuh
bicara buih-buih laut dan tanah bukit-bukit

Lala Onceng, gadis seumuran roda pedati,
melangkah lincah menuruni tangga.

Bunga halaman bergetaran.
Gerimis datang.
Suara adzan dari muadzin masa depan menggaung.
Memecah sebingkai foto keluarga.

Sepasang tangan menjulur
membawakanku segenggam perasaan tidak mungkin. 

Jari-jariku menyentuh udara waktu itu
Menetaskan bayangan untuk kupeluk dikala tidur

Mengejar Lala Onceng berlari ke pantai tak bersuara.
Wangi tubuhnya berubah waktu mendekat ke arahku. 

Meretas jalan menembus abad yang berdiri di hadapanku.

– Sumbawa, 2023

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here