Dunia dalam digitalisasi, sebuah kemajuan ataukah kemunduran sosial? 

Di era digital ini, siapa yang tak kenal dengan kata emoticon atau emoji? Semacam ekspresi yang bisa kita munculkan ke ruang maya. Kendati demikian, kita selalu menerka-nerka kenyataan di balik suatu emoji. Apa benar mencerminkan ekspresi asli? Atau palsu dan hanya digunakan untuk basa-basi?

Emoji senyum misalnya. Saat kita tengah bertukar kabar dengan kawan lama, orang tua, atau kekasih tercinta, tentu simbol “senyum” takkan terlupa oleh jemari kita. Meski begitu, kita tak pernah tahu ada apa di balik senyum maya itu. Bisa jadi memang betulan senyum, atau hanya kedok untuk menutupi kesedihan yang tak ingin diungkapkan.

Maka dari itu, lambat laun emoji bisa jadi rekan setia yang sedia menutupi kebohongan setiap manusia. Kemudian ke depannya, kita mulai terbiasa dengan kepalsuan-kepalsuan yang ada.

Pasalnya dalam dunia “betulan” (yang bukan maya), memasang senyum palsu bukanlah soalan yang mudah. Kepalsuan semacam itu amat gampang untuk dibongkar. Mimik wajah saat melempar senyum yang tulus, senyum sekenanya, senyum maksa, atau senyum nahan pup—ajaibnya bisa dibedakan.

Senyum tulus, ditandai dengan lengkung pisang masak yang bertengger pada bibir pelaku. Kemudian pada bagian sudut ekor mata, terdapat cakar ayam—yang entah cakarnya ada dua atau tiga. Kondisi mata seperti itu lumrah disebut dengan smiling eyes. Bagi pelaku yang memiliki lesung pipi, aku yakin ia lebih sering dielu-elukan terkait tinggi kadar manis pada senyumnya. Dan durasi senyum tulus cenderung tidak menentu, kadang agak lama atau bisa jadi sangat singkat. Namun, semuanya berjalan dengan natural bin smooth.

Senyum maksa, sama dengan senyum tulus, terdapat lengkung pisang juga yang hinggap pada bibir, tetapi bukan pisang masak melainkan pisang yang “dipaksakan masak”. Kemudian tak ada cakar ayam pada sudut ekor mata pelaku—ini sudah jelas. Namun, bagi pelaku yang diberi anugerah lesung pipi, pemilik “senyum maksa” bakal sedikit lebih tertolong. Sebab, kesan “maksa”-nya tidak akan terlalu kentara. Durasi senyum maksa pun dapat dipastikan sangat singkat dan terkesan mendadak—cepat muncul, juga lekas menghilang. Setelah senyum maksa dilemparkan, biasanya akan diiringi dengan sikap buang muka.

Senyum nahan pup beda lagi. Ia penuh dengan keteguhan dan perjuangan. Ditandai dengan mimik wajah yang berhiaskan keringat dingin serta mata yang menatap penuh pada kekosongan. Kemudian pada bibir si pelaku nihil ditemukan lekuk senyum dengan masing-masing sudut bibir tertarik ke atas. Kondisi bibir seakan-akan terkunci rapat tanpa ada celah gigi terlihat—entah karena pemilik bibir lupa letak kunci pembuka bibirnya di mana, atau karena terbukanya bibir merupakan malapetaka bagi dunia bawah.

Ketika kamu sadar akan kehadiran pelaku alias si senyum nahan pup itu, maka kusarankan jangan mengecek sesuatu berjumlah tiga yang ada di saku mereka. Dapat kupastikan pipi pelaku bakal memerah bak tomat malang, kasihan….

Yah, warna-warni senyum terkadang menarik bagi sebagian orang, termasuk bagiku. Tak ada senyum yang monoton: mimik wajah dengan mata belo atau bentuk oval dengan warna hitam, pipi yang memerah, dan yang paling mencolok; kulit yang berwarna kuning cerah. Aku sedang membicarakan emoji yang ada di gawaimu.

Teramat banyak pelajaran yang bisa kita ambil dengan cara mengamati senyum orang-orang sekitar. Mari keluar rumah, sejenak meninggalkan gawai dengan segala kepalsuan yang ada di dalamnya. Mulailah bercengkerama dengan orang-orang terdekatmu, berbincang secara langsung, tersenyum dengan sebenar-benarnya senyum.

Emoji senyum di ruang maya takkan bisa menggantikan senyum di dunia nyata.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here