Banyak fisikawan yang percaya kalau multiverse itu ada. Bahwa kehidupan tidak hanya ada di dunia ini tapi juga ada di planet dan galaksi yang lain. Dan andaikan itu benar-benar ada mungkin aku adalah seseorang dengan kehidupan yang berbeda di setiap tempatnya, yang berbeda pula cerita hidupnya.
Andaikan multiverse ada mungkin diriku yang berada di universe lain memikirkan apa yang saat ini sedang terpikirkan olehku atau mungkin perjalanan hidupku di universe lain berkebalikan dengan dunia yang saat ini aku jalankan, atau lebih buruk dari itu yahh. Sebab, kita tak pernah tau bagaimana perjalanan hidup bukan?
Aku sempat berpikir apakah aku salah berada di dunia ini atau dunialah yang salah telah menempatkan diriku di sini, semua kemungkinan bisa terjadi tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Sesekali aku terlihat bahagia tapi aku selalu bertanya, apakah itu yang ingin kurasakan? Terlihat bahagia di depan orang lain dengan hati yang belum tentu bahagia, atau terlihat bahagia dengan harapan orang lain akan bahagia dan berharap dengan kebahagiaan itu aku bisa merasakan kebahagiaan.
Tak pernah ada yang tau apa arti kebahagiaan, aku pun hingga detik ini masih berpikir “apa itu kebahagiaan,” dan “apa yang membuat saya bahagia.” Apakah membuat orang lain tersenyum itu yang dinamakan kebahagiaan atau haruskah dengan pura-pura tersenyum agar terlihat bahagia.
Ada pepatah mengatakan “bahagia itu kita yang ciptakan.” Ya aku tau bahagia itu kita yang ciptakan tapi bagaimana jadinya jika kita tidak tau apa itu arti kebahagiaan, apa yang bisa membuat kita bahagia, kemudian apa yang akan dan bisa kita ciptakan untuk menghadirkan kebahagiaan.
Semua menjadi serba salah bukan? Ketika sadar realitanya kita memang belum benar-benar bahagia dan hanya bisa berpura-pura bahagia. Dan akhirnya dalam mencari kebahagiaan itu kita butuh teman perjalanan yang tepat untuk mengeja segala rasa yang berkecamuk dalam jiwa.
Akan tetapi untuk menemukan teman perjalanan yang tepat kita butuh waktu yang lama, kesabaran yang extra, ikhtiar dan doa, serta keyakinan bahwa yang tepat tak akan pernah datang terlambat. Di fase inilah sering kali kita salah mengambil langkah, ingin cara yang instan tapi tak mau menanggung resiko besar. Padahal segalanya punya rambu-rambu yang telah ditetapkan agar tak jadi bumerang ketika menemukan kegagalan di tengah perjalanan.
Memang serumit itu mencari teman perjalanan yang tepat karena kita hidup di dunia yang penuh dengan tipu daya dan sandiwara. Dunia menjadi selalu diagung-agungkan dan maha benar bagi para pemujanya. Egosime dan kepentingan individu yang menjadi penguatnya. Hingga merubah sifat manusia yang semula baik menjadi bengis karena telah buta dengan kemewahan dunia.
Di dunia yang seperti itu apakah teman perjalanan yang tepat masih tersisa? jawabannya ada, jika kita mau mencari dan mampu melihatnya dengan hati yang terbuka serta mengesampingkan segala kepentingan dan ego yang ada.
Teman perjalanan yang tepat bukan tentang kesempurnaan tapi dengan kehadirannya kita bisa menjadi sempurna. Dia yang menjadi penguat dan penghibur ketika dunia sedang tak ramah dan pada akhirnya kita bisa merasakan arti kebahagiaan yang sebenarnya.
Tentang sebuah pepatah “bahagia itu kita yang ciptakan.” Memang benar adanya karena konteks menciptakan itu sendiri kita butuh pencarian dan pemahaman tentang sesuatu yang ingin kita ciptakan yaitu bahagia. Maka dari itu aku ambil teman perjalanan yang tepat sebagai jawabannya.