Saya melihat sebuah fenomena dahsyat yang sedikit lagi akan menghancurkan bangsa ini. Gejala ini tidak datang dari perang dunia antarnegara ataupun persaingan medan tempur sebagaimana laziminya, tetapi perang virtual dari kita dan untuk kita sendiri. Inilah zaman di mana kebodohan dipertontonkan dan bahkan dijadikan semacam festival kebodohan.
Gejala ini mencerminkan semangat membanting moral dan cara kita bermasyarakat. Hal itu misalnya bisa kita lihat mulai dari beragam kasus seperti bullying, pelanggaran HAM, pelecehan, perampokan, dan yang paling sadis adalah pembunuhan. Penghancuran peradaban secara perlahan yang penting kita sadari.
Tragedi Pembunuhan Massal Tanpa Keadilan
Jajahan serta modernisasi kasus di beberapa daerah penuh dengan konspirasi dan kejanggalan. Kalian tentu tau tentang kasus Kanjuruhan kan? Jelas hampir semua manusia yang ada di belahan dunia tau akan tragedi ini. Iya, tragedi pembunuhan massal supporter klub bola asal Malang (Arema Malang). Dalam tragedi ini disebutkan bahwa ada 135 nyawa yang meninggal karena dibunuh oleh polisi republik Indonesia, melalui penembakan gas air mata ke arah tribun penonton pada 1 oktober 2022 lalu.
Seluruh dunia turut berduka atas kejadian ini. Hampir separuh stasiun televisi yang ada di planet ini menyerukan berita tentang tragedi ini. Baik melalui televisi, koran, website berita, bahkan berbagai aliansi masyarakat seluruh dunia turut berseru. Selain itu, jutaan supporter dan semua pecinta bola di seluruh dunia juga ikut meminta keadilan agar kasus pembunuhan ini segera diusut tuntas. Namun, hingga genap satu tahun kasus ini terus mengambang dan tidak adanya keadilan sama sekali. Malahan stadion Kanjuruhan yang menjadi saksi berdarah itu, akan direnovasi oleh pemerintah seakan ingin menghapus ingatan semua orang atas pembunuhan tragis di Stadion Kanjuruhan itu.
Tragedi Kanjuruhan adalah sebuah fenomena pembunuhan terkeji abad 20. Arogansi dan agresivitas aparat kepada masyarakat sangat tidak terbendung. Ini membuktikan bahwa saat ini bangsa kita sedang mereproduksi diktator dengan menggunakan pionnya sebagai alat pelayan dan bentuknya adalah tirani.
Bullying: Atribut-Negatif Lembaga Pendidikan
Beberapa hari yang lalu, ada sebuah kasus Bullying yang terjadi di lingkup sekolah di Cilacap. Buruknya, kasus ini tengah disoroti oleh sebuah organisasi internasional yang berada di bawah pimpinan PBB yang mengurusi semua hal yang berkaitan dengan pendidikan dan kebudayaan–UNESCO. Atas sorotan ini membuat Kapolresta dan Kapolri bahkan Panglima TNI di telpon secara dadakan dari pihak Unesco. Perundungan ini jelas-jelas akan membuat Unesco menggelengkan kepala karena pelaku dan korban masih mengenakan seragam sekolah. Kemudian muncul berita hangat yang mengatakan pelaku bullying ini sangat berprestasi dan pernah memperoleh juara dua dalam kejuaraan pencak silat. Namun, hukum tetap berjalan dan tidak peduli apa sumbangsihmu terhadap sekolah. Alasannya karena korban terkapar dan sangat lemas sampai-sampai dirujuk ke rumah sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Horrorr!!!
Kamu Nanya, Ketololan yang Dipertontonkan
Kamu nanya? Kamu bertanya-tanya?, sini biar aku kasi tau ya, rawwwrrrrrr. Ini adalah lawatan bagi orang-orang yang tololnya level up. Saya sendiri merasa sangat jengkel dengan keberadaan bualan ini. Tapi kok bisa ini jadi viral ya? Lho ya ndak tau kok tanya saya?
Karena viralnya kalimat yang tidak masuk akal ini, hampir semua teman saya jadi semacam kesurupan. Setiap kali ditanyain malah dijawab dengan demikian. Di situ saya sangat geram, tak luput sepasang sandal menancap di wajah teman-teman saya ketika emosi saya sudah tidak bisa dibendung. Saya bukannya tidak suka atau iri dengan karya seseorang. Saya pribadi sangat menghargai dan sudah sering sekali mengapresiasi karya teman-teman saya. Tapi tidak dengan satu ini. Ini adalah karya yang ambigu, ehh seharusnya tidak pantas disebut karya. Sebenarnya apa yang membuat kalian bisa meniru dan menjiplak kalimat dari Alif Cepmek ini?
Apa karena biar dikira nge-up aja karena bisa tau apa yang viral atau biar keren aja duluan kamu yang tau tentang viralnya suatu hal atau sebutan bagi warga TikTok adalah FYP. Atau mungkin biar dibilang keren? Weehhhh, kalian lagi sakittt! Bukan keren tapi kalian lagi diagnosis virus media.
Pikirku, hanya itu saja yang akan membodohi masyarakat, tapi datang lagi unsur kebodohan yang baru seperti “Bercsayndaaa” dan “Cukurukukk”. Sebenarnya apa yang terjadi pada bangsa ini?
Kenapa bangsa kita semenderita ini?
Bangsa yang Besar Sedang Sakit
Negara kita yang sedang dilanda hutang akibat upaya pembangunan IKN malah semakin berada di lini kehancuran karena ulah manusia yang ada pada bangsa ini. Saya melihat penyakit dan wabah ini sangat serius. Pikirku, hanya corona saja yang sadis ternyata ketololan juga. Bengisnya hampir sama dengan virus corona, hanya bedanya corona membunuh raga sedangkan penyakit ini membunuh mental dan psikis.
Sebenarnya, kalian sadar gak sih, apa yang terjadi pada negeri kita saat ini? Kalian pada ngerasa gak sih kalau yang kalian tiru itu hal yang bodoh. Itu hal yang tidak diperlukan bangsa ini. Kenapa saya katakan sakit, iya karena ilmu pengetahuan tidak dihargai dibandingkan dengan kelucuhan dan ketololan. Kita lihat saja contoh nyatanya ada seorang yang bernama Aryanto Misel yang viral karena perbuatannya mengubah air (H2O) menjadi bahan bakar untuk kendaraan bermotor dalam bentuk Hidrogen (H2). Alhasil, karena penemuannya ini Aryanto dilirik oleh Ferarri dan Ducati. Namun, sebelumnya penemuan ini tidak diberi dukungan dari dalam negeri, tapi ketika Aryanto sudah dilirik perusahaan luar negeri kemudian dari pihak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) langsung dengan gercap tanpa rasa malu mengajak Aryanto untuk menyempurnakan penemuan ini dalam negeri. Syukurnya pak Aryanto menolak ajakan itu.
Kasus ini tentang pengetahuan yang tidak dihargai oleh pemerintah dan bangsa sendiri. Berbeda dengan kisah Fajar Sadboy, yang hanya bermodalkan cengar-cengir dan nangis-nangisan aja bisa viral se- Indonesia. Hebat mana sih Aryanto atau Fajar sadboy???
Netizen, Tolong Berhenti Viralkan Kebodohan!
Sekarang sudah sangat mudah bagi orang-orang yang ingin mengakses media dan masuk ke stasiun televisi atau di undang ke podcast untuk bercengkrama. Paling sering masuk televisi biasanya para pejabat pemerintah, isu dan berita kriminal dan pesta demokrasi atau pesta pemilu. Itu sudah menjadi semacam atribut televisi untuk memancarkan siapa saja subject yang akan ditampilkan. Namun, gimana kalau yang bermodal nangis-nangis aja atau bermodal lucu tapi tolol dan tolol tapi tolol bisa masuk televisi?
Iya kan, bisa menaikkan rating televisi. Wehhh, ini bukan tentang kualitas penggandaan rating bagi stasiun televisi, tapi tentang manfaat atas apa yang ditayangkan. Gimana perasaan kalian saat pertama kali melihat Fajar Sadboy diundang ke teleivisi Nasional? Kalian iri, benci, atau senang? Kalau kalian memilih yang terakhir berarti kalianlah penghancur bangsa ini.
Media masa di Indonesia itu sangat gemar mengundang orang-orang yang aneh. Mereka dengan bangga mempertontonkan seorang bocah yang sedih-galau-patah hati karena diputusin pacar sambil nangis-nangis yang mana ini adalah konten yang tidak bermanfaat. Herannya, si Fajar ini malah semakin menjadi jadi. Sudah berapa podcast dan stasiun televisi yang mengundang Fajar? Sudah banyak sekali. Mungkin yang belum ke Indonesia Lawyer Club ya. Lho?
Kebodohan yang Booming, Ini Kata Mereka
Ada sebuah cerita dari teman saya Tasya (nama samaran – 25). Tasya bilang kalau mereka-mereka yang di undang ke stasiun televisi itu yang mana bukan orang-orang yang berprestasi itu sebenarnya ngapain sih mereka disana? kenang Tasya.
Saya sedikit tertawa mendengar Tasya bilang kayak gitu. Karena ini merupakan pertanyaan langkah. Sebagai seorang yang berpikir kritis, saya menganggap bahwa fenomena itu merupakan langkah untuk membodohi masyarkat.
Demikian pula hemat Nardo (nama samaran – 24) seorang mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Brawijaya mengatakan bahwa semuanya adalah strategi stasiun televisi dalam melancarkan efektivitas acara mereka. Walaupun acaranya tidak berfaedah tapi mereka tidak peduli yang penting adalah banyaknya jumlah viewers, ujar Nardo.
Aku agak setuju dengan narasi Nardo karena realitasnya ada pada beberapa judul berita beserta thumbnail-nya yang terlihat menggoda dan gurih padahal isinya kosong.
Gimana menurut kalian apakah bangsa ini benaran lagi sakit?