Hermeneutika: Menyingkap Makna Tersembunyi dalam Teks dan Realitas

“Hermeneutika: Menggali makna filosofi teks” menjadi dasar yang secara mendalam membahas mengenai konsep dan penerapan hermenutika dalam berbagai konteks. Telah menjadi kodratnya, bahwa manusia terlahir sebagai makhluk berpikir (homo sapiens). Manusia bukan hanya makhluk yang diberikan akal untuk berpikir, tetapi juga untuk bertanya. Manusia biasanya bertanya tentang sesuatu; sesuatu yang tidak mereka ketahui, yang membuat rasa ingin tahu tentang sesuatu itu terus tumbuh seiring dengan perkembangan fisik dan jiwa.

Hermeneutika lahir sebagai metode interpretasi untuk menyingkap simbol dan teks yang dianggap lebih mendalam tentang sebuah hakikat. Hermenutika tidak hanya menjadi sebuah metode untuk menggali makna sebuah teks atau analog teks, melainkan juga mencari sebuah teori pengetahuan untk menggarap wilayah-wilayah seperti teks, tanda, dan berbagai simbol.

Kehadiran kembali hermeneutika di lingkungan masyarakat mampu membangkitkan semangat para ilmuwan, khususnya yang bergerak pada bidang ilmu sosial dan humaniora, bahwa kebenaran tidak hanya mejadi kuasa dan milik aliran pemikiran tertentu yang berkembang di satu wilayah tertentu, melainkan juga milik orang lain yang mungkin melihat dan memperolehnya dengan cara mereka sendiri. Pada awal perkembangannya, hermeneutika digagas sebagai praksis murni yang memuat tema keagamaan, persoalan-persoalan estetika, yang membuatnya semakin dipandang sebagai metodologi filosofis. 

Bahasa merupakan unsur utama dan prasyarat utama keberadaan jati diri manusia. Antara bahasa dan manusia memiliki hubungan timbal balik yang saling menyempurnakan. Tanpa bahasa, tidak akan ada kemampuan manusia untuk meneruskan nilai-nilai dan pola perilaku, tidak hanya itu, tanpa bahasa manusia akan lebih sulit membayangkan terjadinya pengayaan budaya yang melalui pertukaran antarkelompok masyarakat. Hermeneutika romantis dengan eksemplar Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher yang merupakan seorang filsuf, teolog, dan filolog, yang dianggap sebagai bapak hermenutika modern, sebab beliau memiliki pemikiran makna tentang hermenutika yang berubah dari sekadar kajian teologi menjadi metode mamahami pengertian filsafat.

- Poster Iklan -

Hermeneutika Schleiermacher berpijak pada prinsip dasar bahwa teks, baik lisan maupun tulis, merupakan sebuah ekspresi perangkat linguistik yang mentranformasikan ide pengarang kepada para pembacanya. Dalam aspek linguistik, Schleiermacher menunjuk pada bahasa sebagai kelengkapannya dalam aspek psikis yang menunjuk pada ide subjektif pengarangnya. Filsafat hermenutika Schleiermacher mengajukan dua teori pemahaman terkait hermenutikanya, antara lain pemahaman ketata-bahasaan (grammatical understanding) terhadap semua ekspresi, kemudian pemahaman psikologis terhadap pengarang. Dari kedua pemahaman tersebut, Schleiermacher mengembangkan intuitive understanding yang operasionalisasinya merupakan suatu kerja rekonstruksi. Artinya, hermenutika berfungsi untuk merekonstruksi pikiran pengarang. 

Husserl dikenal sebagai penggagas fenomenologi, yang merupakan sebuah gerakan pemikiran yang berkembang di Jerman pada awal abad ke-20. Sebagai counter terhadap aliran positivisme, fenomenologi; artinya ialah ilmu tentang fenomena yang semuanya bermakna. Kaidah fenomenologi ialah membiarkan sesuatu itu memanifestasikan dirinya sendiri kepada kita. “Phenomenology nourishes a natural attitude of it’s own.” Jadi, bukan kita yang memaknai sesuatu, tetapi sesuatu tersebut yang mengatakan tentang dirinya kepada kita. Fenomenologi mengajarkan bahwa standar baik dan buruk, hina dan mulia, pantas dan tidak pantas, dan seterusnya bukan berasal dari ajaran moral agama atau hukum masyarakat, melainkan dari kesadaran manusia itu sendiri.

Being and Time” merupakan sebuah karya monumentalnya yang mengantarkan Heidegger menjadi salah satu filsuf besar pada abad ke-20. Heidegger menentang keras gagasan hermenutika fenomenologis Husserl mengenai netralitas sang penafsir. Penafsiran hanya dapat dilakukan dengan didahului oleh prasangka-prasangka mengenai objek. Makna tidaklah pernah tunggal dan tetap, sebaliknya yang ada adalah keragaman makna dan dinamika eksistensial. Dengan demikian, Heidegger membedakan antara pengetahuan dan pemahaman, yang menurutnya, setiap orang memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang sesuatu, tetapi pemahaman tentang sesuatu itu sedikit, karena dianggap pemahaman seolah-olah menggapai ke dalam sesuatu yang esensial dan bersifat personal. 

Di era modern, manusia tidak bisa hidup tanpa teknologi di era Revolusi Industri 4.0 saat ini. Banyak kemudahan yang didapat manusia melalui teknologi, bahkan kesejahteraan manusia sangat bergantung pada kemampuan manusia untuk menciptakan dan menggunakan teknologi. Teknologi bukanlah benda mati yang tidak bermakna, melainkan menggambarkan karakter masyarakat penggunananya.

Bagi Capurro, di balik teknologi pasti terdapat sebuah simbol, kode, dan tanda, yang bisa digali maknanya secara mendalam. Teknologi merupakan cerminan realitas masyarakat modern yang diciptakan atas dasar logika pikir manusia, yang memengaruhi pada berbagai aspek kehidupan manusia. Memanfaatkan teknologi bukan berarti mengubah makna dan tugas esensial hermeneutika sebagai metode yang memahami teks secara filosofis. Teknologi telah mengubah manusia dalam cara berpikir, hidup, berinteraksi, dan memahami dunia.

Dalam perspektif hermeneutika intensionalisme, seorang penafsir dituntut untuk mengetahui makna teks sebagaimana yang dikehendaki oleh penulis aslinya yang oleh karenanya, pengetahuan tentang konteks historis dan kultural menjadi cukup penting. Hermenutika ini mengandaikan bahwa untuk bisa menangkap kembali kebenaran teks yang ditetapkan dengan mengetahui maksud penulis aslinya. Dalam proses penafsiran, menurut Gadamer, terjadi interaksi antara penafsir dan teks, di mana penafsir mempertimbangkan konteks historisnya bersama dengan prasangka-prasangka sang penafsir, seperti tradisi, kepentingan praktis, dan lain sebagainya.

Sejak statusnya diperlebar oleh Schleiermacher, tidak hanya pada tataran epistemologi tetapi juga ontologi, wilayah kajian hermeneutika juga semakin luas, sehingga menjadi hermeneutika universal. Tidak sedikit ilmuwan muslim yang tertarik menggunakan metode hermeneutika untuk menafsirkan kandungan kitab suci Al-Qur’an. Menempatkan hermeneutika sebagai salah satu varian metode dalam memahami Al-Qur’an, hakikatnya memanfaatkan potensi intelektual manusia yang perlu dipupuk dan disyukuri.

Daya kritis penafsir Al-Qur’an tidak boleh menafikan keberadaan sang pemilik teks, yaitu Tuhan, apalagi menganggap Tuhan telah mati (God is dead), tesis yang sering didengungkan para penggagas postmodernisme. Seluruh produk penafsiran harus memperkaya khazanah Islam dan berujung pada keagungan dan kebesaran Allah, sang pemilik teks. Karena itu, mempertentangkan hermeneutika dengan metode-metode tafsir yang sudah tidak ada tidak perlu dilakukan dan dianggap sebagai kerja kontra produktif.

Melalui pembahasan yang mendalam, buku ini mampu menyajikan kajian hermeneutika secara kemperehensif, yang mencakup teori dasar, sejarah perkembangan, hingga penerapannya dalam bidang kehidupan. Meskipun membahas konsep filsafat yang kompleks, dalam buku ini penulis mampu menyajikan gagasan dengan bahasa yang cukup jelas dan sistematis. Buku ini mampu memberikan sudut pandang baru tentang bagaimana hermeneutika yang tidak hanya digunakan dalam analisis teks sastra dan agama, tetapi juga dalam memahami fenomena sosial dan politik. Meskipun terdapat pembahasan konteks Indonesia, beberapa konsep filososfis mungkin lebih mudak dipahami jika diberikan lebih banyak contoh konkret seperti ilustrasi atau contoh nyata di berbagai bidang yang lebih variatif.

Buku ini lebih mudah di akses dan di pahami oleh akademisi atau mahasiswa filsafat, sedangkan pembaca umum yang baru mengenal hermeneutika akan merasa kebingungan ketika membacanya. Buku ini juga lebih fokus terhadap kajian filosofis, dan kurang fokus pada penerapan hermeneutika dalam studi sastra atau ilmu sosial secara teknis. Terdapat sajian yang mengandung terlalu banyak informasi dalam satu bab, yang dapat membuat pembaca merasa kewalahan jika tidak memiliki dasar pengetahuan sebelumnya.

Melalui pembahasan yang sistematis, buku ini mampu menelusuri perkembanagan hermeneutika dari pemikiran klasik hingga kontemporer, serta aplikasinya dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, politik, dan tafsir agama. Hermeneutika tidak hanya sekadar metode dalam memahami teks, tetapi juga sebagai alat untuk menggali makna lebih dalam dari realitas sosial dan budaya. Dengan mengaitkan konsep hermeneutika dan dinamika politik di Inonesia, serta penerapannya dalam tafsir Al-Qur’an, buku ini menunjukkan relevansi hermeneutika dalam kehidupan modern. Secara keseluruhan, buku ini mampu menjadi referensi berharga bagi mahasiswa, akademisi, dan siapa saja yang ingin memahami bagaimana makna dalam teks dan realitas dapat diinterpretasikan secara lebih luas dan mendalam. 

Indentitas Buku

Hermeneutika Menggali Makna Filosofis Teks
Hermeneutika Menggali Makna Filosofis Teks

Judul Buku: Hermeneutika
Penulis: Mudjia Rahardjo
Penerbit: Intrans Publishing
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, September, 2020
Tebal Buku: 196 halaman
ISBN: 978-623-6709-00-9

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here