The Worst Cross
Sumber foto: CNN Indonesia

Saya bersama empat-sekawan begitu antusias untuk ikut serta dalam sekuel film High & Low: The Worst Cross. Terlibat sebagai penonton tentunya. Baru-baru ini, film yang kami tonton  lumayan populer—mungkin karena penayangan perdananya. Saya tahu akan hal itu karena di Malang banyak nian penggemar film Jepang yang berduyun-duyun memesan tiket bioskop untuk menontonnya bersama seseorang yang mereka kasihi—tapi itu berlangsung ketika pembukaan perdana film ini ditayangkan, seterusnya saya kurang tahu.

Beda cerita empat-sekawan itu menonton film bergenre tawuran ini di salah satu bioskop yang ada di kota Gresik—penayangan hari ke sembilan. Ketika film diputar, yang duduk di barisan penonton hanya kami berempat. Tak ada batang hidung orang yang tak saya kenal dalam ruangan itu.

Saya tidak akan menceritakan bagaimana awal hingga akhir mengenai film ini, karena saya beranggapan bahwa tindakan mem-spoiler merupakan perilaku yang tercela dan halal jika diganjar dosa ringan. Akan tetapi, secara garis besar, terdapat satu benang merah yang cukup menarik untuk saya ulas. Anggap saja benang merah ini saya tarik secara asal-asalan, namun sarat akan kecocoklogian. Saya berasumsi ini adalah rahasia umum. Namun, belum ada riset secara sungguh-sungguh. Satu-satunya riset yang ada ialah riset kecil-kecilan yang saya lakukan. Hanya berbekal satu gambar meme yang saya temukan di internet.

Dalam meme tersebut, dipaparkan sebuah perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Namun fokus pembahasan kali ini lebih condong kepada film yang saya sebut di awal tulisan, dan bagaimana film tersebut berhasil membikin laki-laki seolah-olah ikut dalam laga “tawuran” yang disuguhkan dalam film.

Perempuan membuat skenario sebelum tidur: bahwa dia akan bertemu pangeran dengan keadaan jatuh terkulai dalam tadahannya dengan posisi mata mereka saling bertatapan. Romantis. Manis. Sungguh skenario sebelum tidur yang penuh dengan bianglala dan kembang gula. Sedangkan laki-laki memimpi-skenariokan: bahwa dirinya adalah aktor laga yang sepersekian detik lagi akan menghajar satu kompi pasukan musuh yang ada di seberang. Seperti dalam film Jepang yang seiras dengan film yang saya tonton di Gresik baru-baru ini. Film yang saya maksud adalah film Crows Zero dengan lakon ikoniknya yaitu Takiya Genji yang dibintangi oleh Shun Oguri.

Dalam riset random iseng yang saya gagas, saya menjumpai beberapa teman laki-laki dan teman perempuan terkait lamunan atau apa yang ia skenariokan sebelum tidur. Saya sodorkan gambar meme yang saya maksud, kemudian Sekitar enam dari 10 perempuan sependapat dengan lamunan bertemunya mereka dengan pria idaman, dan sembilan dari 10 laki-laki juga menyetujui atas apa yang ia lamunkan. Ya, berkelahi, tindakan heroik, dan sejenisnya.

Dari sudut pandang laki-laki, mengenakan style modis dengan potongan rambut mengkilap berwarna menyala sambil menggasak-tendangi musuh yang berakhir dengan kemenangan berkelahi adalah sesuatu yang menyenangkan sekaligus memuaskan. Maka dari itu, dalam sekuel High & Low: The Worst Cross ini, kami para laki-laki mendapatkannya. Kepuasan hati dan kenikmatan akan lamunan heroik yang selama ini kami skenariokan. Namun, diperlukan kedewasaan juga dalam menyikapi film ini. Seperti: seusai nonton, jangan bertindak seolah-olah kamu adalah bagian dari geng SMA Oya, atau SMK Senomon, atau SMA Kamasaka, atau SMA Ebara; keluar bioskop jangan berjalan dengan langkah yang lebar sambil memasang mata melotot seakan-akan menantang kelahi orang-orang sekitar.

Ah, saya kelepasan mem-spoiler film ini sedikit. Inilah akhir dari tulisan ini. Jika kamu perempuan, apa benar sering melamunkan seorang pangeran? Jika kamu laki-laki, apa benar film bergenre “tawuran SMA” dari Jepang ini dapat mewujudkan skenario heroik yang biasa kamu lamunkan?

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here