Sore itu, terlihat hilir mudik baik di jalan besar maupun di gang-gang perumahan. Di bulan Syawal selepas bulan ramadan orang banyak melakukan silaturahmi dengan keluarga dekat, keluarga jauh maupun para tetangga. Momen idulfitri dijadikan sarana untuk saling bermaaf-maafan di antara mereka. Inilah tradisi baik yang tetap terjaga hingga abad modern ini, bahkan tradisi ini telah menjelma menjadi kekuatan sosio-kultural yang memengaruhi psikologis orang tetang ketenangan batinnya manakala telah berjumpa dengan para sanak-kerabat maupun mengunjungi makam para leluhurnya. Lebih dari itu, banyak para ekonom yang memberikan penjelasan bahwa tradisi silaturahmi saat idulfitri sebagai penanda awal bulan Syawal ini telah pula menggerakkan perekonomian bangsa. Sungguh luar biasa.
Dalam tradisi ini yang perlu kita catat adalah “instrumentasi” silaturahmi, yaitu dapat dipastikan bahwa di setiap rumah selalu tersedia makanan lebaran beserta minumannya. Baik makanan basah maupun makanan ringan. Makanan basah bisa banyak sekali ragamnya yang berbentuk kue atau kudapan. Tak jarang pula setiap keluarga yang datang dapat dipastikan diberi hidangan makanan berat yang berbentuk nasi, ketupat atau lontong lengkap dengan opornya atau dengan menu lain yang tentu setara “kelasnya” dengan menu opor. Belum lagi makanan penutupnya yang juga bisa dikatakan “makanan berat” karena mengenyangkan, misalnya kudapan serabi, bakpao ataupun makanan-makanan yang mulai dianggap modern seperti roti ataupun pastry dengan segala jenisnya. Dan tentu aneka minuman yang terus terang dan bersungguh-sungguh dapat dikatakan sangat nikmat, memberi kesan dan kenangan tersendiri. Apalagi ini dilakukan di rumah orang tua maupun kerabat lainnya saat mudik dalam rangka silaturahmi lebaran.
Lepas dari dua alinea di atas yang menyuguhkan penjelasan aktifitas dan kenikmatan makanan, maka kini kita bisa sedikit berpikir secara sederhana tentang makanan yang jumlahnya sangat banyak. Kenapa? Karena hampir setiap rumah selalu menyediakan makanan baik yang berkatagori berat maupun sedang dan ringan. Bahkan dalam beberapa kali silaturahmi, saat hendak pulang sangat sering diberi oleh-oleh si-empunya rumah. Katanya agar dapat dibuat “nyemil” dalam perjalanan atau untuk “mengganjal perut” setiba di rumah.
Dengan asumsi begitu, saat sampai di rumah kita belum dapat menyiapkan beragam makanan untuk anggota keluarga. Meskipun saat ini sudah tersedia pemesanan makanan melalui aplikasi online. Namun demikian, pembelian makanan secara online tetaplah belum bisa dikatakan memenuhi kelengkapan urusan “logistik” dalam sebuah rumah tangga, apalagi jika para anggota keluarganya masih didominasi oleh generasi lumayan senior dan sepuh, untuk tidak mengatakan bagian dari generasi X.
Kembali ke urusan makanan tadi, yang dibawa ke rumah sebagai oleh-oleh maupun yang dihidangkan saat silaturahmi ternyata banyak yang bersisa. Kenapa bersisa? Karena hampir setiap rumah selalu menyediakan makanan. Mungkin inilah yang bisa dikatakan dengan ungkapan kelebihan makanan saat momentum silaturahmi di bulan Syawal. Apakah salah? Tentulah tidak. Karena jamuan makanan tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada tamu yang disuguhkan dengan sangat ikhlas dan dengan perasaan bangga yang tiada tara karena telah menyajikan makanan atau hidangan kepada saudara dan handai taulan yang telah datang bersilaturahmi.
Tentu, juga bukanlah sebuah persoalan bahwa ada kelebihan makanan yang masih sangat layak untuk dimakan. Namun, diperlukan suatu kearifan untuk memaksimalkan pemanfaatannya agar makanan yang bersisa dapat juga dinikmati orang lain, sehingga tidak ada lagi makanan yang mubazir.
Sisa makanan yang kita definisikan sebagai kelebihan makanan akan memberikan efek tersendiri bagi kita semua baik sebagai orang atau keluarga yang menyediakan makanan untuk acara silaturahmi maupun para penikmat makanan saat silaturahmi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk memaksimalkan kelebihan makanan tersebut agar dapat menambah spirit beramal jariyah melalui jalan apapun dan bahan atau barang apapun yang dapat digunakan atau dimanfaatkan orang lain untuk mempertebal ukhuah sebagai sesama anak manusia di muka bumi ini. Selamat menikmati kupatan lebaran. Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir batin.