kota perjumpaan

Hening tak terasa. Riuh pun tak terasa. Hanyalah jiwa yang merasakan denyut kehidupan yang fana ini. Bait-bait inilah yang terucapkan dalam sebuah perhelatan yang diselenggarakan komunitas sastra Kalimetro, beberapa tahun yang lalu, sebelum pandemi menghunjam di seluruh muka bumi yang fana ini.

Di suatu malam, saat pandemi sedang berlangsung, dengan temaram lampu yang menghiasi ruangan semi terbuka, berkumpullah sekelompok orang mulai dari musisi, pengamat, penikmat maupun mereka yang hanya sekadar datang untuk bercengkerama karena sudah lama tak bersua sambil menikmati petikan dawai, suara seruling dan suara baritone dari seseorang yang menampilkan musikalisasi puisi dalam sebuah acara yang bertajuk Renjana Talk: Membincang Seni dan Kota.

Malam itu mengalir obrolan dengan “gayeng” yang dihadiri tak lebih dari tiga puluh orang. Pertemuan itu sungguh memberikan hal baru tentang relasi dan interaksi antar manusia di sebuah kota. Sebuah kota bukan hanya sebagai tempat saja, namun sebuah kota harus “hidup dan meghidupi”. Dikatakan hidup karena semua orang yang tinggal di sebuah kota selalu aktif dan dinamis untuk membangun kota dari beragam perspektif.

Sebuah kota dikatakan menghidupi, karena kota tersebut memberikan kebebasan kepada setiap insan untuk berkembang, bergerak, belajar, dan berinteraksi satu sama lain tanpa melihat latar belakang dan asalnya. Semuanya melebur menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan kotanya. Semuanya menyatu satu sama lain. Tak ada lagi perbedaan yang membedakan asal usul, semuanya telah menjadi satu kesatuan “budaya” dan bahkan memperkuat karakter budaya yang telah tumbuh subur dalam sebuah kota. Itulah kota perjumpaan.

Kota perjumpaan bukan sekadar orang perorang berjumpa dalam suatu tempat. Orang perorang berinteraksi dalam segala hal atau orang perorang saling mengenal. Kota perjumpaan bukanlah sekadar hal tersebut, melainkan banyak hal mulai dari yang filosofis sampai hal-hal yang dianggap tidak filosofis, seperti mengenal nama daerah atau mengenal nama jalan yang ada di sebuah kota.

Bahkan kota perjumpaan juga dapat dimaknai sebagai sebuah perjumpaan bagi setiap insan, baik sebagai perkawanan maupun yang kemudian berubah menjadi sebuah ikatan keluarga.

Banyak orang sering mengatakan bahwa kota perjumpaan ini selalu berkonotasi kepada hal-hal yang “sangat berat”, seperti tentang nilai filosofis maupun karakter sebuah kota. Namun, dalam tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan hal-hal yang biasa saja, misalnya tentang makanan khas ataupun tentang tempat membeli barang yang dulu begitu sepi tetapi sekarang menjadi padat, ramai, dan hiruk pikuk.

Perubahan itu terjadi entah karena kedatangan orang-orang “baru” maupun karena keluarga yang bermukim di sana telah beranakpinak. Sehingga tak ayal lagi, kota telah berubah. Jumlah orang di kota juga berubah, dan semua hal di dalamnya telah berubah, termasuk masalahnya pun juga telah berubah.

Jika dahulu suatu daerah begitu gelap, kini telah ramai. Jika dahulu daerahnya sepi, kini telah ramai-sesak. Jika dahulu jalan-jalan protokol bisa dilalui pejalan kaki dengan berlenggang kangkung, kini jalannya telah sesak dan bahkan macet. Pejalan kaki sampai tidak berani menyebarang jalan karena padatnya lalu lalang kendaraan dengan kecepatan tinggi. Itulah kota yang telah berubah.

Tentu, perubahan ini tak perlu dirisaukan. Apalagi sampai dianggap sebagai ancaman bagi para penghuninya. Namun perubahan ini mesti dipahami sebagai sebuah keniscayaan yang mestinya kita arifi bersama, menjadi sebuah kekayaan yang mesti dipikul secara bersama-sama. Perubahan ini janganlah dipandang semata sebagai sebuah “kejutan” perkembangan kota, namun perubahan ini perlu dijadikan spirit untuk terus-menerus membangun kota yang tetap nyaman, santun, dan tentu berbudaya.

Tak ada sesuatu hal yang tak berubah. Semuanya akan terus berubah. Kota perjumpaan seperti kota Malang ini akan terus mengalami perkembangan yang tiada akhir. Terus berubah. Terus berkembang sesuai dengan zamannya.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here