Di Indonesia, pergumulan mengenai kolonialis vs antikolonialis masih terus berlanjut baik di lingkungan yang besar dan yang kecil, entah pada teks maupun di luar teks. Buku Max Havelaar menjadi angker dalam setiap pembahasan tentang apa-apa yang terjadi pada dekade-dekade tindakan penindasan rakyat Belanda terhadap pribumi.
Banyak upaya-upaya menelisik bunyi apa yang sebenarnya keluar dari buku fenomenal Max Havelaar, anggitan dari Multatuli tersebut, setelah pengutaraan Pramodya Ananta Toer yang ‘konon’ berlainan pada kondisi riil dalam isi teks buku Max Havelaar.
Acara yang betajuk “Membaca Kembali Max Havelaar” adalah termasuk usaha untuk menengok lagi wilayah mana yang sebenarnya disentuh Multatuli, dan benturan paham yang mana yang menengarai Pramodya Ananta Toer berujar demikian. Secara rinci, acara ini mutlak membincang apa yang ada pada buku Max Havelaar, juga anasir-anasir yang beririsan dengan isu substansial buku tersebut.
Diselenggarai atas kerja sama antara Semilir Media, Kalimetro Shop, Komunitas Kalimetro, dan kedai kopi Kalimetro. Acara ini akan diadakan pada;
Tanggal : 28 Januari 2023
Waktu : 15.00 WIB
Tempat : Kalimetro, Jl. Joyosuko Metro No.42, Merjosari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang
Pada acara “Membaca Kembali Max Havelaar”, Janwan Tarigan akan berdiri sebagai pemantik. Acara akan berlangsung semi-eksklusif, dengan membuka gerbang kuota yang terbatas dari pihak luar dan yang diundang.
Buku Max Havelaar merupakan karya yang ditulis oleh Eduard Douwes Decker, atau yang akrab dikenal Multatuli. Buku ini mengungkap tindak penindasa para penjajah Belanda terhadap rakyat pribumi di Nusantara. Buku ini juga disebut-sebut sebagai kritik telanjang akan sikap kesewenang-wenangan Belanda pada masa-masa penjajahan.
Maka dari itu, sebagian besar orang menganggap bahwa buku Max Havelaar adalah karya yang menolak kolonialis. Sementara yang lainnya menyangsikan itu. Tapi betulkah keduanya? Entahlah, kita tilik saja sama-sama.