Bagi saya, tidak ada penantian yang lebih menyenangkan saat hari pertama puasa, selain menanti datangnya kumandang adzan maghrib. Orang awam seperti saya ini memang terlalu jauh jika harus mengejar level puasa orang saleh. Lha gimana? Baru saja saya menyelesaikan makan sahur, tapi sudah diajak berdiskusi menu untuk berbuka puasa sama istri.
Sebenarnya ingin sekali meningkatkan level puasa saya. Tapi pikiran ini tidak bisa berbohong, karena mulai jam dua belas siang sampai selesai ashar, selalu berimajinasi tentang makanan yang akan saya santap ketika berbuka puasa nanti. Apalagi saat berada di bawah matahari yang begitu terik, saya sudah membayangkan segarnya meneguk segelas es kelapa muda atau es buah saat berbuka puasa nanti.
Menjelang ashar, imajinasi ini sudah berubah lagi, karena perut terasa meronta-ronta. Kali ini imajinasi saya adalah menyantap nasi yang disiram kuah sayur lodeh lengkap dengan ayam goreng dan sambal terasi. Tak ketinggalan “kriuk” kerupuk juga tiba-tiba melintas begitu saja di alam imajinasi saya.
Energi “rakus” saya semakin menjadi-jadi saat menit-menit menjelang berbuka puasa. Bagaimana tidak? Sajian rupa-rupa makanan sudah tersaji dengan rapi dan menggoda di meja makan. Es kelapa muda, sayur lodeh, sambal terasi, ayam goreng, tempe goreng, bakwan jagung, pisang goreng, dan macam-macam lainnya terhidang sangat indah di depan mata.
Sudah pasti ketika mata ini memandang sajian seindah itu, di pikiran saya sudah tersusun rapi jadwal makanan yang saya santap. Yang pertama ini, kemudian itu, itu, itu, dan pokoknya menu itu menjadi target yang harus disantap habis sebagai balasan menahan diri untuk tidak bersantap makanan selama pagi hingga sore hari tadi.
Selang beberapa detik tibalah suara adzan maghrib yang terdengar lirih dari kejauhan. Tidak salah. Inilah waktunya. Dimulai dengan menyeruput es kelapa muda yang begitu menggoda sejak siang hari tadi, disusul dengan pisang goreng yang sudah ada di tangan, sambil mata ini tidak henti-hentinya melototi makanan yang sudah saya jadwalkan dalam pikiran untuk dilahap.
Entah mengapa perut ini tampaknya tidak sinergi dengan alam imajinasi sebelum buka puasa tiba. Setelah menyeruput satu gelas es kelapa muda ditambah dengan makan satu pisang goreng, perut ini sudah merasa cukup kenyang dan mulai menolak untuk menerima asupan makanan lainnya. Meskipun demikian, saya tidak putus asa untuk menambah sepiring nasi yang lengkap dengan sayuran lodeh dan ayam goreng. Baru habis separuh piring, badan ini entah mengapa terasa begitu lemas, sehingga dengan susah payah harus menghabiskan nasi yang sudah terlanjur saya ambil tadi.
Setelah berbuka puasa saya terdiam dan merenung. Sambil berpikir mengapa saya tidak mampu menghabiskan atau sekedar mencicipi semua menu yang tersaji sangat indah tadi. Padahal seharian saya merasakan lapar yang sangat dahsyat. Akan tetapi, dengan segelas es kelapa muda dan pisang goreng saja, nampaknya perut ini sudah terasa sesak. Tidak “sekosong” yang saya prediksikan sebelumnya.
Keyakinan untuk dapat memasukkan semua makanan ke dalam perut tampaknya harus sirna dengan fakta yang ada. Imajinasi saat lapar tampaknya tidak berbanding lurus saat mulut ini menerima seteguk air dan secuil kue. Semua yang dibayangkan tiba-tiba hilang dalam sekejap.
Buka puasa kali ini menjadi pelajaran berharga bagi saya. Manusia selalu berpikir tentang keinginan yang harus terpenuhi, meskipun kebutuhannya sebenarnya sudah tercukupi. Kerakusan manusia untuk “memiliki ini”, “mengikuti itu”, “mencapai target itu”, “menguasai itu”, dan sebagainya, yang terkadang ia sendiri tidak akan mampu untuk menampung nya sendiri. Jika keinginan itu terus dipaksakan untuk segera dipenuhi, sebenarnya dapat menyiksa manusia itu sendiri.
Karena mengikuti imajinasinya itu, akhirnya manusia melupakan hal yang fundamental sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Di tengah harapan dan imajinasi yang tumbuh dari pikiran manusia, sebenarnya ada “batasan” kemampuan yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia.
“Cukup”, menjadi kata yang harus saya pegang untuk menjalani kehidupan ini. Menyiapkan menu buka puasa secukupnya, memenuhi kebutuhan hidup secukupnya, mencapai target hidup secukupnya dan yang penting semuanya tercukupi lah, hehehe. Tulisan ini pun pada akhirnya harus saya “cukupkan” sampai di sini dulu, sampai jumpa pada tulisan-tulisan saya berikutnya….