Agama
Sumber foto: suara.com

Perkembangan zaman semakin menggeser dunia ke era lebih modern dari sebelumnya. Bukan hanya pada teknologi saja, tetapi dampaknya juga merasuk pada peradaban dan aktivitas agama manusia. Pengaruhnya pun berdampak pada strata atau kelas bawah, menengah, dan atas.

Kala itu, terik matahari mulai menyapa sang pagi. Debu-debu pun mulai ramai keliar di jalanan. Sebuah senarai dibuka dalam ruang diskusi layar. Bertajuk pada fenomena tersebut, agenda bedah buku Agama Kelas Menengah dengan tema “Mendayung Kesalehan dan Gaya Hidup” pun diselenggarakan.

Agenda ini dikemas dalam ragam acara INtalk Intras Publishing yang secara langsung digelar di zoom meeting. Diskusi ini turut dihadiri oleh tokoh-tokoh intelektual yang mahir di bidang keagamaan dan teori-teorinya. Digelarnya agenda ini tak luput dari kerja sama Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.

Perwara mengawali agenda dengan basmalah, dilanjutkan dengan sambutan-sambutan, kemudian masuk pada acara inti. Abdul Rachman Sopyan, S.Pde., MH. selaku moderator pun dipersilahkan untuk mengambil alih. Kajian buku Agama Kelas Menengah mulai dibahas oleh sang penulis.

Dr. Rofhani, M.Ag., selaku penulis, menyampaikan kisi dari buku ini. Adalah bermula dari adanya fenomena unik yang marak terjadi di kehidupan manusia, terutama kelas menengah. Beliau mengamati keseharian para kelas menengah, mulai kegitan sehari-hari, ekonomi, hingga privasi.

Pengamatan yang dilakukan sejatinya mengungkapkan keunikan dari ekspresi beragama ditinjau dari perkembangan era modern saat ini. “Ekpresi beragama yang unik dalam ruang budaya dan konsum rezim,”sebutnya pada helatan pagi itu.

Sumber foto: Instagram/Intrans Publishing

Aktivitas kaum hawa pun yang jadi sasaran pengamatan. Alasannya yakni perempuan disinyalir memiliki keaktifan lebih dalam bentuk market keagamaan dibandingkan kaum adam. Contohnya seperti keberagaman gaya berbusana kaum hawa, shopping, dan pengajian.

Ekspresi beragama dituang dalam berbagai bentuk yang sifatnya menentukan kesalehan agama mereka. Penggunaan mukenah misalnya, tidak disadari kaum hawa cenderung pemilih dari segi harga, kegunaan, bahkan style atau fesyen. Dengan kata lain, ekspresi ini secara tidak langsung menunjukkan identitas keagamaan mereka.

Namun, buku tersebut dianggap sudah habis masanya sebab sejatinya berawal dari sebuah naskah karya ilmiah yang dilakukan sebelum pandemi. “Maka dari itu, adanya perubahan signifikan dan perkembangan yang terjadi,” tutur Dr. Rofhani. Kendati begitu, fenomena yang dikaji tampaknya masih relevan dengan keadaan saat ini.

Kini langit kian cerah, baskara pun mulai meninggi dari titik sebelumnya. Beberapa menit sudah diskusi dihelat, tetapi tentu saja perbincangan ini belum final sebab dihadirkannya Wasisto Raharjo Jati sebagai pembedah. Peneliti pusat riset politik BRIN itu mengulas kembali substansi dari buku Agama Kelas Menengah.

Menurutnya, buku tersebut menawarkan celah riset yang tidak dilakukan pada penelitian sebelumyua. Kelas menengah dalam keberagaman merupakan bentuk kesadaran bahwa Islam tidak hanya sebagai agama, tetapi juga pandagan hidup. ditinjau dari gaya hidup, kelas menengah memiliki pilihan dalam menunjukkan eksistensi, identitas, maupun pencitraan.

Sumber foto: kediri.jatimtimes.com (Suasana pengajian)

Adanya komodifikasi agama dan santriisasi yang ditunjukkan. Orientasi kei-Islaman dan kesalahan kelas menengah lebih mementingkan estetika daripada etid beraama. Ekspresi keberagaman pun ditunjukkan melalui budaya, seperti budaya menenteng mukenah, mengaji privat atau kolektif, budaya membawa tasbih, membaca al-Qur’an digital, berbusana syar’i, dan sebagainya.

Adapun tiga kelas yang diungkapkan dalam buku tersebut, yakni pertama, mereka yang konsisten dalam beragama. Kedua, mereka yang beragama sosial, seperti mengonsumsi busana muslimah. Ketiga, mereka yang beragama secara personal seperti syar’i dan hijrah.

Meskipun banyaknya kelebihan dan materi yang didapatkan dalam buku tersebut terkait bagaimana keberagamaan kelas menengah, buku ini masih berfokus pada ranah yang kecil yaitu perempuan. Padahal, kelas menengah dapat dikaji dalam pandangan luas dengan menyertakan kaum adam, misalnya.

Perbincangan berjalan kurang dua jam tak terasa. Beberapa pertanyaan pun terlontar dari bibir pemirsa zoom meeting. Sayangnya, sang pembedah buku, Wasisto Raharjo Jati, harus pamit undur diri terlebih dahulu.

Angka sepuluh kini telah mendekati dua belas. Tak selang berapa lama, diskusi ini pun diakhiri dengan suka cita. Ucap terima kasih dan senyum sapa yang sudah tradisi, jadi perjumpaan agenda INtalk kali ini.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here