Merdeka
Sumber foto: Rubrik Bahasa

Memaknai merdeka menjadi isu yang tak ada habisnya. Pandangan lawas mengatakan kalau setiap orang punya cara tersendiri memaknai kemerdekaan. Satu contoh kasus, Kritik Rocky (RG) kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berbuah heboh di ruang publik. Sebagian masyarakat mewajarkan tindakan RG karena menilai di negara demokrasi, setiap individu merdeka berekspresi dan menyatakan buah pikirannya. Di sisi lain, sebagian kelompok mengecam pernyataan RG, bahkan melaporkannya ke polisi dengan delik pencemaran nama baik. Perdebatan itu kian memanas, terlebih menjelang tahun politik yang kental kepentingan.

Pada titik itu, pemaknaan demokrasi dan kemerdekaan yang jernih dan esensial menjadi penting. Benarkah RG menyimpangi kemerdekaan atau justru ia menggugat kemerdekaan sebagai warga negara kala melihat penyimpangan negara dari jalur cita-cita kemerdekaan kita? Sebelumnya, perlu kita pahami makna dari merdeka itu sendiri.

Mahardika

Bila ditelusuri dari asal-usulnya, kata merdeka menyerap bahasa Sansekerta yaitu kata “mahardika”. Dalam kitab Nitisastra IV:19 berbunyi: “Yan wanten sira sang dhaneswara, surupa guna dhanakulina. Yan tan wada, maharddhikeka pangaranya sira putusi sang pinandita”. Artinya, “Jika ada orang kaya, tampan wajahnya, pandai, banyak harta benda, bangsawan dan muda, tetapi tidak mabuk karenanya, ia itu adalah orang yang bijaksana, seseorang yang berbudi mahardika (telah bebas dari soal keduniaan)”.

Kata mahardika dalam bahasa Sansekertamaharddhi’ berarti “kemakmuran, kekuasaan, kesempurnaan, besar, sangat makmur, kuasa”. Mahardika mengarah pada kehidupan spiritual yang menampilkan sikap atau cara hidup teguh dalam kebenaran. Kehidupan spiritual seperti ini terwujud karena budi pekerti yang luhur. Sementara itu, bila mahardika dipandang sebagai suatu istilah filsafat mempunyai arti “berkualitas istimewa, luar biasa, khas, unggul, sempurna, berbudi luhur, orang bijaksana, orang suci”.

Mardijkers

Selain bersumber dari kata mahardika, bila ditelusuri dari sejarah politik Indonesia, kata merdeka juga merupakan serapan “verbastering” (perubahan) dari bahasa Belanda. Dalam buku De Indische Archipel berbahasa Belanda disebut kata “mardijkers” artinya “vrijgelaten slaaf” (pembebasan dari perbudakan). Munculnya kata Mardijkers ini punya sejarah di negeri Belanda.

Di sebuah kampung kecil di dekat Duinkerken, Belanda, terdapat kawasan yang dihinakan dan dikenal sebagai kawasan busuk. Di sana bersarang para bajak laut bangsa Spanyol yang acap merampok para pelayar dari Negeri Belanda. Mereka yang dirampok lalu dijadikan tawanan oleh para bajak laut. Tak sedikit dari tawanan tersebut yang berusaha melarikan diri dari tempat busuk itu. Mereka yang berhasil “bebas dari perbudakan” bajak laut bangsa Spanyol di tanah Mardijk itu kemudian disebut sebagai Mardijkers.

Kata Mardijkers selanjutnya akrab dipakai di negeri Belanda untuk memberi pengertian terlepas dari perbudakan, penindasan, penjajahan. Pula selanjutnya, setelah kolonial Belanda menjajah bangsa Indonesia selama tiga abad lebih, kata Mardijkers disinyalir menjadi asal-usul kata merdeka. Secara pemaknaan memang keduanya punya esensi serupa; bebas dari penjajahan.

Merdeka
Sumber foto: Writingpedia

Merdeka Sebagai Jembatan

Dalam bernegara, kita sepakat memperingati kemerdekaan tatkala sebagai negara-bangsa kita terlepas dari penjajahan. Tepat pada 17 Agustus 1945 silam, Indonesia berdaulat secara politik. Lalu, selepas terbebas dari penjajah, apa selanjutnya. Apakah kemerdekaan sudah benar-benar bersemayam dalam jiwa setiap anak bangsa? Tentu tak cukup sampai di situ. Kemerdekaan tidak pernah final, ia harus terus dirawat dan diperjuangkan.

Bung Karno dan bung Hatta memaknai kemerdekaan lebih dari kemerdekaan politik. Kata bung Karno, “kemerdekaan yang sempurna adalah berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan”. Jadi, menurut bung Karno, kemerdekaan politik merupakan satu dari tiga pilar kemerdekaan. Karena itu, bung Karno lugas menyatakan bahwa kemerdekaan politik hanyalah sebagai jembatan yang dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke gelanggang perjuangan kemerdekaan sesungguhnya; mewujudkan cita-cita bernegara.

Selaras dengan pendapat bung Karno, makna kemerdekaan sejati bagi bung Hatta tidak cukup hanya merdeka dari penjajahan. Ucap bung Hatta, “Indonesia merdeka bukan tujuan akhir kita. Indonesia merdeka hanya syarat untuk bisa mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat”. Untuk mewujudkan cita-cita demokrasi dan kemerdekaan sejati itu, lanjut bung Hatta, perjuangan politik saja tidaklah cukup, tetapi harus pula dijalankan bersamaan dengan perjuangan demokrasi dan kemerdekaan ekonomi. Tujuannya agar kebahagiaan dan kemerdekaan itu bukan hanya milik segelintir orang saja, melainkan menjadi milik bersama secara berkeadilan.

Jadi, terang bahwa kemerdekaan, dalam konteks bernegara, adalah ketika tujuan bernegara terwujud. Dalam Pembukaan UUD 1945 diamanatkan bahwa tujuan Negara Indonesia untuk melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Kini, 78 tahun sudah Indonesia merdeka. Sejauh mana tujuan bernegara terwujud?

Melihat realitas kini, kemerdekaan masih menjadi milik segelintir orang dan kelompok. Kemakmuran dari sisi ekonomi Indonesia misalnya berada di bawah kekuasaan elite. Dengan kata lain, hanya sedikit orang Indonesia yang punya ekonom mapan. Data Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan (TNPK) pada 2019 memperlihatkan jurang ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia; “1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional”. Ini artinya cita-cita kemakmuran diikuti kebahagiaan bagi seluruh rakyat Indonesia seperti cita-cita kemerdekaan sejati yang disampaikan bung Hatta belum tercapai, bahkan jauh dari itu.

Sebabnya beraneka jenis, salah satunya karena penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan diri sendiri seperti korupsi dan eksploitasi alam. Jika ditelusuri lebih jauh, salah satu faktor terjadinya korupsi adalah karena keserakahan, di samping faktor sistem politik. Individu tamak justru memanfaatkan kemerdekaan dalam arti bebas mengakumulasi kapital dengan segala cara, termasuk melalui jalan korup. Hal itu terjadi karena kemerdekaan tidak didasari kemanusiaan dan tidak adanya sistem yang mengharuskan keadilan ekonomi bagi setiap rakyat.

Padahal, bila ditelusuri lebih dalam, kemerdekaan bermakna politik sekaligus spiritual (ihwal moral).

Merdeka Adalah Paduan Mahardika dan Mardijkers

Para pejuang Republik menggunakan kata mahardika sebagai identitas kebangsaan, yang kala itu mengambil sikap nonkoperatif dengan penguasa Hindia Belanda. Padahal, jika ditilik dalam sastra nusantara, kata mahardika tidak mengandung makna terbebas dari perbudakan dan antikolonialisme.

Oleh sebab itu, dari dua sumber kata merdeka di atas, pemaknaan merdeka akan lebih esensial bila makna keduanya dipadukan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mahardika berarti berilmu; cerdik, pandai, bijak. Sementara itu, kata merdeka berdasarkan KBBI berarti bebas dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya; dan berdiri sendiri. Jadi, merdeka yang berdaulat secara politik (marddijkers) dan merdeka yang terus mengisi kemerdekaan selaras tujuan bernegara beralaskan kemanusiaan dan keadilan sosial.

Kemerdekaan sejati ialah ketika mardijkers (berdaulat secara politik) selaras dengan mahardika (mempergunakan kemerdekaan untuk kemanusiaan). Karena itu, perjuangan mengisi kemerdekaan masih berlangsung dan harus terus diupayakan. Jika hanya berdiam, kemerdekaan politik itu sama saja kosong. Bagai kata Erich Fromm dalam buku Escape From Freedom: “kebebasan akan menjadi sesuatu yang merepotkan jika tidak tahu apa yang mesti dilakukan”. Kita mesti berbuat. Laksana Rocky Gerung berbuat mengingatkan pemerintah yang telah diamanahi rakyat (untuk menjalankan pemerintahan mewujudkan cita-cita bernegara) dengan tujuan agar tetap di jalur menuju kemerdekaan sejati. Sebab, merdeka berarti memerdekakan, tentu dengan nilai-nilai mahardika.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here