Mengatasi Keberatan: Seni Negosiasi dalam Penjualan
Mengatasi Keberatan: Seni Negosiasi dalam Penjualan

Ada satu momen Saya mendampingi proses marketing untuk sebuah tempat makan menu ayam, harganya 30 ribuan per porsi. Ada juga proses pendampingan untuk brand yang menjual sepatu, harganya 300 ribuan per pasang. Kemudian ada kisah pendampingan toko yang menjual HP, dengan produk entry level berbanderol 3 jutaan. Ada kisah juga menjadi pendamping marketing biro umroh, jualan paket 30 jutaan. Sampai ada juga mendampingi developer perumahan, dengan harga 300 jutaan per unit.

Apa ada beda ya cara berpikir jualan barang 30 ribuan dengan barang 300 jutaan?

Jelas dan pasti ada, yakni pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan setiap penjualan. Timbang menimbang dan mendang mendingnya pasti beda dalam proses yang dilalui sang prospek dari minat awal, sampai kemudian beneran beli dan transaksi.

Sama sama harganya kepala tiga, namun beda nol yang berdampak pada beda nominalnya.

- Poster Iklan -

Dalam proses penawaran, kemungkinannya cuman di sekitar situ-situ saja. Kalau nggak beli, ya palingan nolak, dan ada situasi nanggung di tengah tengah, yakni ada harapan yang masih ditimbang-timbang.

Kalau orang beli, sudah jelas, berujung pada transaksi. Kalau orang nolak, jelas juga, dia tidak ada minat atau kebutuhan. Kalau orang bimbang dan ngambang? Nah, itulah satu kondisi yang disebut : keberatan.

Jangan dipepet dan jangan dipaksa. Orang bimbang dan ngambang, justru perlu diungkap dan dipahami, dia ada keberatan dalam hal apa?

Orang pada akhirnya beli, itu umumnya terjadi karena kombinasi 3 hal : kebutuhan, daya beli, dan keputusan.

Dia ada butuh pada produk Kita, ngeklik dan relate, yang Kita jual dan tawarkan, eh kebetulan memang cocok dan sesuai dengan yang dia cari dan butuhkan.

Meski butuh, juga kudu ada daya beli, karena daya beli membuat prospek jadi punya wewenang dan kuasa, layak untuk belanja, karena ada uangnya. Kalau pengen dan gak ada uang, ya pasti melambat dan ngempet.

Meski butuh dan punya daya beli, belum tentu juga beli ke Kita, jika yang bersangkutan tidak mengambil keputusan, bahwa kebutuhan dan duit yang dia punya, akan dibelanjakan ke Kita.

Nah, jika diantara 3 tadi ada yang belum terpenuhi, disitulah sesungguhnya keberatan terjadi.

Bagaimana jika ada prospek calon konsumen yang memiliki keberatan? Tentu dia akan menunda keputusan membeli pada Kita. Ungkap dulu, apa yang menjadi keberatan. Ibarat dokter, Kita akan kesulitan memberikan perawatan dan obat yang tepat, kalau gagal mendiagnosis gejala dan penyebab sakitnya apa.

Penawaran yang Kita berikan, dan keberatan yang dikemukakan oleh calon konsumen, adalah start awal masing-masing untuk menjadi bahan negosiasi, istilahnya ketemu di tengah. Tentu, negosiasi barang harga 30 ribuan, lebih simpel daripada negosiasi barang harga 300 jutaan.

Keberatan biasanya tidak jauh-jauh dari perihal : keberatan harga, keberatan sistem pembayaran, atau keberatan terkait promo, dalam artian promo dianggap tidak cukup menarik untuk diperjuangkan.

Bayangkan angka 1 sampai 5, penjual mintanya di angka 5, pembeli mintanya di 1, nah, negosiasi bisa di tengah pas di angka 3, atau bisa juga ke angka 2 jika posisi tawar pembeli lebih kuat, atau di angka 4 jika posisi tawar penjual lebih kuat, intinya luwes, nggak usah terlalu kaku kayak kanebo kering, karena yang penting jalan dan terlaksana dulu, dengan rumus :

“Sedikit, dikali banyak, dikali sering”

Keuntungan ambil sedikit, jumlah pembelian banyak, frekuensi pembelian sering.

Ada kalimat yang sering digunakan :

“Namanya Penawaran, Ya Memang Untuk Ditawar.”

Nah, kalau calon konsumen mengeluhkan keberatan, sebisa mungkin Kita ringankan dengan negosiasi.

Dan ada ruang negosiasi yang sudah bisa Kita kalkulasi, dan bisa Kita berikan pada calon konsumen, bahkan tanpa mereka meminta.

Nama ruang negosiasi yang dimaksud adalah : promo.

Kita bahas di tulisan berikutnya.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here