film keramat

Pada 2021 lalu dunia perfilm-an Indonesia dikejutkan dengan sebuah film dengan konsep yang unik berjudul Persepsi. Persepsi adalah film horor thriller yang mengusung konsep first person point view. Konsep itu membuat penonton merasakan keterlibatannya dalam film seperti layaknya aktor. 

Film itu mengingatkan saya pada Keramat, film horor Indonesia yang tayang pada tahun 2009. Salah satu film horor dari awal tahun 2000-an yang sangat fenomenal, dan memorable. Salah satu alasannya adalah konsepnya yang berbeda serta ceritanya yang berlatar budaya namun tetap segar.

Film Keramat adalah film dengan konsep found footage pertama di Indonesia. Hampir mirip dengan Persepsi namun bedanya Keramat tidak menempatkan penonton di posisi sudut pandang orang pertama. Film Keramat lebih memilih untuk menjadikan kameramen sebagai tokoh utamanya. Mungkin dari sinilah ungkapan “kameramen selalu selamat” muncul. Dan perbedaan lain adalah sesuai namanya found footage, bahwa footage dari filmnya adalah hasil dari kamera yang ditemukan di lokasi sedangkan dalam ceritanya para pemeran itu sudah menghilang.

Keramat disutradarai oleh Monty Tiwa sekaligus menjadi pemeran cungkring sang kameramen. Keramat sendiri bercerita tentang projek pembuatan sebuah film. Para kru dan aktor kemudian pergi ke daerah Jogjakarta. Di sana mereka menginap di sebuah tempat penginapan yang dari segi tampilan terlihat tradisional. 

Di tempat itu sang aktris Migi yang sudah merasa tidak enak badan dari awal kedatangan merasakan hal-hal aneh. Para kru dan sang kameramen pun merasakan apa yang Migi rasakan. Kejanggalan-kejanggalan tersebut memuncak ketika Migi kerasukan dan menghilang. Dari sana mereka berusaha mencari Migi dan satu persatu dari mereka hilang di tengah hutan.

Konsep semacam ini sudah sering dipakai di film-film horor di luar negeri. Sebut saja The Blair Witch Project dan REC. Dua film tersebut merupakan dua film terbaik dalam genre ini. Keduanya begitu realistis, dan memberikan kesan seram yang berbeda. Film dengan pengambilan gambar amatir dan sembari berjalan memberikan kengerian tersendiri dan kadang membawa penonton untuk ikut mempercayai doktrin dari film tersebut.

Karena memberikan sudut pandang yang unik bagi penonton, menjadikan jumpscare di filmnya lebih natural dan seperti tidak dibuat-buat seperti pada film horor pada umumnya. Ketakutan yang dibangun sangat intens. Psikologi penonton dimainkan dengan peristiwa-peristiwa tidak terduga. Serta rasa penasaran tentang bagaimana para pemeran bertahan dalam film menjadikannya lebih disukai penikmat horor, termasuk saya.

Mengutip dari Joko Anwar, bahwa film horor yang bagus adalah film yang karakternya mampu menarik simpati penonton dan Keramat melakukannya dengan baik. Mia dengan wataknya yang keras, idealis dan ambisius membuat saya merasa kesal namun karena aktingnya itu membuat saya bersimpati pada karakter lain. Migi yang lugu juga sangat pas untuk dijadikan objek makhluk supranatural. Dan tokoh-tokoh yang lain juga menurut saya begitu kuat membawakan watak dan karakternya. Semuanya punya pembawaan yang ideal dan itu membuat penonton bersimpati.

Pecinta film horor Indonesia sempat dibuat excited dengan kehadiran sekuel film ini. Dengan judul Keramat 2 : Caruban Larang tentunya menumbuhkan ekspektasi tinggi bagi para penonton film yang pertama. Namun pada kenyataannya film sekuel yang masih digarap oleh Monty Tiwa ini kurang memenuhi ekspektasi publik. Penonton yang sengaja datang dengan ekspektasi tinggi agaknya sedikit kecewa dengan performa filmnya. Meskipun menurut saya film itu cukup baik. 

Salah satu alasan mengapa film keduanya kurang sukses barangkali terletak pada persepsi penonton. Mereka membawa memori film pertama dan kemudian secara tidak sadar membandingkan pengalaman menonton film pertama dengan film kedua. Hal tersebut tidak salah memang, tapi melihat dari jalan ceritanya, film kedua tentu saja punya pendekatan yang agak berbeda mengingat dua film ini dibuat di zaman yang jauh berseberangan. Selain itu keramat dua juga bukanlah lanjutan cerita film pertama, mereka datang dengan cerita baru. 

Keramat menjadi film yang sukses menghantui para penontonnya hingga saat ini. Selain memorable karena konsepnya, plot cerita serta setting nya yang menarik menjadikannya mudah diterima. Kedekatan dengan kondisi spiritualitas masyarakat Indonesia yang masih percaya mistis juga menjadi salah satu faktor.

Penulis berharap semakin banyak film horor Indonesia yang bukan hanya sekedar menjual hantu, namun juga konsep yang baru. Tidak hanya ikut-ikutan trend luar negeri namun mempunyai formula yang tersendiri. 

Beli Alat Peraga Edukasi Disini
Previous article7 Rekomendasi Buku Bacaan di Bulan Ramadan
Next articleLaptop
Imam Khoironi. Lahir di desa Cintamulya 18 Februari 2000. Masih mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris di UIN Raden Intan Lampung. Punya cita-cita jadi terkenal. Tidak terlalu suka seafood dan kucing. Penggemar mi ayam dan bakso garis keras ini suka nulis sejak SMA. Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding (ada di tokopedia). Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai online seperti Simalaba.com (lainnya googling sendiri) dan media cetak seperti Malang Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Banjarmasin Pos, Bangka Pos, Denpasar Post, Pos Bali, Bhirawa, dan lainnya. Puisinya masuk dalam buku Negeri Rantau; Dari Negeri Poci 10 dan banyak antologi puisi lainnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here