Gol A Gong merupakan nama pena dari penulis dengan nama asli Heri Hendrayana Harris. Gol A Gong adalah sastrawan asal Purwakarta, Jawa Barat yang lahir pada 15 Agustus 1965. Sastrawan ternama ini memiliki nama pena dengan makna yang cukup dalam. Nama penanya pemberian dari ayahnya, Harris dan ibunya, Atisah.
Kedua orang tuanya adalah guru. Orang tuanya memberikan nama Gol A Gong atas rasa syukur dan harapan. Nama Gol diberikan oleh ayahnya sebagai ungkapan syukur atas karyanya yang diterima penerbit. Sedangkan, nama Gong merupakan harapan dari ibunya agar tulisannya dapat menggema seperti bunyi alat musik gong. Dan A diartikan sebagai “semua berasal dari Tuhan”. Maka, nama Gol A Gong dimaknai sebagai “kesuksesan itu semua berasal dari Tuhan”.
Makna dari nama Gol A Gong yang diberikan oleh orang tuanya, benar-benar terwujud bagai sihir. Puluhan tulisannya berhasil diterbitkan, dan deretan penghargaan yang diraihnya adalah buktinya. Namun, penulis produktif yang masih eksis hingga sekarang ini ternyata pernah mengalami peristiwa yang membuatnya harus kehilangan tangan kirinya.
Peristiwa itu terjadi ketika umurnya masih 11 tahun, tepatnya di dekat Alun-Alun Kota Serang. Kecelakaan tersebut terjadi ketika dirinya sedang bermain dan mencoba meloncat dari atas pohon. Namun, kecelakaan tersebut tidak membuatnya sedih dan ia akhirnya menjadi penulis berkat dorongan dan motivasi dari sang ayah.
Selain orang tua, Gol A Gong juga memiliki keluarga kecilnya sendiri. Keluarganya ia bentuk bersama wanita asal Solo, bernama Tias Tatanka, yang ia nikahi ketika dirinya berumur 33 tahun.
Penulis seri novel “Balada Si Roy” ini juga memiliki pengalaman kerja sebagai penulis di beberapa stasiun TV dan majalah. Pada tahun 1989 hingga 1990, ia bekerja di Gramedia Majalah tepatnya di HAI dan Warta Pramuka. Pada tahun 1993 hingga 1995, ia bekerja di Tabloid Karina. Pada tahun 1995 hingga 1996, ia bekerja sebagai script wiriter di Indosiar. Pada tahun 1996 hingga 2008, ia bekerja sebagai senior creative di RCTI, dan pada tahun 2008 hingga 2010, ia bekerja sebagai assistant manager di Banten TV.
Gol A Gong juga aktif dalam kegiatan organisasi. Ia aktif dalam Rumah Dunia yang didirikannya sejak 1998 hingga sekarang. Dirinya sering membuka kelas menulis juga di komunitas tersebut yang biasanya dihadiri dari berbagai kalangan, mulai dari tukang gorengan, tukang roti, tukang nasi uduk, bahkan hingga pemulung. Selain di menjabat sebagai presiden Rumah Dunia, ia juga merupakan anggota Dewan Pertimbangan Forum Lingkar Pena sejak tahun 2000 hingga sekarang. Ia juga pernah menjadi ketua umum Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat pada tahun 2010 hingga 2015 dan pada tahun 2015 hingga 2020 ia ditunjuk sebagai penasehat Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat. Jabatan ketua umum Dewan Perpustakaan Provinsi Banten pun pernah ia emban pada tahun 2017 hingga 2018.
Sebagai penulis, Gol A Gong memiliki segudang karya. Judul karya-karya novelnya, antara lain adalah Balada Si Roy buku Joe (1989), Balada Si Roy buku Avonturir (1990), Balada Si Roy buku Rende-vouz (1990), Balada Si Roy buku ke Bad Days (1991), Balada Si Roy buku ke Blue Ransel (1991), Balada Si Roy buku ke Telegram (1992), Balada Si Roy buku ke Kapal (1993), Balada Si Roy buku ke Traveler (1993), Balada Si Roy buku ke Epilog (1994), Happy Valentine (1991), Bangkok Love Story (1994), Surat (1994), Pada-Mu Aku Bersimpuh (2001), Biarkan Aku Jadi Milikmu (2001) dan masih banyak lagi.
Gol A Gong juga membagikan ilmunya seputar kepenulisan melalui buku-bukunya, yakni Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup (2008), Rahasia Penulis Hebat Menciptakan Karakter (2011), Rahasia Penulis Hebat Membangun Setting Lokasi (2012), dan Rahasia Penulis: Bukan Sekadar Tips Menulis (2019). Saat ini ia diamanahi sebagai duta baca nasional menggantikan Najwa Shihab.
Duta Baca Indonesia ini pun menerima banyak deretan penghargaan di sepanjang karirnya. Pada 2005 tokoh penggerak literasi nasional itu menerima penghargaan dari Islamic Book Fair Award. Pada 2007 ia menerima penghargaan Hugraha Jasadarma Pustaloka. XL Indonesia Berpretasi Award (2008), Literacy Award dari Komunitas Literasi Indonesia (2009), National Literacy Prize dari Kemendiknas (2010), Elshinta Award (2010), Tokoh Penggerak Literacy, IKAPI (2011), Anugerah Peduli Pendidikan dari Kemdiknas (2012), Tokoh Sastra Indonesia dari Balai Pustaka-Horison (2013), Anugerah Kebudayaan (2014), Buku puisinya yag berjudul “Air Mata Kopi” berhasil masuk 10 besar di “Hari Puisi Indonesia 2014, dan Literasi Antikorupsi, KPK (2016).