Festival Sastra Kota Malang 2023

Berangkat dari “kekeringan” akan literatur kesusastraan, menuju haus  berkata lewat sastra, begitulah kira-kira kata pengantar yang dilontarkan oleh salah satu pemuda dalam sesi bincang “Yang Muda yang Mencipta: Menggali Potensi Proses Kreatif di Malang”. Sesi ini merupakan awal dari rangkaian acara hari kedua Festival Sastra Kota Malang 2023 yang dilaksanakan di kedai Kopi Tani, Jumat ((20/10/2023).

Menyinggung soal pemuda, tak lengkap rasanya jika tidak menyandingkan potensinya. Demikian halnya dengan pemuda-pemudi yang menjadi pembicara dalam sesi “Yang Muda Yang Mencipta”. Yohan Fikri, Michael Djayadi, Dewi R. Maulidah, Imarotul Izzah, dan Lusiana Dwi Andini adalah beberapa di antaranya. Sesi ini membincangkan proses kreatif mereka dalam berkarya selama di Malang.

Michael memaparkan proses kreatifnya dalam mencipta puisi. Dimulai sejak 2019, Michael mengenal sastra hingga dirinya kini dikenal sebagai salah seorang penyair muda asal Malang. Dalam perjalanan proses kreatifnya, ia melakukan penciptaan secara otodidak dan berkiblat pada penyair-penyair terdahulu yang menginspirasinya. Setelahnya kemudian, ia bergabung dan bergiat bersama Komunitas Pelangi Sastra yang menjadi muara bagi para penggiat sastra di Malang seperti dirinya.

Tak berbeda jauh dengan Michael, Yohan juga demikian. Bagi Yohan, Malang adalah ruang untuk belajar dan berkarya. Latar belakang Yohan yang berasal dari pendidikan bahasa Indonesia dan Daerah tak lantas memuaskannya dalam berkarya. Ia justru melalang buana mempelajari dan berkarya, khususnya puisi, melalui komunitas Langit Malam di Ponorogo.

Proses kreatif penciptaan puisi pertama Yohan dimulai ketika ia menerbitkan antologi puisi bersama melalui komunitas tersebut. Hingga kini ia telah melahirkan banyak puisi yang telah dibaca hingga penjuru tanah air. Kabar terbaru, ia baru saja menerbitkan kumpulan puisi berjudul Tanbihat Sebuah Perjalanan.

Berbeda dengan Michael dan Yohan yang menulis puisi, Ima merupakan seorang penulis naskah film yang juga bergelut di dunia drama teater. Ima menjadikan proses kreatif menulis sebagai selingan di tengah kepenatannya bekerja. Ima mengaku  ketertarikan awalnya dalam dunia tulis-menulis sangat dipengaruhi oleh cerpen-cerpen terbitan Kompas. Berangkat dari kegemarannya membaca cerpen-cerpen itu, ia mencoba menulis cerita pendek. Salah satu cerpennya yang berjudul Jamu Gendong memiliki peminatnya sendiri hingga dialihwahanakan menjadi film pendek bertajuk Ora Srawung Mati Suwung. Meski jatuh bangun dalam proses kreatifnya, Ima pada akhirnya berhasil meraih penghargaan, salah satunya SeaShorts Film Festival sebagai Emerging Film Maker.

Festival Sastra Kota Malang 2023
Para pembicara bercerita tentang proses kreatif dalam berkarya

Di sisi lain, dalam acara ini turut hadir juga Lusiana, seorang pengajar sekaligus penulis naskah, penulis lagu musikal, sutradara pementasan dan penyanyi. Salah satu karyanya yang berhasil mencuri perhatian yaitu pementasan drama musikal bertajuk Hai, Nona-Nona! Terinspirasi dari isu kesehatan mental yang sedang melanda kalangan muda, lahirlah tokoh Nona Layang-Layang, Nona Penari, dan Nona Bayang-Bayang yang mewakili inner child seorang manusia. Ketiga tokoh ini begitu ciamik membangun chemistry yang mewakili tiga orang yang sedang memendam inner child masing-masing sehingga perlu berdamai dengan dirinya sendiri. Ke depannya, Lusi bersama timnya tidak menutup kemungkinan akan come back dengan pementasan yang lebih anyar.

Tak terlewatkan, ada Dewi, seorang penyair dari Kota Gresik. Ia juga seorang pemerhati kesenian di tengah polemik keterbatasan pelestarian seni budaya di daerah asalnya. Ketika mengenyam pendidikan di Malang, ia gemar mengunjungi perpustakaan untuk mempelajari proses kreatif menulis para pujangga atau penyair angkatan lama hingga menginspirasinya dalam menulis puisi dan cerpen. Hingga pada tahun 2014 silam, Dewi menerbitkan puisi-puisinya melalui penerbit mayor secara digital. Ia bahkan menjadi salah satu dari 10 penulis favorit dalam kumpulan puisi berjudul Daun-Daun Rasa. Setelahnya ia menerbitkan buku kumpulan puisi lain berjudul Pemeluk Angin yang diterbitkan oleh Penerbit pelangi Sastra.

Selain sebagai penyair, Dewi juga berpengalaman sebagai wartawan sekaligus fotografer konten di media acaraapa.com. Ia juga pernah terpilih sebagai peserta residensi penulis atas inisiasi Komite Buku Nasional yang diselenggarakan di Makassar. Hasil risetnya selama satu bulan di sana akan dipresentasikan dalam pekan kebudayaan Nasional yang diselenggarakan pekan depan.

Akhir kata, proses Kreatif mereka tak hanya akan berakhir di sini. Harapannya ke depan akan lahir karya-karya kreatif dari pemuda-pemudi lainnya yang mampu menghidupkan potensi kekaryaan di bidang seni dan budaya, khususnya di Kota Malang. Karena sebagaimana yang disebutkan oleh para pembicara, Malang adalah rumah yang hangat dan menggairahkan sehingga memantik inspirasi dalam mencipta.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here