Mental
Sumber: Prosehat

Apakah kita pernah mendengar atau bahkan melihat orang-orang di sekitar kita sering bertengkar, berteriak, sampai-sampai mengeluarkan kata‑kata cacian? Tentu fenomena habits semacam ini tidak tiba-tiba muncul, pasti ada faktor penyebab dari latar belakang sosial-lingkungan dalam kehidupan kita. Kondisi seperti ini yang kita sebut sebagai “gangguan mental” pada tingkat sosial.

Kekinian acap kali kita terjerumus ke dalam gangguan mental yang tanpa kita sadaridampaknya sangat bersifat “dangerous” bagi diri kita sekaligus berimbas pada orang terdekat. Memang terlihat spontan dan gampang jika kita membicarakan tentang isu kesehatan mental. Namun, isu ini penting tapi sering terabaikan. Karena itu, kita perlu mengenali literasi gangguan mental sehingga kita lebih mampu mencintai diri sendiri.

Mari dengan seksama kita menjelajahi isu kesehatan mental ini, khususnya terkait dengan gangguan produktivitas dan sosialitas yang termenung dalam diri kita masing-masing. Karena isu serupa terbilang memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pikiran, perasaan, dan perilaku bagi seseorang yang mengidap “kondisi medis” desease.

Gejala dan Dampak

Sama halnya dengan sebagian penyakit lainnya yang tidak pernah lepas dari dampak dan sebab munculnya sebuah penyakit, namun di sini gangguan mental bukanlah sebuah penyakit yang susah diobati.

Gangguan Mental itu sendiri muncul karena pengaruh virus biologis, tekanan sosiogenik dan somatogenik. Hmmm, tetapi yang lebih melekat adalah karena pengaruh genetik yang memukau pada somatogenik. Misalnya, anak‑anak yang mendapat kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual usia dini, juga kurangnya kasih sayang dari orang terdekat bisa sangat memicu pengaruh seseorang akan merasa depresi berat hingga merusak tumbuh kembang pikirannya.

Iya, meskipun dampaknya bukan terjadi sekarang, tetapi lambat laun pasti akan terjadi ketika orang itu beranjak dewasa. Dan dipastikan akan ter-lihat dari sifat dan tingkah lakunya kelak. Mulai dari mengalami-ketakutan dan tentunya akan menarik diri dari keluarga, pertemanan dan lingkungan akibat mendapatkan bullying dan Body Shaming misalnya yang sangat menusuk dan bahkan sangat membekas pada diri seseorang  atau disebut krisis identitas yang merupakan dampak yang paling serius.

Karena itu, kerapkali seolah melucuti rasa percaya diri seseorang dan kemudian bisa memicu resiko seperti depresi atau kecemasan, bipolar, juga dapat menurunnya nafsu makan dan minat, serta kesulitan berkonsentrasi karena tekanan stigma yang di‑peroleh. Sayangnya, kondisi semacam ini masih mendapat-perhatian-minim dari orang ”terdekat”.

Ada sebuah kisah nyata yang dialami teman perempuan saya yang sempat mengalami depresi dan bipolar yang terbilang sangat menyakitkan. Kita sebut saja namanya “ Anisa”. Anisa ini berasal dari keluarga yang hidupnya sederhana dan berkecukupan.

Sumber foto: Parapuan

Sayangnya, kondisi “Kedamaian-Keseimbangan-Keharmonisan-Kerukunan” hampir tidak bisa ditemukan lagi dalam lingkup rumah-nya. Dia sering mendapat kekerasan dari orang-tuanya, juga sering di anak-tirikan dalam keluarganya. Sedangkan, dia merupakan anak paling sulung. Mengikuti alur waktu, Anisa semakin terpukul dan merasa tidak pernah mendapat kasih sayang yang pantas sebagai layaknya seorang putri kandung dari kedua orang-tuanya.

Hingga suatu ketika dia nekat melucuti tangan kirinya dengan pisau kecil sampai terluka dan lukanya lumayan parah. Ya, karena saya sempat diperlihatkan foto luka-nya. Di sebuah lingkungan sosial juga dia sering mendapat diskriminasi terkait body-shaming yang membuatnya seketika murka dalam kesendiriannya. Anisa juga beberapa kali mendapat pelecehan dari orang-orang terdekatnya, namun dia tidak berani berbicara lantang atau “Speak-Up”  layaknya Marsinah atapun Najwa Sihab, hehehe kok jadi kesana ya.Singkatnya seperti itu gambaran kisah dari Anisa yang mungkin akan menginspirasi kita semua, mudah-mudahan.

Atasi agar Tidak Mengakar

Seperti yang dilakukan oleh Anisa sendiri sudah termasuk dalam trik dan cara mengatasi individu yang terkena gangguan mental. Iya, menceritakan kisah pedih kepada kawan dan orang terdekatnya agar bisa melepaskan penat yang terselubung. Hal ini juga dapat membangun komunikasi dan kepercayaan terhadap orang terdekat, dan bisa menjalin kekerabatan lebih harmonis. Bisa juga dengan menanamkan pikiran positif dan melakukan kebajikan terhadap sesama, dan jangan lupa mengonsumsi makanan yang sehat dan bernutrisi, seperti yang di sampaikan oleh @redaksidoktersehat.

Walaupun banyak khalayak yang lebih memilih untuk mendiamkannya saja daripada menyalurkan keluhnya kepada orang lain dan merasa bahwa itu juga termasuk cara mengatasinya, iya tidak salah juga sih. Akan tetapi, yang disarankan adalah menyalurkan beban pikiran dengan menceritakan kepada orang lain lebih ampuh dalam menjaga kesehatan mental.

Sebagai contoh, jika anda memikul sebuah kardus besar yang berisikan buku sebanyak lima puluh eksemplar iya harus ada yang bantu biar lebih ringan. Cara yang lain juga seperti melakukan meditasi atau mendaki gunung sangat berpengaruh dalam menjaga imajinasi untuk mengekarkan kondisi otak. Iya, sesekali luangkan waktu untuk menikmati panorama alam dengan ber-camping dan climbing. Sebagai seorang yang hidup mandiri.

Saya sendiri sering merasa bahwa mental saya terganggu. Selain menceritakan keluh kepada orang terdekat, saya melampiaskannya kepada hobi dan karya seperti menulis dan membaca. Iya, usahakan untuk tidak terlalu bergantung pada gadget. Karena saya sendiri pernah merasa bahwa sebagian diri saya hancur ketika terlalu lama tekun di media sosial. Padahal, saya tidak melakukan bisnis melalui media sosial. Saya hanya menonton video memes lucu dan sesekali bermain game. Sangat tidak berguna ya kalo dipikir lagi, hehehe.

Selain melakukan hobi, dengan lingkungan yang jauh dari kata toxic juga sangat membantu kita untuk menyembuhkan diri dari stigma mental itu sendiri. Saran saya ya jangan melakukan hal monoton yang bisa menghambat tumbuh kembang pikiran dan nalar kita. Karena dewasa ini banyak sekali orang-orang di sekitar saya, yang lebih memilih mengonsumsi zat adiktif; alkohol-rokok, untuk menenangkan diri. Hmmm, hal ini terbilang sangat ekstrim bukan? Oh jelas, ini sangat brutality.

Ketika putus cinta misalnya, kawan saya sebut saja Mario, yang acap sering mabuk-mabukan entah itu di kos, club maupun di pantai. Dia merasa legah dan adem ketika mengonsumsi zat adiktif tersebut. Manakala dia tidak memikirkan dampak buruk yang akan terjadi pada dirinya di-kemudian hari. Bego gak sih? Sangat Bego.

Saran keras dari saya secara personal agar saya dan kalian jangan mengikuti trik dan cara yang bodoh seperti Mario. Karena itu hanya akan menambah dan merawat gangguan mental kita tetap beranjak. Iya, kita semua memiliki masalah pribadi dan sosial yang hampir sama, entah itu finansial ataupun internal family. Tapi kita harus bisa mengontrolnya. Carilah celah jalan keluarnya agar bisa sedikit bebas menatap dunia yang hampa ini.

Sekian tarian kalimat dari saya semoga bermanfaat dan bisa sedikit menyembuhkan gangguan mental yang menyelimuti kita semua. Terima kasih banyak!

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here