Grebeg Pancasila merupakan tradisi tahunan masyarakat Kota Blitar yang dilaksanakan setiap bulan Juni. Dikutip dari laman instagram @pemkotblitar, tradisi Grebeg Pancasila bermula dari sebuah gagasan beberapa seniman, antara lain Pratigno (Alm.), Andreas Edison (Alm.), Lik Hir (Alm.), Bagus Parto Purwanto, Suko, dan Amang Makmur.
Adanya gagasan dari para seniman dan budayawan tersebutlah yang kemudian mendasari pemikiran para seniman dan budayawan Kota Blitar untuk berupaya merealisasikan dan terus melesarikan tradisi Grebeg Pancasila.
Setelah menghadiri Ritus Bedhol Pusaka Nagari pada tanggal 31 Mei 2022 malam, tepat tanggal 1 Juni saya mengunjungi Aloon-Aloon Kota Blitar untuk menyaksikan ritus Upacara Budaya. Nuansa Aloon-Aloon Kota Blitar saat itu berbeda dengan hari-hari biasanya. Di setiap penjuru Aloon-Aloon dihiasi dengan pernak-pernik budaya yang amat kental dengan nilai estetika, seperti adanya janur kuning dan gunungan lima yang ditata berjejer di tengah lapangan.
Kostum adat yang dikenakan oleh seluruh petugas upacara pun menambah rasa sakral akan budaya. Pada Upacara Budaya ini, juga Ditampilkan aksi tari-tarian daerah, seperti tari jaranan yang diiringi musik karawitan, serta aksi peran seperti drama tradisional.
Dalam penutupan upacara pagi itu, Walikota Blitar menyampaikan rasa syukur karena dapat melaksanakan serangkaian tradisi Grebeg Pancasila, setelah selama dua tahun sempat absen karena pandemi covid-19. Selain itu, Walikota Blitar meminta masyarakat Kota Blitar agar turut mengedepankan persatuan dan kesatuan, serta gotong-royong sebagaimana yang tertulis dalam sila ketiga Pancasila.
“Menyikapi realitas bangsa akhir-akhir ini yang terpenting adalah persatuan dan kesatuan. Hal ini sejalan dengan sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. Selain itu, semangat gotong-royong harus terus kita jaga dalam upaya bangkit dari dampak pandemi, seperti kata pepatah ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Semua akan terasa ringan, jika dilakukan bersama-sama dan saling membantu”.
Ritus Upacara Budaya kemudian dilanjutkan dengan Kirab Gunungan Lima. Gunungan lima yang akan dikirab ini merupakan hasil karya dari setiap kelurahan dan kecamatan yang ada di Kota Blitar. Gunungan lima yang dimaksud adalah sayur-mayur dan buah-buahan yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk sebuah kerucut dan menyerupai bentuk gunung.
Makna dari gunungan lima ini adalah mensyukuri nikmat atas negara Indonesia yang merupakan negara agraris/ kaya terhadap hasil pertanian. Kirab Gunungan Lima ini berawal dari Aloon-Aloon Kota Blitar menuju makam Bung Karno.
Walau jalan cukup sulit dilewati karena dipadati oleh masyarakat, saya tidak ingin ketinggalan untuk melihat Ritus Kenduri Pancasila yang dilakukan di area makam Bung Karno. Sesampainya di area makam, terlihat kenduri yang dilaksanakan secara lesehan atau duduk beralaskan tikar. Ritus Kenduri Pancasila ini merupakan ritus terakhir dari serangkaian tradisi Grebeg Pancasila.
Tujuan pelaksanaan ritus ini adalah sebagai bentuk rasa syukur atas kelancaran yang diberikan dalam melaksanakan serangkaian tradisi Grebeg Pancasila. Adanya Kenduri Pancasila, juga bermaksud mempererat tali silaturahmi antar umat beragama.
Yang membuat saya tertarik dari ritus terakhir ini adalah adanya perebutan hasil bumi/ sayur-mayur dan buah-buahan (gunungan lima) oleh seluruh masyarakat yang hadir saat itu. Masyarakat harus rela berdesak-desakan dan berlomba-lomba untuk mendekati gunungan lima dan menarik sayur-mayur, serta buah-buahan satu persatu. Tak sedikit sayur seperti wortel, terong, dan sawi yang terpelanting jauh karena antusiasme masyarakat.
Dengan habisnya sayur-mayur dan buah-buahan yang berhasil diperebutkan masyarakat, maka berakhirlah tradisi tahunan Grebeg Pancasila.