“Berani karena benar,” untaian kata yang mencerminkan sosok Mochtar Lubis; seorang aktivis, penulis, dan wartawan yang berani menyuarakan kebenaran tanpa kompromi dalam sejarah empat era‒masa Kolonialisme, Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi‒(Tempo Institute, 2021). Melalui kisah hidupnya kita dapat menjelajahi lika-liku perjalanan inspiratif dari seorang pemberani yang menjadi ikon jurnalisme.
Mochtar Lubis lahir pada 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera Barat. Pendidikannya dimulai di Sekolah Bumiputera atau Hollandsch-Inslandsche School (HIS)‒setingkat SD‒yang berada di sungai Penuh, tanah Minangkabau. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan formalnya di Bukittinggi pada Sekolah Ekonomi Partikelir yang didirikan oleh S.M. Latif. Di sekolah itu, pelajaran berfokus pada ekonomi, bahasa, matematika, dan politik. Dari sinilah ketertarikan Mochtar kecil pada politik tumbuh. Ia gemar membaca karya-karya pemikir ulung seperti Karl Max dan Adam Smith (sekalipun gagasan keduanya berseberangan), serta mempelajari gagasan Soekarno, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir (Nurdiansa, 2019).
Setamat dari Sekolah Ekonomi Partikelir, Moctar Lubis berlabuh di pulau Nias menjadi seorang guru. Ia mengajar dengan semangat nasionalisme kepada murid-muridnya. Alih-alih diapresiasi, semangat itu justru membuatnya kehilangan profesinya lantaran dianggap sebagai ancaman oleh pemerintah kolonial Belanda (Kompas.com). Namun, siapa sangka, kondisi itu mengantarkan Mochtar merantau ke Jakarta, titik awal perjalanannya menjadi seorang ahli tulis penyuara kebenaran tanpa gentar.
Suara Merdeka
“Banyak orang yang takut hidup menghadapi kebenaran, dan hanya sedikit orang yang merasa tak dapat hidup tanpa kebenaran dalam hidUpnya.”
Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, melalui tulisan-tulisannya, Moctar Lubis mengungkap ketidakadilan dan menantang penguasa kolonial Belanda.
Tak berhenti di situ, tepat setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kantor berita Antara yang didirikan Adam Malik jadi tempat Mochtar Lubis awal mula berkarier sebagai wartawan. Berselang beberapa tahun kemudian, Mochtar dan Hasjim Mahdan merintis surat kabar Indonesia Raya. Lubis dipercaya sebagai pemimpin redaksi Harian Indonesia Raya. Ia dikenal berani mengkritik pemerintah Orde Lama tanpa basa-basi. Akibatnya, surat kabar Indonesia Raya dibredel dan Mochtar dihukum penjara tanpa melalui pengadilan (Marhaenpress, 2022).
Peran jurnalistik teramat penting menjaga demokrasi; sebagai ruang bagi suara rakyat, menyampaikan kritik kepada pemerintahan, dan menyoroti isu-isu terabaikan. Karena itu, perjuangan Mochtar sebagai jurnalis tetap hidup kendati sering coba dimatikan oleh rezim. Ia beberapa kali ditahan dan diinterogasi oleh pemerintah saat menulis artikel atau menyuarakan pendapat yang kontroversial. Meskipun menghadapi tekanan dan risiko tersebut, ia tetap teguh dalam prinsip-prinsipnya dan terus menyuarakan kebenaran yang diyakininya.
Kisah hidup Mochtar Lubis adalah cerminan keberanian dan keteguhan hati dalam menghadapi ketidakadilan;pahlawan yang membawa perubahan melalui jurnalisme dan tulisan-tulisannya. Perjuangan dan dedikasinya menyambung suara-suara mereka yang terpinggirkan. Kisah hidupnya mengingatkan kita akan pentingnya kebebasan berekspresi dan kekuatan kata-kata untuk mencapai perubahan.
Rekaan
Mochtar menulis karya jurnalistik berupa artikel dan opini, serta buku berjenis novel faksi. Pada 1950, Mochtar menulis novel bertajuk Senja di Jakarta. Buku ini menggambarkan suasana Jakarta pada masa transisi dari penjajahan Belanda menuju kemerdekaan dan awal kemerdekaan. Dengan jernih, Mochtar menggambarkan konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, perjuangan individu dalam menghadapi perubahan sosial dan politik, serta kemiskinan yang menyelimuti negeri di awal kemerdekaan (Lubis, 2009).
Kemudian pada 1952, novel Jalan Tak Ada Ujung terbit, yang mengangkat tema kemiskinan, keadilan sosial, dan konflik kelas di tengah ketegangan di awal kemerdekaan Indonesia. Melalui kisah seorang pemuda yang berusaha mencari jati dirinya dalam masyarakat yang penuh ketidakadilan, Mochtar Lubis mengkritik sistem sosial yang tidak adil (Lubis, 2016).
Salah satu karyanya yang termasyhur adalah novel Harimau! Harimau! Yang dirilis pada 1968. Novel ini merupakan salah satu karya paling terkenal Mochtar Lubis. Ceritanya mengisahkan perjuangan seorang wartawan yang berani mengungkap kebenaran dan menghadapi konflik sosial di Indonesia pada masa itu (Lubis, 1992). Uniknya, untuk mencapai keberanian, setiap orang harus terlebih dulu membunuh harimau yang ada di dalam dirinya: mengalahkan ego karena setiap orang pernah berbuat kesalahan maka hendaknya kita bercermin dan tidak menghakimi kesalahan orang lain (Anton Kurnia, 2017). Karya ini dinominasikan untuk Penghargaan Nobel Sastra pada 1998.
Karya-karya tersebut beberapa contoh dari banyak kreasi Mochtar, yang menunjukkan ketajaman analisis sosial dan pemahaman mendalam tentang kondisi masyarakat Indonesia. Melalui tulisannya, ia menghadirkan narasi yang kuat dan mengajak pembaca untuk merenungkan isu-isu penting dalam masyarakat. Karya-karyanya memberikan kontribusi yang signifikan dalam perkembangan sastra Indonesia dan memperluas wawasan pembaca mengenai masalah-masalah sosial dan politik yang relevan.
Horison
Mochtar Lubis memiliki hubungan yang erat dengan Majalah Horison, sebuah majalah sastra dan budaya terkemuka di Indonesia yang berdiri sejak 1966. Ia mendirikan majalah tersebut bersama H.B. Jassin, Taufik Islami, Arief Budiman, Goenawan Muhammad, sebagai wadah para sastrawan menuangkan dan menyebarluaskan gagasannya. Melalui kolom-kolomnya di Majalah Horison, ia berbagi pandangan dan pemikiran tentang sastra, budaya, dan isu-isu sosial yang relevan (Cekricek, 2022).
Mochtar dipercaya sebagai pemimpin redaksi. Sebagai salah satu pemimpin redaksi Majalah Horison, ia berperan dalam membangun reputasi majalah sebagai wadah untuk sastra dan seni yang berkualitas. Ia memperkenalkan karya-karya penulis terkenal Indonesia dan membantu mengangkat potensi para penulis muda. Majalah Horison juga dipakai sebagai platform untuk mengadvokasi kebebasan berekspresi dan menyuarakan pandangan kritis terhadap situasi sosial dan politik. Ia berusaha untuk menjadikan majalah ini sebagai sarana untuk membangun kesadaran sosial dan membantu masyarakat melalui tulisan-tulisannya.
Kehadirannya di Majalah Horison memberikan pengaruh yang kuat dalam dunia sastra dan budaya di Indonesia. Kolaborasi dengan para penulis dan seniman lainnya, serta tulisan-tulisannya yang tajam dan bermakna, membantu membentuk visi dan arah Majalah Horison sebagai platform penting bagi perkembangan dan pemajuan sastra Indonesia.
Literasi dan Kesadaran
Mochtar Lubis memiliki kontribusi besar terhadap literasi di tanah air. Melalui rekaannya, baik dalam bentuk novel, esai, maupun artikel jurnalisme, ia mendorong masyarakat untuk membaca dan berpikir kritis tentang isu-isu penting dalam masyarakat. Gubahannya mengangkat isu-isu sosial yang relevan dengan masalah dalam masyarakat, seperti ketidakadilan, kemiskinan, dan ketimpangan sosial. Melalui narasinya yang kuat, ia menggerakkan kesadaran pembaca terhadap persoalan-persoalan tersebut dan mendorong mereka untuk berpikir lebih dalam.
Sebagai seorang jurnalis dan penulis yang berani, Mochtar seringkali mengkritik pemerintah dan otoritas yang tidak adil. Tulisannya memperlihatkan bahwa kebebasan berekspresi adalah hak yang penting dan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengekspresikan pendapat mereka tanpa takut akan represi. Mochtar memperkenalkan pembaca pada beragam aspek budaya Indonesia melaui karya-karyanya. Ia menghadirkan gambaran tentang kehidupan sehari-hari, tradisi, dan nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia. Hal ini membantu meningkatkan apresiasi terhadap warisan budaya bangsa sendiri.
Kiprah Mochtar Lubis mendapatkan pengakuan internasional. Nominasi untuk Penghargaan Nobel Sastra pada 1958 menjadi bukti bahwa karyanya memiliki kualitas dan berkontribusi penting dalam dunia literatur (Kompas.id, 2018). Karyanya tidak hanya memperluas wawasan pembaca, tetapi juga mengajak mereka untuk terlibat secara aktif dalam merumuskan solusi atas berbagai masalah sosial dan politik yang dihadapi masyarakat.
Kendati Mochtar Lubis meninggal pada 2004, tetapi warisannya tetap hidup. Ia menjadi panutan bagi generasi jurnalis dan penulis di Indonesia. Semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan berbicara dan kebenaran terus menginspirasi mereka yang ingin membawa perubahan melalui tulisan dan kata-kata.
Daftar Pustaka
Lubis, Mochtar. 2009. Senja di Jakarta. Cetakan ke-5. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lubis, Mochtar. 2016. Jalan Tak Ada Ujung. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Lubis, Mochtar. 1992. Harimau! Harimau! Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kurnia, Anton. dw.com. 2017. Harimau dan Mnusia dalam Fiksi Kita. Diakses dari https://www.dw.com/id/harimau-dan-manusia-dalam-fiksi-kita/a-39280159 pada 17 Juni 2023.
Digital Marketing, Tempo Institue. 2021. Mochtar Lubis: Pengkritik Independen Tanpa Kompromi. Diakses dari https://blog.tempoinstitute.com/berita/mochtar-lubis-pengkritik-independen-tanpa-kompromi/ pada 18 Juni 2023.
Nurdiansa. 2019. Biografi Mochtar Lubis, Kisah Sastrawan Hebat dari Indonesia. Diakses dari https://www.biografiku.com/biografi-mochtar-lubis-kisah-sastrawan-hebat-dari-indonesia/ pada 18 Juni 2023.
Lukman Hadi Subroto. Kompas.com. 2022. Biografi Mochtar Lubis, Wartawan dan Sastrawan Indonesia. Diakses dari https://www.kompas.com/stori/read/2022/08/22/120000879/biografi-mochtar-lubis-wartawan-dan-sastrawan-indonesia?page=all pada 18 Juni 2023.
Redaksi Marhaenpress. Mengenal Mochtar Lubis: Berjuang Melawan Kekuasaan Melalui Tulisan. Diakses dari http://www.marhaenpress.com/2022/06/mengenal-mochtar-lubis-berjuang-melawan.html pada 19 Juni 2023.
Redaksi Cekricek. 2022. Siapa Mochtar Lubis? Diakses dari https://cekricek.id/mochtar-lubis/ 19 Juni 2023.
Kompas.id. 2018. Magsaysay Akhirnya Diterima Mochtar Lubis. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/arsip/2018/11/03/magsaysay-akhirnya-diterima-mochtar-lubis pada 19 Juni 2023.