Oka Rusmini, seorang wanita keturunan Bali dengan nama lengkap Ida Ayu Oka Rusmini. Wanita Bali ini lahir di Kota Metropolitan pada tanggal 11 Juli 1967. Wanita yang kini berusia 56 tahun ini telah berada dalam rengkuhan budaya Bali dari semasa ia belia. Hal itulah yang membentuk corak tulisan sastrawati ini yang kental dengan perempuan dan budaya Bali.
Pengarang lulusan Fakultas Sastra, Universitas Udayana ini konsisten mengangkat isu-isu mengenai perempuan dengan menggunakan latar belakang sosial budaya perempuan Bali dalam karya-karyanya. Sosok Perempuan dalam karya-karyanya diceritakan dengan berdasarkan realitas yang terjadi pada wanita-wanita Bali. Sebab bagi Oka Rusmini, Fiksi merupakan media untuk menyampaikan kritik-kritik tajam terkait permasalahan kaum Perempuan.
“Karya saya adalah potret dokumentasi perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling,” kata Oka Rusmini dalam sesi wawancaranya bersama tim Liputan6.
Karya-karyanya yang dekat dengan realitas itu ia dapatkan dari pertemuannya dengan perempuan-perempuan hebat semasa ia menjadi wartawan. Kisah-kisah yang ia dapat dari perempuan-perempuan tersebut ia jadikan dasar kepenulisannya dan Oka bersyukur dengan pekerjaannya itu. Dari kisah-kisah itu ia berhasil melahirkan karya-karyanya seperti Tempurung dan Tarian Bumi.
Tempurung adalah kumpulan dari straight news yang ditulisnya dalam harian Bali Post yang kemudian ia transformasikan menjadi novel tentang hidup para perempuan yang berhadapan dengan tubuhnya, agama, budaya, dan masyarakat. Sedangkan, Tarian Bumi adalah masterpiece-nya yang dijadikan bacaan wajib sekolah-sekolah di Bali dan bahan diskusi dalam skripsi, tesis, serta disertasi. Hal itu memanglah patut diterima Tarian Bumi karena keunikannya.
Keunikan novel Tarian Bumi adalah isinya yang mengungkap pemberontakan terhadap adat dan diskriminasi kasta yang dibungkus dari kacamata perempuan Bali. Pencapaian Tarian Bumi yang gemilang membuatnya terpilih sebagai penerima Penghargaan Penulisan Karya Sastra 2003 oleh Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional Indonesia. Bahkan novel Tarian Bumi ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Erden tanz (2000) dan Earth Dance dalam bahasa Inggris.
Karya-karya novelnya yang lain pun tak kalah kompleks dengan permasalahan perempuan ataupun masalah sosial di sekitar. Karya-karya tersebut adalah Kenanga, Men Coblong, dan Koplak. Selain novel, Oka Rusmini juga produktif menulis puisi, cerpen, drama, dan cerita anak.
Istri penyair Arief B. Prasetya ini, telah menerbitkan beberapa kumpulan puisi dan kumpulan cerpen. Buku-buku Kumpulan puisinya antara lain, Monolog Pohon, Patiwangi, Warna Kita, Pandora, dan Saiban. Pada tahun 2002 ia menerima penghargaan puisi terbaik jurnal Puisi berkat puisi-puisinya yang cemerlang tentang budaya Bali yang masih mengikat perempuan.
Sedangkan, karya kumpulan cerpennya yang juga masih kental akan budaya Bali dan perempuan yang telah menjadi khasnya, tak kalah bersinar dengan puisi-puisinya. Antologi cerpennya tersebut antara lain, Sagra dan Akar Pule. Sagra (2001) adalah karya Oka Rusmini berupa cerpen yang memuat 11 cerpen bertema perempuan antara lain “Esensi Nobelia”, “Kakus”, “Harga Seorang Perempuan”, “Sepotong Kaki”, “Pesta Tubuh”, “Api Sita”, “Sagra”, “Ketika Perkawinan Harus Dimulai”, “Pemahat Abad” dan lain—lain.
Karyanya yang berjudul Sagra tersebut berhasil keluar sebagai pemenang cerita bersambung terbaik Majalah Femina 1998. Cerita pendeknya yang juga ada di dalam antologi cepren tersebut juga terpilih sebagai cerpen terbaik 1990-2000 majalah Sastra Horison. Cerpen yang terpilih secara khusus itu berjudul “Pemahat Abad”. Cerita pendek Oka yang lain pun juga terpilih sebagai cerpen terbaik. Cerpennya yang berjudul Putu Menolong Tuhan, terpilih sebagai cerpen terbaik majalah Femina 1994.
Banyaknya penghargaan dan apresiasi dari berbagai pihak terhadap karya-karyanya membuktikan bahwa karya Oka Rusmini mudah membekas di mata khalayak. Dengan tulisannya yang khas ia berhasil membuka cakrawala terhadap isu-isu perempuan yang ada di Bali. Oleh karena itu juga Oka sering diundang dalam berbagai Forum Sastra Nasional dan Internasional, di antaranya mengikuti Mimbar Penyair Abad 21 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta (1996); mewakili Indonesia dalam writing program penulis ASEAN (1997); sebagai penyair tamu dalam Festival Kesenian Yogyakarta IV; tampil dalam Festival Puisi Internasional di Surakarta (2002), Festival Puisi Internasional di Denpasar, Bali (2003), serta Festival Sastra Winternachten di Den Haag dan Amsterdam, Belanda, sekaligus hadir sebagai penulis tamu di Universitas Hamburg, Jerman (2003).