Diksi kata patah mudah didefinisikan sebagai penjelasan dari putusnya suatu benda keras yang tidak sampai tercerai-berai. Namun jika diksi patah diperuntukkan kepada yang bukan benda, akan mempunyai makna yang berbeda, sebutlah misalnya seperti istilah patah hati, sebuah metafora umum yang memberikan penjelasan tentang perasaan emosional yang dirasakan oleh seseorang karena kehilangan. Penyebabnya bisa beragam. Kata metafora lain atau kata kiasan yang lain adalah patah arang yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kata yang mengkiaskan tentang sesuatu yang sudah putus sama sekali dan sudah sulit untuk “disambungkan” kembali.
Pada suatu pagi, saya kedatangan teman lama yang rumahnya lumayan jauh dari tempat tinggal saya dan begitu bertemu, setelah bersenda gurau sejenak dengan saling menanyakan kabar masing-masing, ia mengeluarkan sebatang rokok dari kemasan rokok berjenama terkenal, membakarnya, dan menghisapnya secara kuat dan dalam. Ia kemudian mengeluarkan asapnya dengan pelan-pelan dan teratur. Hal ini dilakukan terus-menerus secara berulang-ulang hingga rokoknya tersisa setengah batang. Setelahnya ia berhenti dan menyelentikkan apinya agar rokok itu mati. Setelah rokoknya mati, ia kemudian memegang rokok itu dan mematahkannya. Ia melakukannya di depan saya. Sejurus kemudian, dia berujar “ …hidup saya telah patah. Seperti sebatang rokok ini. Semua mendadak, tak disangka…” Setelah selesai menyampaikan perasaannya dengan ekspresi kalut dan terlihat jengkel, ia kemudian menyeruput kopi panas yang telah dihidangkan di depannya.
Pada kesempatan yang lain, sambil menunggu waktu yang tepat untuk ke kamar mandi, saya membaca tulisan di sebuah surat kabar cetak yang sangat terkenal semenjak saya berusia sekolah dasar hingga saat ini. Di situ ada tulisan yang saya baca tanpa sengaja juga mengulas tentang urusan bertetangga salah satunya menyampaikan tentang kata patah arang bertetangga karena di kampungnya tidak ada kerjasama.
Dalam tulisan tersebut juga ada contoh yang lain. Jangan patah arang jika seseorang memang serius akan terjun dalam kehidupan politik. Dua konteks yang berbeda namun penggunaan diksi kata patah arang mengalami dua makna, yang satu bermakna putus asa dan yang satunya bermakna motivasi. Termasuk kalimat dari sahabat saya yang datang dari jauh di hari minggu pagi. Rangkaian kalimatnya terucap sebagai sebuah penyesalan dan keputusasaan.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas tentang kata patah. Namun akhir-akhir ini baik di media sosial maupun di media massa konvensional, banyak orang menggunakan kata patah arang khususnya dalam kehidupan sosial dan politik. Mulai dari para kyai, ustadz, cerdik cendikia, bahkan orang biasa yang tidak mempunyai atribusi sosial yang mentereng pun ikut mengatakan bahwa kalau dalam politik adalah hal biasa jika ditinggal oleh temannya, termasuk jika kemudian tidak diajak bertemu atau bahkan yang lebih ekstrim misalnya pada awalnya adalah yang berteman lengket atau dalam bahasa politik saat ini disebut berkoalisi, kemudian tidak lagi disapa, tidak diajak ikut pertemuan, dengan bahasa yang lain yaitu telah ditinggalkan oleh teman koalisinya.
Dengan keadaan seperti ini, terbersit pertanyaan apakah memang hal yang lumrah dan biasa meninggalkan teman tanpa kabar berita? Ataukah hal yang biasa dalam politik berperilaku tidak apa adanya? Dan apakah memang diperbolehkan dalam politik bertindak tricky demi mendapatkan hal yang lebih?
Entahlah, dalam kehidupan politik kadang memang sulit dimengerti. Bahkan maksud dan tujuan yang semestinya dapat diterangkan di depan dengan baik, dalam ikhwal politik di negeri ini, yang telah dipraktikkan oleh para politisi, seringkali berbeda maksud dan tujuannya, berbeda apa yang ada dalam pikirannya dengan yang diucapkan dan dilakukannya.
Kembali ke kata patah, kalau dalam kehidupan yang normal, diksi patah bisa dimengerti dan mempunyai makna sedih. Namun dalam kehidupan politik kata patah telah berubah menjadi kata yang mempunyai makna ganda.