Pramoedya Ananta Toer adalah sebuah nama yang tak bisa disingkirkan ketika kita berbicara tentang sastra Indonesia. Namanya tegak berdiri sebagai pengarang Indonesia yang telah dikenal luas di dunia internasional. Pram lahir di Blora, 06 Februari 1925, dari rahim seorang ibu bernama Maemunah Thamrin. Ia sekurang-kurangnya telah menghasilkan lima puluh karya dan—beberapa di antaranya—telah diterjemahkan ke dalam 49 bahasa asing.
Pram juga aktif di berbagai organisasi dan mendapat beberapa penghargaan: Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA); Nederland Center (ketika masih di Pulau Buru pada tahun 1978); anggota kehormatan seumur hidup dari International PEN Australia Center; anggota kehormatan PEN Center, Swedia; anggota kehormatan PEN American Center; Deutschsweizericehs PEN member, Swiss; International PEN English Center Award, Inggris; International PEN Award Association of Writers, Jerman; UNESCO Madanjeet Singh Prize; Ramon Magsaysay Award; Chevalier de l’Ordre des Arts et des Letters, Prancis; dan sederet penghargaan lain. Meski namanya begitu kilau gemintang, hidupnya tak berjalan mulus, sejarah hidupnya kelam, dan selama hidup Pram tak sedikit merasakan rasa sakit.
Karya sastra yang ia hasilkan lahir di tengah-tengah kondisi kelam kolonialisme, kesewenangan Orde Lama dan kesuraman rezim Orde Baru. Kuartet kengerian ini menjadi prakondisi karya-karya pram—tak heran karya-karyanya begitu terang berisi sebuah kritik, juga suasana kelam kekerasan. Tetralogi Buru, misalnya, yang terdiri dari Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca, ditulis oleh Pram di sebalik jeruji besi di Pulau Buru, Maluku. Pada tahun 1965, karena keaktifannya di organisasi kebudayaan PKI, yakni Lekra, akhirnya Pramoedya ditahan di Pulau Buru dengan sedikit keleluasaan untuk menjalani proses kreatif. Selama di penjara Pulau Buru, dengan bahan bacaan yang serba terbatas, Pram mulai menyusun bagian pertama Tetralogi Buru: Bumi Manusia. Pada tahun 1979, Pram keluar dari Pulau Buru dengan segudang manuskrip.
Bumi Manusia sebagai bagian pertama Tetralogi Buru, dilarang oleh pemerintah Orde Baru yang, konyolnya, dianggap merusak ideologi negara. Namun, berbeda dari anggapan Order Baru tersebut, Pramoedya merupakan salah satu pemikir paling berharga yang pernah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Karya-karyanya, baik fiksi maupun esai-esai non-fiksinya, begitu penting dalam memotret perjalanan panjang sejarah Indonesia.
Jika dihitung dari hari kelahirannya pada 06 Februari 1925, Pramoedya pada tahun 2025 sudah berusia 100 tahun. Karya-karyanya masih begitu relevan dibaca hingga hari ini. Oleh karena begitu penting karya-karyanya, tema Mozaik Semilir berusaha untuk mengangkat alam pikir seorang Pramoedya Ananta Toer. Sebuah usaha untuk mencari perumusan baru—persisnya sebuah reorientasi—terkait pijar-pijar pemikiran Pramoedya setelah seabad.
Sebenarnya, jika Pram masih hidup di era ketika kecamuk masih tetap berlangsung ini, apa yang akan dia katakan? Apa yang akan dia tawarkan? Apa yang akan ia tulis? Kami ingin, para penulis yang budiman sekalian, kalian menjadi penafsir dan juru bicara seorang Pramoedya melalui karya-karyanya.
Tulisan yang Kami Inginkan
1. Pemikiran Pramoedya
Kalian bisa mengangkat terkait pemikiran Pramoedya Ananta Toer. Di sini, kalian bisa menafsir dan merumuskan apa yang sebenarnya menjadi karakter pemikiran Pramoedya Ananta Toer. Tulisan yang kami inginkan adalah bentuk tulisan naratif dan tidak berbentuk makalah.
2. Analisis Karya
Kalian juga bisa mengulas dengan ketat satu karya (dua karya jika perbandingan) Pramoedya. Pembacaan dekat dan telaah karya Pram ini, bisa dikaitkan dengan kondisi saat ini—entah dalam kondisi politik, sosial, kebudayaan, dan lain sebagainya. Tulislah dengan pendekatan naratif dan bukan dalam bentuk makalah.
3. Proses Kreatif Pramoedya
Di sini, kalian bisa melacak bagaimana seorang Pram menghasilkan sebuah karya. Artinya, kalian bisa mengaitkan karya Pram dengan sejarah, kondisi, dan kepribadiannya. Sekali lagi, tulislah dengan pendekatan naratif dan bukan dalam bentuk makalah.
Bentuk Tulisan
Nonfiksi (esai)
Teknik Penulisan
Jumlah Kata: 1.500 – 2.500
Ukuran: A4
Font: Times New Roman, 12
Spasi: 1,5
Jangka Waktu:
1-30 Desember
Benefit:
Rp 65.000