Kota Kami
di tubuhmu, urusan
tumbuh terpecah-pecah
orang-orang sibuk
mengurusi jalan-jalan
yang acap melahirkan
simpang demi simpang
dari berbagai ragam
sejarah pun fenomena
melalui berbagai kisah
di tubuhmu, menjulurlah
kerumitan-kerumitan baru
yang membuat pandangan
umpama dalam labirin
yang mereka bangun—
sendiri maupun bersama
dari selimut malam
yang gelap, lagi
suram tanpa cahaya
di tubuhmu, sejarahwan
semakin berlomba-lomba
menciptakan metode-metode
yang rajin memakan
kepala mereka sendiri
lalu sejarah, sungguh
tak memberikan jawaban
selain toko swalayan;
dengan berbagai versi
maka, semakin rimbun
bersemak, berserak kota
tanpa seorang pun
yang mau membersihkan
jalan-jalan bercabang
berliku tiada juntrungan
(hei, segeralah menepi!
di ujung sanalah
jalan kembali dimulai)
Anggara Merah Wicaksono
(2024)
Makam
tiba di makammu
air-bunga semata
yang kami bawa—
tiada doa-doa
pun hasrat meminta
selain niat belaka
supaya yang terkenang
patut mendiami ingatan
jalanmu, sungguhlah panjang
sedangkan jalan kami
mungkin telah menyimpang
tetapi, mungkinkah jalan
senyata lempang membentang?
patutkah kami mundur
tunggang langgang lari
sesat kembali pulang—
padahal makam kami
jauh di belakang
Anggara Merah Wicaksono
(2024)
Mahligai
bersorak sorai kami
kala pintu terbuka
“masuk, masuklah segera!
suka citalah dalamnya
dudukanlah tiap tempat
yang telah tersedia
inilah cendera mata;
hadiah suka-suka
dari seorang raja
yang telah membangun
meligo1 bagi jiwa
yang tenang, lagi
riang gembira semata”
maka duduklah kami
pada setiap tempat
yang tepat, lagi
sesuai pada kedudukan
Anggara Merah Wicaksono
(2024)
Meligo (Mahligai) bahasa orang pesisir barat Aceh
Mesoyi
kata orang pandai
tulangmu mudah dipakai
buat rumah tinggal
maupun untuk balai
pepaganmu sungguhlah lihai
menyaru merah terurai
amboi, harum betapa
wangi tubuhmu; senang
belaka kami menghidu
segala bau semerbak
yang muncrat itu
adalah cenderamata kayu
kepada yang mencintaimu
mesoyi; masoi; massoia
sungguh tak guna
nama-nama itu
manakala kau senyata
perlambangan akan cinta
yang penuh memenuhi
suka cita kami;
riang gembira kami
oleh sebab itu
bolehkah kami bertanya
kaukah yang menyelinap
antara pundak-dagu
puan jelita cantik;
lagi indah bestari?
Anggara Merah Wicaksono
(2024)