Sajak Untuk Tuan Puteri
Buat Aesha Yusi Mahameru
Malam ini, langit tak tampak
hanya warna mengurung dirinya dalam
gelap—tetapi, aku ingat
ketika pertama kali hangat tanganmu
kujabat: duka dan lengkap
Aku pernah bertanya, barangkali
apakah dunia telah kehilangan kata-katanya
ketika melihat
sesimpul senyum menegurku?
meski kini simpul itu telah menjauh
telah menjauh
Dia, perempuan manis, perempuan cantik
tetapi nasib telah raib bagai rintik hujan gerimis
dan kami? kami tak pernah tahu apa itu cinta
apalagi berusaha mengenali tanda-tandanya
Bogor, 2022
Puisi yang Seharusnya Kuciptakan Malam Kemarin
Matahari memang terik
tetapi malam juga menawarkan
bau tengik: suara-suara sunyi
kehidupan, juga jangkrik
di bawah bulan, kemudian
Kabut pun turun perlahan
embun menguap ke tepi kolam
lalu siapakah yang telah membuat
keheningan di tengah-tengah keterasingan
malam?
Segala-galanya tak kukenal lagi
saat itu: hanya wajahmu sekelebat
hadir, membuat malam kembali
hangat. dan angin yang berdesir, anyir
membuat kini kian terusir
Bogor, 2022
Kita Berangkat, Sayang
Apa yang akan kita lakukan, Sayang,
Ketika kita mengetahui
Bahwa perjalanan yang akan lalui
Adalah perjalanan untuk kembali?
Seperti perjalanan-perjalanan yang telah
lalu, kita pun sebenarnya sama-sama tak pernah
tahu: mengapa harus ada
perpisahan, untuk sesuatu yang memang
tak dapat disatukan?
Meskipun pada akhirnya
kita pun tak akan lagi
berjabat tangan:
tapi berikanlah sedikit ruang kepada
angan-angan (atau jus tomat)
agar kau tahu, setelah rasa hormat
aku benci kehilangan
Kita memang harus berangkat, Sayang,
dan akan terus berangkat—
sampai saat keberangkatan
mencapai saat pemberhentiannya:
“Tetapi, ah, Sayang, kau tahu,” ucapmu
(jangan lebih dahulu bersedih);
“Bagiku kau bukan hanya seseorang,
kau adalah sesuatu.”
Bogor, 2023
Kepada Hidup
Ada hari-hari, ketika semuanya
terasa begitu terasa: seperti
sebuah sungai yang menyadari
denyut alirannya sendiri
Sementara, nun jauh di atas sana
langit tak sekalipun
peduli—juga burung-burung
dan pepohonan rimbun: mereka hanya
sesekali menyusup, ke dalam hidup
yang tak berwujud
Sedang kita di sini, hanya bisa
membayangkan: duduk di atas
sebongkah batu besar—seraya
menyaksikan, aliran sungai yang tak henti-hentinya
itu habis terbakar
Bogor, 2022