Pijak
Aku bisu di tengah hiru pikuknya bencana.
Mata menerawang alam semesta.
Suara bathin lirih menangis.
Ratapan terpapar dalam lukis.
Negriku menangis.
Persadaku terkikis.
Di pijak oleh kaki-kaki yang bengis.
Bencana alam yang mengulas habis.
“SSay27okt2010”
Kepanjen Malang.
___________________________
Bait Hidup Dari Si Penguasa
Gemuruh suara memekik dada.
Desahan nafas membelah sukma.
Rasa amarah menggumpal dalam dada.
Iba menelanjangi duka.
Wajah murka,
Membersit setiap bait hidup.
Lapar membalut raga rapuh.
Nyanyian tangis bayi-bayi,
anak-anak sepanjang hidup.
Rintihannya setiap sela-sela bibir yang peluh.
Jerit-jerit si miskin,
di sudut-sudut kota maupun desa.
Darah-darah berceceran di setapak jalan.
Kekerasan penguasa,
membantai kaum lemah.
Hunusan senjata,
mencacah mereka yang sedang lapar.
Nyawa-nyawa tak berdosa,
bagai tumbalnya kebijakan si penguasa.
“SSay5maret2012”
Kepanjen Malang
___________________________
Marsinah
Tangan bisa kau borgol.
Mulut bisa kau sumpal.
Leher bisa kau penggal.
Tapi,
Tidak dengan darah yang menggumpal.
Kami buruh tak akan pernah mati.
Kami buruh terus bersuara.
Kami buruh berteriak lantang.
Bahwa kami buruh beregenerasi.
Marsinah tak’khan mati!
Marsinah hidup sepanjang masa!
“SSay1mei2014”
Kepanjen Malang.
_____________________________
Diamku
Tersungkur dalam diam.
Jejakku lelah mengalir luruh.
Terkeramasi usang waktu.
Terpahat dentuman kelam.
Kekosongan yang senyap.
Seketika menimbun pengap.
Gontaian lunglai terbekap.
Tersengal, tersengkal, terperangkap.
Diamku di detik itu.
Tanpa gerak, masif.
Tanpa suara, bisu.
Terbalut laman pasif.
Diamku dikala itu.
Mengalir waktu di detak ini.
Disudut bingkai nan lusuh.
Tergores percik api mengais.
Biarkan ku disini dulu.
Bersama diamku nan bisu.
Menikmati kepengatan hati.
Menikmati kepiluan puisi lirih.
Nanti…..
Ada saatnya ku kembali.
“SSay25mei2014”
Kepanjen Malang.