Di Balik Pintu
―Dari lukisan The Wreck Door, 2023
pintu lapuk di sudut Darb Ahmar
tertikam waktu.
menyisakan riwayat bisu,
dan retak tubuhnya
berdiri letih, tanpa suara,
melawan lelah di tengah hiruk kota.
aku meraba retaknya
layaknya aku menyimpan luka-luka sendiri.
di balik serat kayu yang kian hancur,
ada kisah yang tak ingin terbuka,
takluk pada debu dan hujan yang datang tanpa peduli.
dan seperti pintu tua ini,
aku – hidup apa adanya,
meski jiwa terkikis dan letih bertahan.
kupaksa tetap berdiri di hadapan kota,
membiarkan debu masa lalu
menjejaki wajahku!
Kairo, 25 Oktober 2024
Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Perempuan yang Sedang Memandang Sebuah Lukisan
matamu tenggelam dalam warna
yang tak bernama.
aku mengintip dari sela bayangmu,
mencari sunyi yang menyusun wajahmu.
Kairo, 25 Oktober 2024
Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Zuqaq al-Midaq
sorot matanya yang lapar melahap temaram fanus,
menyeret ribuan kunang-kunang jantan
ke pusaran yang terdalam.
sedalam Nil dan hasratnya menimang Musa.
alisnya perawan tua yang dihiasi
celak bangsa Nubia. napasnya memberontak
tanpa ampun menggayang derap kaki pedagang.
“mantra mana yang dapat mengoyak kutukan ini!”
ia menyalak dengan menyebut sebuah nama;
Ummu Hamida, sang pelayan kedai dan
pengantar seulas nasib hampa.
keluarlah Ummu Hamida! keluarlah!
sebelum bumi menghentikan denyut nadi terakhirnya. asahlah!
asahlah ketajaman mimpimu kepada perempuan malam itu.
Ya Kharrasyi, Ya Kharrasyi!!
“bangkitlah dari dipan dinginmu.
tidak ada yang memanjakkan hasratku layaknya
do’a para musafir gurun di pelataran nisanmu”
siapa yang bisa mengelak dari tiap jengkal dadanya.
pemilik bibir madu di balik cadar itu
telah mencengkeram setiap keringat para prajurit berkuda.
tak ada sebilah penghunus urat debu
yang memanas di leher lengangnya.
Ya Khrrasyi, Ya kharrasy!!
“padamkanlah apiku. kirimkan sekelompok
penari Tannurah ke tempat tidurku.
biarkan aku menimang bayi Hussein di tengah kegelapan.
hembusan tiap keluh kesahku akan bergemuruh
dan menghempas para pembangkang ke dasar waktu.
genggam tiap getirku. belahlah dengan beringas seperti
engkau membelah hati para peziarah”
Kairo, 15 Desember 2023
Lalu Azmil Azizul Muttaqin
Pengarang Asal Blora Itu Tersesat di Gang Sempit Kota Kairo
ia berjalan di antara reruntuhan,
terdengar gema dari batu yang selalu terjaga
di sini sejarah diawasi oleh bayang-bayang.
sementara di benaknya,
Bumi Manusia terngiang,
menyatu dengan debu jalanan
yang tak henti-hentinya bercerita.
di gang sempit; Midaq, Dardiri, dan Baithar
kitab-kitab tua dijual seperti kurma,
sedang puisi dipelihara
seperti anak kecil yang belajar bicara. gumamnya.
di negerinya,
kata-kata terpenjara dalam dinding tak kasat mata,
seperti Nyanyi Sunyi yang tak pernah
semua orang dengar.
di gang sempit kota Kairo, bahkan pasir
tahu cara berbicara.
di sana, di negerinya
kata-kata hanya diam berdiam, keras mengeras,
seperti tembok yang menolak runtuh.
Kairo, 2024
Lalu Azmil Azizul Muttaqin