Fragmen Kopi
Aroma khas kopi mengembara
Citarasa menjelma dari penjuru nusantara
Di Gayo, sambut Bejamu Saman
Di Toraja, iringi Ma’nene
Di Flores, meriahkan Osong Ronda
Di manapun, dan entah ke mana
Sudi temani ritual doa-mantra-tarian
Kopi dan petani laksana bilah seruling dan peniupnya
Tatkala resonansi menyublim dalam melodi kata:
“Abadikan daku dari rumpun bambu
Yang t’lah lama ceraikan diriku,
di sela kerinduan yang kian pekat, melekat.”
Menyuguhkan eksotika meruap sekental hitam
Sudi bangkitkan rasa menghunjam
C’est La Vie
Prahara menghampiri, menyasar
Kilat-guntur menggelegar
Air hujan yang berasa hambar
Diburu musafir yang bebas, liar
Hingga berdarah-darah, bermata nyalang
Dia yang bermukim di balik jeruji
Terpenjara masa fana di sini
Terlempar, lalu lalui hari
Dengan merenda nasib diri
Hingga usai
Kita nikmati saja air getir ini
Meski hanya satu sloki
Jatah dari kehidupan saat ini
Tak usah menanti masa berganti
Sembari sejenak jalani dan alami
Hingga bersegera mati…
Kelana Semesta
Gunung…
Kuayun langkah mendaki
Aku merambah belukarmu
Lembah…
Kukunjungi kau, dan aku rela
Bercumbu ria dengan bunga desanya
Cakrawala…
Aku merantau ke tepian benua
Kujelajahi segenap penjuru, kujajah negeri-negerinya
Pelangi…
Kunaiki tangga dan kurenggut selimut rona ceriamu
Aku rebahkan diri sejenak sebelum kau tiada
Matahari…
Aku memburu panas. Kujilati dan kumangsa kau
Hingga mampu hangatkan tubuhku
Malam…
Kusibak tabirnya, kukantongi bulan dan bintang
Kupersembahkan pada para kekasihku
Langit…
Kau masih terhampar?
Bila kau runtuh?