Perayaan malam 2023
meriahlah!
seribu lampion dilepaskan membakar langit
sepasang kekasih beradu
lalu berkata; “dua ribu dua puluh tiga, aku ingin mencintai hidup, sebagai mana aku ingin mencintaimu selamanya.”
angin berhembus di utara
menyambut doa-doa paling suci
dan seorang bocah hanya tertawa
dengan kepala yang ringan
ia tak mengerti hidup, mimpi dan perjalanan tanpa akhir
sepasang lainnya saling berpelukan
memerankan adegan kemesraan
sebelum sesuatu yang ganjil datang
sebelum layar pertunjukan dimatikan.
Anduriang, 2023
Malam Sebuah Warung
Di sebuah warung, dua lelaki saling bertatap wajah
Bercerita, tentang hidup dan cinta
Sambil meneguk secangkir nasib
Yang telah ia kenali seperti karib
“Apakah kita akan terusik di tanah sendiri?”
Salah satu di antara mereka bertanya
Dengan nada yang tergesa
Sebab kota-kota selalu menakutkan
Seperti rumah hantu, memakan mental yang kerdil
Tidak ada kediaman yang diam.
Sementara, rembulan tetap tertahan
Dipaksa menyaksikan ketakutan menjadi dendang yang diulang-ulang
“Sepertinya kita akan terusik, tapi benarkah? ”
Yang satunya lagi menimbal pertanyaan
Sebab tak ada keberanian
Melawan arus peradaban
Dari tokoh-tokoh sakti
Yang memilih diri menjadi pemateri
Dalam seminar filsafat modernitas
Yang gagap dengan definisi dan batas-batas.
Anduriang, 2022
Malam-malam Kerinduan
Hanya jika angin mengetuk jendela kamarku malam ini, maka yang kuharapkan bukanlah aroma tubuhmu yang datang bertamu, tapi seluruh dirimulah datang dengan utuh.
Kasih, malam ini dingin dan sepi masih sama
Aku masih merayakan sepi dengan mengingat cinta yang telah tertahan
Cinta yang telah terpenggal oleh jarak dan hujan.
Pada sepucuk surat yang pernah kau sengaja buat untukku, masihlah kusimpan
Kubaca dan kupersembahkan pada malam-malam kerinduan
Dan pada malam-malam itu pula
Kubawa namamu di perapian
Hatiku menjelma krematorium yang utuh
Mengitari dan membakar segala hal tentangmu, menjadi abu
Melepaskan kutukan, hukum kekekalan rindu.
Anduriang, 2022