Putu Wijaya
Putu Wijaya

Putu Wijaya adalah salah satu tokoh penting dalam dunia sastra dan teater Indonesia. Karya-karyanya melintasi batas-batas konvensional dan menggugah para pembaca dan penonton dengan gaya yang unik, absurd, serta menyentuh sisi psikologis manusia. Lahir di Puri Anom, Tabanan, Bali, pada 11 April 1944, dengan nama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya, dia tumbuh di lingkungan bangsawan yang memengaruhi perjalanan hidupnya sebagai seorang seniman. Nama Putu Wijaya dikenal luas di kalangan penikmat sastra sebagai penulis novel, cerpen, esai, naskah drama, serta sutradara teater. Salah satu karya ikonisnya yang berjudul Aduh pernah memenangkan Lomba Penulisan Lakon Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pada tahun 1974.

Awal Kehidupan dan Pendidikan

Putu Wijaya menyelesaikan pendidikan dasarnya di Bali hingga lulus Sekolah Menengah Atas, sebelum melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Gelar sarjana hukumnya ia peroleh pada 28 Juni 1969. Di sela-sela kuliahnya, Putu juga sempat belajar di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi) selama setahun pada tahun 1964. Meski telah menyandang gelar sarjana hukum, Putu tidak pernah menggunakan gelarnya dalam kehidupan sehari-hari. Kecintaannya pada seni lebih mendominasi langkah hidupnya.

Karier Seni dan Keterlibatan dengan Bengkel Teater Rendra

Pada tahun 1968, Putu Wijaya mulai aktif terlibat dalam Bengkel Teater Rendra. Di sini, ia sempat berperan dalam drama Menunggu Godot, yang dipentaskan di Jakarta pada tahun 1969. Sebelumnya, sejak 1959, Putu sudah aktif dalam dunia teater dengan bergabung dalam Kelompok Sanggar Bambu. Di kelompok tersebut, ia menyutradarai pementasan Lautan Bernyanyi pada tahun 1968, yang kemudian memenangkan hadiah ketiga dalam Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater Nasional Indonesia.

Setelah pindah ke Jakarta, Putu Wijaya bergabung dengan kelompok Teater Kecil pimpinan Arifin C. Noer serta Teater Populer pimpinan Teguh Karya. Selain aktif di dunia teater, Putu juga bekerja sebagai redaktur di beberapa majalah, di antaranya majalah Ekspres, Tempo, dan Zaman. Saat menjadi redaktur di Tempo, ia mendapat dorongan dari teman-temannya untuk mendirikan grup teater sendiri. Dari sinilah lahir Teater Mandiri pada tahun 1971, yang menjadi salah satu kelompok teater yang paling berpengaruh di Indonesia.

- Poster Iklan -

Pengalaman Internasional dan Karya-Karyanya

Pada tahun 1973, Putu Wijaya mendapat beasiswa untuk belajar drama di Jepang selama satu tahun. Selama berada di sana, ia menjalani kehidupan sebagai petani di komunitas komunal Ittoen, Jepang, serta terlibat dalam pertunjukan teater rakyat keliling bernama “Swaraji.” Pengalaman ini memperkaya perspektif Putu dalam berkesenian, meskipun ia hanya bertahan selama tujuh bulan sebelum kembali ke Indonesia. Setahun setelah kepulangannya, Putu Wijaya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti International Writing Program di Iowa, Amerika Serikat, yang semakin memperkaya pengetahuannya di dunia penulisan.

Karya Putu Wijaya tersebar dalam berbagai bentuk, mulai dari novel, cerpen, esai, hingga naskah drama. Ia telah menulis lebih dari 30 novel, 40 naskah drama, dan ribuan cerpen serta esai. Beberapa karya dramanya yang terkenal antara lain Lautan Bernyanyi (1967), Anu (1974), Aduh (1975), Dag Dig Dug (1976), Edan (1977), dan Gerr (1986). Sementara itu, kumpulan cerita pendeknya yang populer antara lain Bom (1978), Es (1980), dan Gres (1982).

Karya-Karya Terkenal dan Gaya Penulisan

Karya-karya Putu Wijaya dikenal dengan gaya penulisan stream of consciousness atau arus kesadaran. Gaya ini memungkinkan pembaca untuk memahami dunia batin karakter secara mendalam, di mana pemikiran-pemikiran mengalir bebas tanpa terikat oleh logika narasi konvensional. Novel-novelnya, seperti Telegram (1972), Bila Malam Bertambah Malam (1971), dan Pabrik (1976), banyak mengeksplorasi tema keterasingan dan absurditas dalam kehidupan modern. Ini menjadi ciri khas yang membuat karya Putu Wijaya berbeda dari penulis lainnya.

Selain itu, Putu juga aktif menulis skenario film dan sinetron. Beberapa film yang disutradarainya antara lain Cas-Cis-Cus, Zig Zag, dan Plong. Ia juga mendirikan “Putu Wijaya Mandiri Production”, rumah produksi yang menghasilkan beberapa sinetron seperti Dukun Palsu dan None. Tak hanya itu, Putu Wijaya juga meraih berbagai penghargaan, salah satunya adalah Hadiah Sastra ASEAN (SEA Write Award) atas karyanya Telegram pada tahun 1980 di Bangkok, Thailand.

Pengaruh di Dunia Teater dan Perfilman

Sebagai dramawan dan sutradara, Putu Wijaya berhasil membangun reputasi yang kuat melalui Teater Mandiri, yang didirikannya pada tahun 1971. Kelompok ini telah mementaskan banyak karya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Beberapa pementasan internasional yang pernah dilakukan Teater Mandiri termasuk Gerr di Madison, Connecticut, dan Aum di LaMaMa, New York City, pada tahun 1991. Teater Mandiri juga pernah mengadakan tur di Amerika Serikat dengan pertunjukan berjudul Yel.

Pada era 1990-an, Putu Wijaya mulai terjun ke dunia perfilman dan televisi, yang semakin memperluas pengaruhnya di industri hiburan Indonesia. Meski telah menulis ratusan karya dalam berbagai genre, Putu terus berinovasi dalam karyanya, dengan tetap mempertahankan ciri khas yang absurd dan penuh makna psikologis.

Warisan Seni dan Pengaruh Sastra

Putu Wijaya tidak hanya dikenal sebagai penulis yang produktif, tetapi juga sebagai seniman serbabisa yang mampu mengekspresikan dirinya dalam berbagai medium. Dia terus berkarya hingga kini, dengan semangat yang tak pernah surut untuk menggali aspek-aspek kehidupan manusia yang terdalam. Melalui karya-karyanya, Putu telah memberikan kontribusi besar dalam dunia sastra, teater, dan perfilman Indonesia.

Sebagai penutup, Putu Wijaya adalah sosok yang tak bisa dipisahkan dari perkembangan seni dan sastra modern Indonesia. Karya-karyanya yang inovatif dan penuh dengan kedalaman psikologis akan terus menjadi inspirasi bagi generasi seniman dan penulis masa depan.

- Cetak Buku dan PDF-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here