Bulan ramadhan menjelma menjadi bulan dengan hari-hari yang tampak sibuk sekaligus hangat. Di perantauan, muda-mudi berbondong-bondong setiap pagi buta dan di kala sore menjelang terdengarnya kumandang adzan, menjemput kudapan yang bisa mereka nikmati secara gratis, mencari kehangatan di tengah kesendirian yang sudah terlalu akrab untuk dirasakan.

Tidak peduli sepanjang apapun antriannya, menerima santap sahur gratis menjadi momen yang ditunggu-tunggu para muda-mudi di tanah rantau. Terpasang tenda yang memayungi ratusan piring dan nasi yang tersedia setiap pukul setengah tiga dini hari di depan boulevard kampus seni tertua di Indonesia, yakni ISI Yogyakarta. Beberapa di antara mereka tidak mengejar makanan gratis, tidak juga sedang menerapkan asas berhemat, sama sekali jauh dari semua itu. Mereka datang ke sana karena ingin merasakan sensasi yang langka untuk bisa dialami pada hari-hari biasa, sebagai bentuk pengalaman seumur hidup yang belum tentu akan dijumpai lagi pada bulan suci ramadhan berikutnya.

Berburu kehangatan dan membunuh sepi, setidaknya itu yang mereka cari di tengah suasana dingin udara pagi yang menusuk ketika pintu kamar kos mereka buka untuk sejenak ditinggalkan. Temaram lampu jalan, berkumpulnya tiap insan yang saling bersenda gurau dan berceloteh sembari menikmati santap sahur, semua itu menjadi suasana yang khidmat dan terkenang di memori mereka. Aneka lauk pauk yang disediakan tak lain merupakan kejutan yang selalu menemani mereka, dengan terpanjat harapan dan doa agar apa yang mereka santap menjadi sumber kekuatan untuk ibadah puasa yang akan mereka jalankan hingga waktu berbuka kembali tiba.

Berada jauh dari keluarga tidak membuat kemeriahan momen ramadhan sirna, alih-alih menghadirkan atmosfir hangat nan unik karena perbedaan lanskap sosial dan budayanya.

Jalanan beranjak macet dan ramai, tiap sudutnya menjadi tempat yang setiap sore setia dipenuhi pedagang yang mempresentasikan aneka jajanan manis dan asin, lengkap juga dengan minuman segar dari berbagai sumber bahan dan metode pengolahan. Banyak yang bisa dipilih oleh siapa saja yang sedang beredar dalam pencarian teman hidangan untuk berbuka. Sejumlah Unit Kegiatan Mahasiswa berlomba-lomba turut menjajakan hasil kreasi mereka dalam berbisnis kuliner dengan tawaran menu yang juga bisa menjadi opsi untuk para pemburu takjil ketika bertualang di dekat sana.

Ngabuburit sudah menjadi sebuah tradisi yang tidak boleh terlewat untuk ditunaikan, begitu juga agenda buka puasa bersama. Berkumpul dengan teman-teman menjadi penawar rindu ketika tidak bisa menjalani puasa dalam kehangatan rumah yang lengkap dengan adanya anggota keluarga.

Notifikasi Whatsapp berbunyi lebih sering dari biasanya. Bunyinya menghiasi ponsel anak-anak kos yang sedang berjuang dengan segala keterbatasannya. Dari kejauhan, Ibu dan Ayah menagih kabar dan berbagi dokumentasi makanan yang dijadikan menu untuk berbuka. Pepatah mengenai jauh di mata namun dekat di hati sungguh benar adanya.

Grup Whatsapp keluarga menjadi tempat pengganti tatkala tempat bernama rumah belum bisa disambangi. Semua anggota keluarga saling iri dengan balutan canda, tidak lupa juga saling beradu memamerkan hidangan terlezat yang bisa mereka abadikan dari balik ponsel mereka. Tersaji buah buahan segar, cemilan, juga pisang goreng hangat yang menggoda meski sekadar dalam bentuk foto yang terlampir pada ruang percakapan aplikasi whatsapp. Sedih kemudian terasa ketika ibu memasak menu favorit dalam jumlah banyak, namun semua anaknya tidak di sana untuk berkumpul dan menghabiskan masakannya.

Rindu terucap tiada henti, ayah dan ibu  tidak sabar menantikan hadirnya putra putri mereka untuk kembali ke pelukan dan merayakan hari raya bersama di bawah satu atap yang sama. Harga tiket bus dan kereta yang melambung tinggi tidak menjadi soal karena keinginan melihat wajah para buah hati lebih perkasa, tidak kuasa untuk ditunda lebih lama lagi.

Dengan sedikit waktu yang tersisa, segala tugas kuliah ingin segera dituntaskan, supaya bisa pulang ke kampung halaman bersama pundak dan kepala yang lebih ringan. Makna berpuasa di bulan ramadhan juga tentang memanfaatkan waktu dan tenaga sebaik mungkin agar tidak terbuang sia-sia. Ibadah bukan perihal segala bentuk prosesi akan tetapi juga tentang menghargai waktu dan energi yang kita punya.

Berlangsungnya waktu mengingatkan kita tentang setiap menitnya yang harus dimaknai dengan baik. Segala bentuk emosi terganti oleh kuatnya iman untuk terbiasa sabar menahan diri. Jiwa dan raga niscaya siap menyongsong hari kemenangan yang kian dekat, dengan segala cerita yang dinantikan ayah dan ibu sebagai tempat kita pulang dan beralih sejenak dari kerasnya hidup di perantauan yang menjadi tempat bertumbuh dan menuntut ilmu.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here