Dr. Riadi Darwis, M.Pd adalah dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung sekaligus peneliti. Pria asal Garut, Jawa Barat ini merupakan peneliti gastronomi dan kebudayaan terutama kebudayaan di Jawa Barat. Hal itu tidaklah mengherankan, sebab Riadi Darwis merupakan lulusan tempatnya mengajar saat ini. Di almamaternya tersebut, ia menempuh Program Studi D4 Manajemen Bisnis Pariwisata. Setelah menamatkan studinya di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Riadi mendapatkan gelar M.Pd nya di Universitas Pendidikan Indonesia dan mendapatkan gelar Doktor setelah menamatkan studinya di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini, telah melakukan penelitiannya terkait gastronomi dalam kebudayaan masyarakat Sunda selama 31 tahun. Waktu yang panjang tersebut menghasilkan buku-buku setebal kamus yang ditulis dengan menggabungkan sastra, budaya, dan tentunya gastronomi. Bagaimana maksudnya? Penelitian yang dilakukan Riadi tidak lepas dari naskah-naskah kuno yang memuat kebudayaan gastronomi masyarakat Sunda. Riadi Darwis menggali kuliner-kuliner Sunda dari naskah-naskah kuno yang ada di Jawa Barat.
Tradisi dan kuliner yang telah hilang hingga yang masih eksis saat ini ia rangkum dalam buku-bukunya. Sejauh ini ia telah menerbitkan 4 buku, yakni Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon; Khazanah Kuliner Galuh Klasik; Khazanah Lalap, Rujak, Sambal, dan Tektek Jilid I dan Jilid II.
Buku pertamanya yang berjudul “Seri Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Kuliner Keraton Kesultanan Cirebon” terbit pada tahun 2019. Buku tersebut berisi 554 halaman, yang membahas banyak kuliner kesultanan Cirebon secara detail dan mendalam. Setahun kemudian pada September 2020, buku karyanya yang kedua kembali terbit. Kali ini berjudul “Seri Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Kuliner Kabuyutan Galuh Klasik” yang diterbitkan oleh penerbit UPI Press. Bukunya lebih tebal lagi dari buku pertamanya, yakni mencapai 656 halaman dengan ukuran buku yang lebih besar.
Bukunya yang selanjutnya bahkan lebih tebal lagi. Bukunya yang terbit pada Maret 2022 itu lebih dari seribu halaman dan saking tebalnya hingga penerbit harus membaginya menjadi dua jilid. Jilid pertama buku “Serial Gastronomi Tradisional Sunda: Khazanah Lalab, Rujak, Sambal, dan Ték-ték” setebal 734 halaman dan jilid keduanya setebal 336 halaman.
Menurut Menurut Badiatul M. Asti, dalam tulisannya yang berjudul Dr. Riadi Darwis dan Serial Gastronomi Sunda, “buku ini menyigi khazanah lalab—yang sangat populer dalam budaya kuliner Sunda, rujak, sambal, dan ték-ték dalam berbagai prasasti masa klasik dan naskah sunda kuno.”
Berdasarkan hasil telusur melalui sejumlah referensi maupun observasi, dalam buku terbarunya, Dr. Riadi Darwis menyajikan sejumlah 718 jenis tanaman lalap yang hidup dan tumbuh subur di kawasan budaya Sunda.
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ini juga menjelaskan hasil temuannya yang luar biasa di sebuah video youtube. Pada video Lalapan, Kekayaan Gastronomi Tanah Sunda, ia menjelaskan bahwa jenis-jenis tanaman tersebut banyak yang bahkan tidak semua orang tahu. Menurutnya, pucuk-pucuk daun muda dapat dikonsumsi sebagai lalap. Lalap sendiri merupakan budaya masyarakat Sunda sejak dahulu dan bukanlah kuliner semata. Sebab menurut penelitiannya, masyarakat Sunda sangat menghargai hasil nabati bumi mereka dengan menjadikannya lalapan dan sambal dari kebun mereka sendiri. Oleh karena itu juga, Tanah Sunda kaya akan jenis lalapnya.
Pria berusia 57 tahun ini menulis seputar gastronomi dengan tujuan yang mulia. Ia ingin mengangkat harkat kebudayaan kuliner Indonesia agar lebih mendunia. Selain agar lebih mendunia, Riadi Darwis juga ingin mengenalkan kembali kepada masyarakat Sunda atau Jawa Barat tentang kuliner yang ada dalam kebudayaan mereka. Menurut Badiatul M. Asti, ketika membaca tulisan sosok Riadi Darwis ini “kita seperti diajak menuju ke lorong waktu, masuk ke masa lalu, menyigi pelbagai budaya kuliner dan khazanah kulinernya di zaman itu, secara detail dan mendalam”.