Angkatan 70 untuk pertama kali disinggung oleh Dami N. Toda. Ia merasakan dan menamai kesusastraan modern pada tahun 1970-an dengan nama periode 70-an. Ini bermula dari adanya pergeseran sikap berpikir dalam memandang sastra. Pun, pergeseran estetika dalam menembus batasan-batasan atau menggapai sesuatu hal yang baru, baik dalam bidang puisi, prosa, drama, sampai novel. Maka muncul sastrawan-sastrawan Angkatan 70, atau yang digolongkan di dalamnya.

Kecenderungan kebaharuan ini pertama kali terdeteksi dari tulisan-tulisan Iwan Simatupang yang kerap kali menamai tokoh dalam karyanya sangat berlainan dari kebanyakan. Kemudian dari bidang beberapa cerpen—tokoh-tokoh yang muncul bisa apa saja, bahkan yang materil sekalipun. Wawasan estetika yang baru ini kemudian dilengkapi oleh puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri, yang menegaskan bahwa kata memiliki nyawanya sendiri. Ia adalah sesuatu yang dapat berdiri sendiri.

Pada akhirnya, kemunculan atau periodisasi sastrawan-sastrawan Angkatan 70 ada pada sifat eksperimentalnya dalam berkarya. Angkatan 70 cenderung lebih banyak menggagahi lini-lini yang belum dijelajah, sebagaimana nama-nama yang disebut di atas. Karya-karya yang lahir dari angkatan ini terasa lebih hidup kendati banyak memiliki keabsurdan kisah.

Corak sastra pada Angkatan 70 sangatlah berbeda dari corak sastra angkatan-angkatan sebelumnya. Angkatan 70 tak sedikit meniadakan kausalitas. Artinya, alur dalam karya karya di sana menganut gaya yang non-konvensional. Peristiwa kerap tumpang tindih dan tak ada pertalian hubungan sama sekali.

Tentu sangat menarik bagaimana konsep karya mengalami transisi pada masa-masa itu, dan para pelakunya yang pastinya sangat terbuka dan kreatif. Semilir mencoba menghadrikan sastrawan-sastrawan yang paling menonjol pada Angkatan 70-an. Siapa saja mereka? Berikut selengkapnya.

Iwan Simatupang

Iwan Simatupang memang menjemput kematiannya pada awal tahun 1970. Tapi kesepakatan bahwa ia pemantik adanya periodisasi Angkatan 70 tidak bisa disangsikan. Sebagaiman disinggung di atas, karya-karya Iwan Simatupang menghadirkan identitas tokoh yang tidakk penting. Identitas tokoh tak memiliki nama pada lazimnya, ia hanya punya sebutan yang disesuaikan; sebut saja ‘penjaga kuburan’, ‘lelaki setengah baya’, ‘walikota’, ‘buruh pabrik’, ‘pensiunan’, sampai ‘tokoh kita’. Maka sebab itu, Iwan Simatupang disebut sebagai pelopor Angkatan 70 secara garis besarnya.

Iwan Simatupang lahir di Sibolga pada tanggal 18 Januari 1928. Ia seorang novelis, penyair, sekaligus esais terkemuka di Indonesia. Ia dianggap pembawa angin baru bagi kesusastraan Indonesia pada tahun-tahun sebelum 1970-an. Karya-karya Iwan Simatupang terasa sangat bebas dan contoh baru dari keberadaan karya yang lain pada saat itu. Karyanya yang terkenal adalah Merahnya Merah dan Ziarah.

Sutardji Calzoum Bachri

Disebut sebagai pelopor Angkatan 70 dalam bidang puisi, Sutarjdi Calzou Bachri berpendapatn dalam kredonya bahwa kata adalah makna itu sendiri, bahwa kata bukanlah alat penyampai. Itu sebab mengapa puisinya memiliki bangunan kata yang sangat menonjol, dan membolisisai repetisi untuk membentuk satu kesatuan dalam kata. Inilah yang membuatnya disebut sebagai pelopor Angkatan 70 dalam bidang puisi, khususnya puisinya yang berjudul Tragedi Winka dan Sihka.

Sutardji Calzoum Bachri lahir di Indragiri Hulu, Riau, pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji juga sempat dijuluki sebagai Presiden Penyair Indonesia, bahkan ia mendapuk gelar Sri Pujangga Utama. Gaya berpuisi Sutardji sangat berpegang pada bunyi, entah melalui pola zigzag atau tipografi lainnya. Selain Winka Sihka, beberapa karyanya yang lain adalah; O : Amuk dan Hujan Menulis Ayam yang terdiri dari kumpulan cerpen.

Danarto

Cerpen-cerpen Danarto menandai kemunculan nyawa realisme magis di Indonesia. Danarto juga merupakan sastrawan yang dikelompokkan dalam Angkatan 70 karena kumpulan cerpen-cerpennya yang bernyawa dan hidup. Dalam karya Danarto, bahkan batu, air, sampai tanaman dapat menjalin komunikasi dengan para tokoh manusia di dalamnya.

Danarto lahir di Sragen, Jawa Tengah, pada tanggal 27 Juni 1940. Ia adalah cerpenis, dan dramawan besar di Singaraja. Selainn aktif menulis, Danarto juga terlibat dalam kerja-kerja teater. Ia juga seorang pelukis dan tercatat pernah menggelar pameran. Karya Danarto yang paling terkenal adalah cerpennya yang berjudul Godlob.

Putu Wijaya

Selanjutnya adalah I Gusti Ngurah Putu Wijaya, atau yang biasa dikenal dengan nama Putu Wijaya. Ia juga disebut sebagai seniman yang serba bisa. Putu Wijaya aktif di berbagai kegiatan seni, mulai dari teater, drama, aktor, sutradara film dan teater, penulis skenario film dan sinetron, melukis, sampai menulis fiksi. Ia menulis berbagai bidang sastra, sebut saja novel, puisi, cerpen, dan esai. Kemasyhuran Putu Wijaya juga datang ketika cerpen-cerpennya digolongkan dalam Angkatan 70. Tak hanya, ia juga pernah digolongkan dalam Angkatan 66.

Putu Wijaya lahir di Tabanan, Bali, pada tanggal 11 April 1944. Menamatkan sarjana hukum di UGM, Putu Wijaya ternyata lebih tertarik pada dunia kesenian ketimbang hukum. Itu sebab ia telah banyak menulis dan mengamati kesenian di Bali sejak SMP. Karya-karyanya sangat banyak, karena ia menyentuh berbagai kegiatan kesenian di Indonesia. Tercatat ia telah menulis 30 novel, kurang lebih seribu cerpen, dan 40 naskah drama. Itu semua datang dari tangan dinginnya.

Budi Darma

Kreativitas Budi Darma dalam menulis sangatlah terampil dan tak perlu diragukan lagi. Nyaris setiap tulisannya, kisah-kisah di dalamnya dituliskan dengan sangat cair kendati banyak keabsurdan dalam ceritanya. Budi Darma digolongkan dalam Angkatan 70, karena cerpen-cerpennya.

Budi Darma lahir di Kabupaten Rembang pada 25 April 1937. Ia adalah akademisi dan guru besar di salah satu kampus ternama di Surabaya. Budi Darma tertarik menulis sejak tahun 1989. Ia aktif menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa inggris. Karya-karyanya adalah cerpen, novel, dan esai. Salah satu cerpennya yang terkenal adalah Orang-Orang Bloomington dan Kritikus Adinan, yang berisikan kisah-kisah kehidupan yang absurd.

Darmanto Jatman

Darmanto Jatman selain dikenal sebagai sastrawan, juga dikenal sebagai budayawan, filosof, dan guru besar emeritus UNDIP. Lahir di Jakarta pada tanggal 16 agustus 1942. Darmanto Jatman mencintai dunia tulis sejak duduk di bangku sekolah dasar. Ia menulis hal-hal kecil seperti masjid, sekolah, dan semacamnya ketika itu.

Adapun karya-karyanya, antara lain Sajak-Sajak Putih, Ungu, Bangsat, Laut Biru Langit Biru, dan masih banyak lagi. Darmato Jatman juga menulis beberapa esai, seperti Sastra, Psikologi, dan Masyarakat. Ia sastrawan yang mendapuk penghargaan The SEA Write Award pada tahun 2002.

Itulah beberapa sastrawan yang tergolong dalam Angkatan 70. Selain nama-nama di atas, ada nama-nama besar lainnya seperti Arifin C. Noer, Linus Suryadi, Emha Ainun Najib, Remy Sylado, Rendra, dan masih banyak lagi yang lain.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here