Balai Pustaka merupakan perusahaan perseroan yang bergerak di bidang penerbitan, percetakan, dan multimedia. Balai Pustaka didirikan pertama kali pada tahun 1917 oleh Hindia Belanda untuk mengendalikan ‘politik etis’, sekaligus meredam pemikiran-pemikiran yang tak sejalan oleh apa yang dijadikan kebijakan oleh Hindia Belanda. Maka dari itu, Balai Pustaka banyak menggaet penulis-penulis Indonesia untuk menjadi kontributor tetap. Maka lahirlah apa yang disebut sebagai sastrawan-sastrawan Angkatan Balai Pustaka.
Sastrawan-sastrawan Angkatan Balai Pustaka eksis dari tahun 1920 sampai dengan 1930. Para penulis yang tergolong Angkatan Balai Pustaka ini adalah mereka yang menerbitkan tulisan-tulisannya di penerbit Balai Pustaka. Dominan tema-tema yang diangkat adalah kisah-kisah roman yang kental nuansa melayunya.
Siti Nurbaya, merupakam salah satu karya yang paling menonjol dari Angkatan Balai Pustaka. Buku tersebut ditulis oleh Marah Rusli, dan menjadi puncak karya sastra pada masa itu. Angkatan Balai Pustaka mayoritas berasal dari pulau Sumatera, terkhusus Minangkabau, termasuk Marah Rusli, Roestam Effendi, dan Nur Sutan Iskandar.
Berikut Semilir bagikan siapa saja sastrawan-sastrawan yang berkarya pada masa Angkatan Balai Pustaka ini, selengkapnya.
Marah Rusli
Marah Rusli lahir di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 7 Agustus 1889. Marah Rusli lahir dari keluarga bangsawan dan tumbuh dalam lingkungan yang benar-benar islami. Ia telah lama mencintai dunia sastra. Sejak kecil ia selalu mendengarkan tukang kaba mendendangkan kabanya, yang berupa kisah-kisah dan dongeng-dongeng. Itu yang kemudian hari mempengaruhi minat Marah Rusli untuk menekuni dunia kepengarangan.
Marah Rusli dikenal sebagai orang pintar, namun ia memiliki sifat yang suka berontak pada keluarga. Pernah ia dijodohkan dengan perempuan pilihan keluarganya, namun Marah Rusli malah mentalak tiga perempuan itu tak lama setelah pernikahan berlangsung. Siti Nurbaya karyanya yang terkenal adalah gambaran yang menyinggung adat-adat ortodoks Minangkabau yang kaku. Selain Siti Nurbaya, karya Marah Rusli lainnya ialah La Hami, Anak dan Kemenakan, dan Gadis Jang Malang. Marah Rusli meninggal pada tahun 1968 di Bandung.
Nur Sutan Iskandar
Bernama asli Muhammad Nur, Nur Sutan Iskandar adalah seorang pengarang sekaligus penerjemah. Ia termasuk sastrawan yang paling produktif pada masa Angkatan Balai Pustaka. Sebab selain menulis cerita, ia juga menerjemahkan buku-buku asing seperti Alexandre Dumas, Haggard, sampai Arthur Conan Doyle. Nur Sutan Iskandar lahir di Batang, Sumatera Barat, tanggal 3 November tahun 1893.
Tahun 1919 Nur Sutan Iskandar boyong ke Jakarta dan bekerja di Balai Pustaka. Pada saat itu ia masih korektor. Namun setelah lulus dari pendidikan perkuliahan pada tahun 1924, ia diangkat sebagai redaktur. Pekerjaan inilah yang membuat Nur Sutan Iskandar sangat produktif perihal dunia sastra. Ia disebut sebagai tokoh penting pada generasi 1920-an oleh sang paus sastra Indonesia, H.B. Jassin. Ini bukan hanya karena soal Nur Sutan Iskandar menulis dan menerjemahkan, tetapi kedudukannya di Balai Pustaka. Karya-karya Nur Sutan Iskandar yang sarat akan roman adalah Neraka Dunia, juga yang lainnya seperti Dewi Rimba, Salah Pilih, dan lain-lain. Nur Sutan Iskandar meninggal pada tahun 1975.
Roestam Effendi
Roestam Effendi lahir di Padang pada 13 Mei 1903. Ia adalah seorang sastrawan Minangkabau yang sangat terkenal. Roestam juga merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Keberadaan Roestam di Angkatan Balai Pustaka termasuk penting, karena ia banyak menuangkan semangat perlawanan terhadap kolonialisme pada sajak-sajak dan naskah dramanya. Roestam juga bergerak di bidang politik. Ia merupakan orang Hindia Belanda pertama yang duduk di parlemen Belanda.
Roestam Effendi menggambarkan kecintaannya terhadap dunia tulis sedari muda. Ia mencetak corak-corak melayu yang sangat kental pada setiap karyanya. Tercatat, ia telah menelurkan karya berupa hikayat, syair, bahkan pantun. Roestam juga terkenal dengan naskah dramanya yang berjudul Bebasri. Tak hanya itu, Roestam juga banyak menulis buku-buku sosial-politik, bahkan yang bersifat ekonomis. Air Mata Seni adalah karya roman Roestam Effendi yang masyhur. Roestam Effendi meninggal dunia di Jakarta pada tahun 1979.
Merari Siregar
Merari Siregar adalah sastrawan Angkatan Balai Pustaka. Ia lahir di pulau Sumatera pada 13 Juli 1896. Keberadaan Merari Siregar dalam Angkatan Balai Pustaka memang kurang mencolok kuat. Namun karyanya-karyanya yakni Azab dan Sengsara, merupakan roman yang pertama diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka.
Selain mengarang, Merari Siregar juga kerap menulis buku saduran seperti Si Jamin dan Si Johan. Selama hidupnya, Merari Siregar sering pindah-pindah tempat. Ia pernah bersekolah di kampungnya, tapi juga di Jakarta. Ia sempat di Medan untuk bekerja sebagai guru bantu. Beriringan dengan minatnya menulis, ia pindah lagi ke Jakarta dan bekerja sebagai tenaga medis di sebuah rumah sakit. Terakhir Merari pindah ke Madura, dan menghabiskan masa hidupnya di sana. Merari Siregar meninggal pada 23 April 1941.
Djamaluddin Adinegoro
Bergelar Datuk Maradjo Sutan, Djamaluddin Adinegoro lahir di Sawahlunto—sebuah kota di Sumbar, pada 14 Agustus 1904. Ia merupakan adik dari pejuang Muhammad Yamin. ‘Adinegoro’ bukanlah nama lahirnya. Ia terpaksa menggunakan nama itu saat menempuh Pendidikan di STOVIA agar bisa menulis. Namun pada akhirnya nama itu melekat sampai kematiannya.
Djamaluddin Adinegoro adalah sastrawan sekaligus wartawan kawakan yang dimiliki Indonesia. Keterampilannya dalam dunia sastra telah ada sejak remaja. Sementara karir wartawannya ditempuh pertama kali di sebuah majalah independen. Djamaluddin menulis beberapa novel, cerpen, sampai buku-buku ensiklopedia dan kebudayaan. Novelnya Darah Muda dan Asmara Jaya adalah karya yang paling moncer. Djamaluddin meninggal di Jakarta pada tahun 1967.
Selain nama-nama di atas, ada juga nama-nama seperti Muhammad Kasim, Soeman Hasiboean, Abdul Muis, Tulis Sutan Sati, dan tentunya masih banya lagi yang tergabung atau yang tergolong sastrawan-sastrawan Angkatan Balai Pustaka. Karya-karya pada Angkatan Balai Pustaka sangat beragam, mulai dari novel, cerpen, naskah drama, dan puisi. Namun rata-rata dari mereka membobotkan unsur roman pada setiap karyanya. Juga narasi-narasi persoalan adat yang kaku dan mengikat.