Hari pertama pada bulan Mei merupakan hari libur Nasional untuk memperingati Hari buruh International. Pada momen ini, para buruh di berbagai negara menyampaikan aspirasinya, terutama tentang pengurangan jam kerja, seperti yang dilakukan di negara-negara kapitalis di Eropa dan Amerika. Karena itu, 1 Mei dipandang bersejarah untuk memperingati hari perjuangan yang dilakukan para pekerja dan berbagai bentuk gerakan buruh secara serentak diberbagai negara. Hari itu acap kali dikenal dengan sebutan “May Day”: para buruh merayakan hak-hak serikat buruh tentang “Delapan Jam Bekerja” dalam sehari di Chicago, Amerika Serikat.
Aksi pemogokan kerja pertama kali dilakukan oleh kelas pekerja Amerika Serikat pada 1806 oleh pekerja Chordwainers. Dari aksi inilah kemudian terungkap fakta perbudakan para buruh yang bekerja selama 19 sampai 20 jam bekerja dalam sehari. Beberapa kasus eksploitasi tersebut di bawa ke pengadilan karena dinilai mengingkari nilai kemanusiaan. Sejak saat itu, masyarakat mulai terbuka dan menyadari pentingnya menghargai hak-hak buruh sebagai pekerja dalam bingkai kemanusiaan.
Adapun dua orang yang dianggap menyumbangkan gagasan untuk mengormati para pekerja buruh yaitu Peter McGuire dan Matthew Maguire. Mereka adalah pekerja mesin dari Patterson, New Jersey yang ikut serta menuntut pengurangan jam kerja, dan karena aksinya itu mereka dikucilkan. Pada 1881, McGuire mengorganisir para pekerja tukang kayu di Chicago, kemudian mendirikan Persatuan Serikat Buruh Tukang Kayu yang dinamai United of Brotherhood Charpenters dan Joiners of America.
Setahun setelah terbentuknya serikat buruh tersebut, peringatan hari buruh pertama kali diagendakan di New York pada 5 September 1882. Peringatan itu diikuti sekitar 20.000 orang seraya membawa spanduk yang bertuliskan “8 jam kerja, 8 jam istirahat, dan delapan jam rekreasi”. Alhasil efeknya menyebar ke berbagai negara yang turut serta merayakan parade atas aspirasinya.
Istilah “May Day” sendiri dilahirkan lewat federasi international oleh sekelompok gerakan sosial pada masa itu untuk mendukung para pekerja buruh dan menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh International.
Pada tahun 1886 silam terjadi kerusuhan besar-besaran di Haymart Chicago. Puncaknya kerusuhan terjadi pada 4 Mei 1886, ratusan polisi Amerika menembaki para demostran, adapula polisi yang melempar bom ke tengah-tengah demonstran. Akibatnnya, ratusan orang tewas dan para pemimpin demostran di tangkap untuk dihukum mati. Para buruh yang tewas pada saat parade berlangsung dikenal dengan sebutan Martil.
Pada September 1886 di Jenewa, Swiss, diadakan kongres pertama yang dihadiri oleh kalangan organisasi pekerja di seluruh dunia untuk menuntut penetapan delapan jam kerja dalam sehari. Keguncangan ini kemudian disahkan secara resmi oleh pihak Uni Soviet yang mengklaim bahwasannya hari libur 1 Mei diperingati sebagai Hari Solidaritas Buruh International. Ini juga diikuti oleh berbagai negara untuk memperjuangkan hak-hak para pekerja terutama para buruh. Namun, hal ini tidak mendapat kesepakatan penuh oleh pihak Amerika Serikat dikarenakan mereka tidak mau mengingat akan kerusuhan yang terjadi kala itu.
Pada 1 Mei 1886, ada sekitar 350.000 pekerja buruh melakukan pemogokan di sepanjang jalan Amerika Serikat. Mereka membawa anak dan istri untuk ikut serta menyampaikan aspirasi kepada kelas Borjuis. Istilah Borjuis diperuntukan bagi orang kelas menengah yang mempunyai modal kepemilikan baik dalam sektor ekonomi, pendidikan, dan kekayaan. Ini disebut sebagai Kelas Sosial yang didefinisikan oleh Marxisme.
Para pekerja buruh dengan jumlah ratusan bahkan ribuan bergabung dengan organisasi pekerja Knights of Labour. Berbagai gerakan dan aksi-aksi ini banyak dipengaruhi dan didorong oleh ide-ide International Workingsmen Association (IWA). Mereka melancarkan aksi ini sejak April tanpa henti dengan menuntut dan merealisasikan “Delapan Jam Kerja” sebelum Mei mendatang.
Perjuangan para pekerja buruh berhasil kala itu untuk mempersingkat jam kerja yang dulunya 19 sampai 20 jam sehari menjadi delapan jam sehari. Para pekerja buruh merasa seperti diperbudak layaknya pada perbudakan Mesir. Mereka lebih sering sakit-sakitan dan merasa gelisah dengan tuntutan jam kerja itu.
Tuntutan di daerah-daerah itu untuk 10 jam sehari segera berkembang menjadi sebuah gerakan, yang, meskipun terhambat oleh krisis tahun 1837, membuat pemerintah federal di bawah Presiden Van Buren mengeluarkan dekrit 10 jam sehari untuk semua yang bekerja di pekerjaan pemerintah (merdeka.com). Walaupun aktifitas perlawanan ini dikendalikan oleh krisis tahun 1857,namun kekuatan para pekerja lebih kuat nyaris tak terbendung dan berhasil memenangkannya.
Oregon merupakan negara bagian pertama dibawa kekuasaan Presiden Grover Cleveland yang menandatangani Undang-Undang penetapan minggu pertama bulan September sebagai hari libur Nasional pada 1894.
Hari Buruh Di Indonesia
Hari buruh di Indonesia sudah berlangsung sejak 1920. Pada 1 Mei 1918, di bawah pimpinan Serikat Buruh Kung Tang Hwee dan seorang tokoh sosialis dari Negara Belanda bernama Adolf Baars lewat tulisannya yang mengungkap bahwa kaum buruh tidak mendapatkan upah yang layak dan beberapa hak milik tanah mereka yang dijadikan lahan sewa perkebunan juga dibayar dengan upah yang sangat rendah. Diikuti oleh para pekerja buruh kereta api yang melakukan aksi mogok kerja dikarenakan mendapat ketidakadilan dalam perihal bekerja. Mereka acap kali dipotong gajinya dengan alasan yang tidak karuan oleh para pemilik industri.
Namun, hal ini sempat ditiadakan pada masa Orde Baru karena ada keterkaitan dengan isu-isu komunis yang sudah berkembang pesat dan berlangsung pada 1965. Penetapan 1 Mei sebagai hari buruh nasional disahkan oleh pemerintah sesuai UU No 12 Tahun 1948 pada tanggal 20 April 1948. Pada perkembangan waktu, tepatnya pada 1954, para pekerja buruh berhasil mendapatkan haknya. Alhasil pemerintah mengeluarkan Peraturan tentang persekot Hari Raya dengan Surat Edaran No. 3676/1954 tentang Hadiah Lebaran atau yang sekarang ini kita kenal dengan Tunjangan Hari Raya atau THR. Tunjangan Hari Raya adalah bentuk dari hasil perjuangan para pekerja buruh yang sesuai dengan No 1 Tahun 1961. Atas perjuangan ini kita bisa merasakan hak-hak kerja lewat Tunjangan Hari Raya. Hal ini kemudian berpengaruh pada kredibilitas atas hak upah dan kemudian terjadilah peniadaan Peringatan Hari Buruh di Indonesia pada 1926.
Pada masa Orde Baru, hari buruh tidak lagi diperingati sebagai ghari libur nasional di Bumi Pertiwi kala itu. Ini dikarenakan pada saat itu gerakan-gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan paham komunis di bawah kekuasaan Presiden Suharto yang sejak terjadinya Gerakan 30S/PKI ditabukan di Indonesia. Presiden Suharto kala itu menganggap peringatan hari buruh sangat tidak subversif. Ini sangat berlawanan arah dengan orang-orang yang dari kalangan Non-komunis, dan bahkan yang Anti-komunis sangat mengecam terhadap ideologi-ideologi komunis yang dipakai para pekerja buruh di berbagai negara khususnya di Indonesia. Di kemudian hari, setelah masa Orde Baru, tepatnya di bawah pimpinan presiden DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden No 24 Tahun 2013 menetapkan 1 Mei sebagai hari libur untuk memperingati hari buruh international dan diikuti parade demostran di berbagai kota-kota di Indonesia.
“8 Hours Labour, 8 Hours Recreation, 8 Hours Rest“