Bagi penikmat novel sub genre fiksi-kriminal atau fiksi-misteri, nama Agatha Christie tentunya tidak asing di telinga. Mendiang Agatha Christie adalah novelis produktif dengan karya terlaris sepanjang masa. Rekam jejak wanita kelahiran Torquay, Inggris itu terbilang menakjubkan, total 66 novel kriminal dan cerita pendek ditulisnya selama berkarir di bidang sastra.
Dalam novel-novelnya, Agatha Christie menciptakan tokoh-tokoh detektif yang bertugas menyelidiki kasus-kasus pembunuhan. Sebut saja Hercule Poirot, Tommy, Tuppence, dan Jane Marple (Miss Marple).
Poirot digambarkan sebagai detektif paruh baya, klimis, dan memiliki kumis. Dalam menyelesaikan kasus-kasusnya, Poirot lebih sering menganalisis perilaku manusia daripada mengobservasi tempat kejadian perkara.
Lain hal Tommy dan Tuppence, pasangan suami-istri yang agak ceroboh namun selalu kompak dalam mengungkap sebuah kasus. Sering kali, kasus yang diungkap oleh pasangan ini dipengaruhi oleh faktor keberuntungan.
Selanjutnya, ada tokoh Miss Marple yang digambarkan Agatha Christie sebagai wanita tua dengan rasa ingin tahu yang besar. Miss Marple memiliki pengetahuan yang luas tentang anatomi tubuh manusia dan cara tersendiri dalam menganalisis mayat. Melalui percakapan-percakapan sederhana (yang biasanya dianggap tidak penting) dengan orang-orang di sekitarnya, Miss Marple dapat menemukan titik terang dari sebuah kasus. Karakter ini terbiasa menghubung-hubungkan seseorang yang baru ditemuinya dengan seseorang yang pernah ia temui di masa lalu.
Pada umumnya, sosok detektif diilustrasikan dengan kumis tebal, selalu menggigit cerutu, mengenakan jas dan topi, pokoknya garang.
Di antara semua karakter, Miss Marple adalah detektif yang paling menarik. Karakternya sebagai seorang perawan tua dan sederhana namun dapat mengungkap kasus dengan caranya –yang bahkan membuat polisi dan detektif tulen kewalahan.
Miss Marple, wanita tua berkebangsaan Inggris yang tinggal di desa sederhana bernama St. Mary Mead dan menikmati sisa hidupnya di sana. Ia berpenampilan sederhana, mengenakan topi cloche, blus, sarung tangan yang sudah usang, dan menenteng tas kecil.
Miss marple merupakan sosok yang teduh. Ketika seorang wanita terpaksa menyaksikan aksi pembunuhan atau melihat mayat, maka sosok Miss Marple akan menjadi orang yang memeluknya dan menenangkannya. Ketika polisi membutuhkan kesaksian dari anak sekolahan, maka sosok Miss Marple yang akan menjalankan tugas interogasi itu. Tentunya, dengan sentuhan keibuan yang membuat lawan bicara tidak tertekan. Benar-benar sosok nenek di kehidupan nyata. Bedanya, seorang nenek tidak menyelesaikan kasus misteri.
Selain itu, karakter ini juga menyimpan misteri tersendiri. Misalnya, mengapa ia tidak menikah dan memilih hidup sendirian hingga tua? Beberapa penggemar berspekulasi bahwa Miss Marple pernah memiliki kekasih, namun tewas di medan peperangan. Atas dasar kesetiaannya, ia memutuskan untuk tidak menikah sebab tidak ada yang dapat menggantikan kekasihnya.
Spekulasi lain adalah, Miss Marple masih menunggu kembalinya sang kekasih dari medan perang, bahkan hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. Kedua spekulasi ini muncul karena di pembukaan episode debutnya yakni The Murder at the Vicarage, Marple muda sedang berpisah dengan seorang pria yang akan berangkat ke medan perang.
Lewat Miss Marple, Agatha Christie memainkan Cozy Mistery, cerita misteri dengan adegan aksi yang minim kekerasan dan tokoh utama protagonis tanpa kekuatan. Cozy Mistery sering kali dianggap sub genre yang membosankan. Namun melalui Miss Marple, Agatha Christie memberikan sentuhan magis nan membekas bagi para membacanya.
Miss Marple memulai debutnya pada novel The Murder at the Vicarage pada tahun 1930. Selanjutnya, ia tampil dalam 20 cerita pendek dan 12 novel karya Agatha Christie. Teduh, cekatan, dan rasional, itulah Miss Marple. Bravo Agatha Christie!