Bulan Puasa adalah bulan yang ditunggu-tunggu. Tidak hanya saya, namun juga seluruh umat Islam. Lantaran di bulan suci inilah umat muslim berlomba-lomba menambah pahala. Di samping itu, mayoritas juga senang karena terbayang akan aneka takjil yang berjejeran di pinggir jalan. Mulai dari yang berat hingga yang paling ringan, mampu membuat liur saya menetes. Tentu saya tidak bercanda.
Karena terlalu senangnya hingga begitu adzan Isya’ berkumandang, saya bergegas mengambil wudu dan mengenakan mukenah di hari pertama salat tarawih. Saat saya keluar menuju masjid yang tidak jauh dari rumah, saya heran melihat situasi sekitar. Biasanya ramai ibu-ibu, bapak-bapak, atau anak-anak yang hendak pergi ke masjid menunaikan salat tarawih, tetapi kali ini tampak sepi. Saudara dekat rumah pun juga tak tampak batang hidungnya. Biasanya paling rajin, pikir saya.
Dengan perasaan janggal, saya tetap pergi ke masjid dan mengerjakan salat Isya’ berjamaah dengan khidmat. Setelah itu, Imam kemudian berceramah singkat. “Belum ada keputusan dari pemerintah terkait puasanya jatuh tanggal berapa. Masih tunggu pengumuman nggeh, Ibu-Ibu, Bapak-Bapak,” kata Imam. Pantas saja, ternyata saya salah. Malam Jumat itu bukan hari pertama tarawih dan puasa tidak jatuh di hari Sabtu. Seharusnya, sebelum itu saya melihat berita dahulu. Hal ini terjadi akibat saya terlalu bersemangat menyambut hari suci Ramadan.
Pulang dari masjid, saya ditertawakan oleh adik saya. Sedikit malu, tapi mau bagaimana lagi. Di ruang tamu, saya langsung melihat keputusan sidang isbat. Pemerintah melalui Kementrian Agama menetapkan puasa Ramadan 1443 H jatuh pada Minggu, 3 April 2022. Yaqut menjelaskan, “Hisab terlihat yaitu memiliki ketinggian minimal 3 derajat dan elongasinya minimal 6,4 derajat. Namun, ketinggian hilal di seluruh wilayah Indonesia pada hari ini baru ada posisi antara 1 derajat 6,78 menit sampai dengan 2 derajat 10,02 menit,”
Maka dari itu, pemerintah mempertimbangkan bahwa 1 Ramadan jatuh pada tanggal 3 April, bukan 2 April 2022.
Ketika menulis tulisan ini, sebuah pertanyaan sekelebat tiba-tiba datang. Kita tahu bahwa Indonesia memiliki zona waktu yang berbeda di setiap daerah, apakah hal itu akan memengaruhi posisi hilal di masing-masing daerah?
Mengutip dari laman LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), penentuan 1 Ramadan dilakukan atas dasar pengamatan rukyatul hilal. Hilal bisa terlihat apabila bulan berbentuk huruf U dengan posisi menghadap titik matahari, setelah terjadinya konjungsi di arah dekat matahari terbenam.
Dengan perbedaan waktu magrib, misalnya di Aceh dan Irian Jaya dengan selisih 2 jam maka waktu berbuka puasa pun sudah berbeda. Begitu bulan dengan, posisi bulan pun berbeda. Itulah mengapa saya baru tahu bahwa Indonesia memiliki waktu puasa dan lebaran yang berbeda-beda, terlepas dari NU dan Muhammadiyah.
Namun, pendapat itu tentu hanyalah sebuah pikiran belaka. Terkait dari benar atau tidaknya, saya manut dengan yang lebih ahli saja.