Film bergenre action-comedy termasuk genre film yang banyak diminati oleh penonton. Perpaduan seni beladiri dan laga dibalut dengan bumbu-bumbu komedi membuat jalan cerita menjadi lucu sekaligus menegangkan. Tak sekadar menghibur, tetapi juga dapat memacu adrenalin penonton menjadi bersemangat. Sebut saja Film Kungfu Hustle asal China yang sangat viral di masanya atau Film Men in Black garapan Hollywood.
Di samping itu, akhir-akhir ini perfilman Indonesia kembali disuguhkan dengan film action-comedy. Sutradara Timo Tjahyadi yang sebelumnya sukses menggarap Film Rumah Dara dan The Night Comes From Us, kini hadir dengan garapan terbaru berjudul Big 4. Film ini cukup menarik atensi publik. Tak kalah dengan film genre action-comedy sebelumnya yakni Comic 8 (2018). Big 4 sempat bertengger di posisi kedua sebagai film yang paling banyak ditonton di Netflix. Berikut beberapa fakta film The Big 4.
Penokohan Yang Unik
Menceritakan empat pensiunan pembunuh bayaran yang kembali beraksi setelah bertemu polisi wanita bernama Dina yang bertekad mencari pembunuh ayahnya yang sulit ditangkap. Mereka berempat adalah Jenggo, Topan, Pelor, dan Alpha.
Anggun, karismatik dan tegas. Dina yang diperankan Putri Marino menjadi daya tarik sendiri sebagaimana ia memerankan Lembayung di Film Sultan Agung: Tahta, Perjuangan, dan Cinta. Dina memiliki jiwa keadilan tinggi memutuskan untuk menjadi polisi wanita. Namun, saat pelantikan jabatan, ia harus menanggung kesedihan karena ayahnya yang dibunuh oleh sosok misterius. Berselang 3 tahun, ia mulai menyelidiki kasus kematian ayahnya berbekal bukti yang ada.
Urusan akting dan celetukan jadi poin khusus, Topan yang diperankan Abimana membuat ia menampilkan sisi lain yang biasanya dikenal aktor serius atau preman dalam Srigala Terakhir. Abimana pernah berperan sebagai Gundala, aksinya sebagai karakter utama patut diacungi jempol juga. Pada Film Big 4, dia dituntut untuk menjadi kakak tertua yang menjadi pemimpin dalam timnya. Sempat dituduh pembunuh oleh Dina, akhirnya ia membeberkan fakta tentang ayahnya.
Jenggo yang diperankan Arie Kriting juga mempunyai keunikan sendiri. Tumbuh dari panggung komika, Arie mampu membawakan peran Jenggo dengan jenaka khas Indonesia timur. Jenggo disini terkenal akan bakatnya dalam membidik lawan dengan senapan. Namun semenjak kematian ayah angkatnya, Jenggo memutuskan untuk beralih profesi dari pembunuh bayaran menjadi dukun di pedalaman.
Alpha merupakan satu-satunya perempuan di Big 4. Diperankan oleh Lutesha Sadewa yang pernah memerankan Nona di Film Ambu. Dikenal agak temperamen dan juga cekatan, Alpha tak bisa dianggap remeh perihal berduel. Keahliannya dalam membuat bom menjadi kelebihan tersendiri baginya. Sama halnya dengan Jenggo, ia beralih profesi setelah kematian ayah angkatnya dengan menjadi biduan.
Terakhir adalah Pelor yang diperankan Kristo Immanuel, aktor pendatang baru yang sebelumnya dikenal dengan impersonate-nya yang unik. Pelor lebih terkenal dengan aksi konyolnya ketimbang tiga saudaranya yang jago bertarung. Tampaknya, ia selalu bernasib sial dalam film ini. Sejak scene awal, dia dikorbankan hingga scene berikutnya ia jadi sandera. Namun, aksi konyolnyalah yang menjadi poin menghibur di film ini.
Penuh Umpatan dan Darah
Tak dapat dipungkiri, selama menonton ini banyak sekali adegan brutal pembunuhan yang dikemas sadis sekaligus lucu. Bagi penonton yang fobia terhadap darah mungkin tidak dianjurkan untuk menonton film ini. Banyaknya adegan anggota badan terpotong dan darah muncrat membuat beberapa orang agak tergidik melihatnya. Namun karena dibalut aksi konyol para pemainnya, kengerian itu agak sedikit berkurang.
Umpatan-umpatan yang sering terdengar di kehidupan nyata juga ada di film ini. Mulai dari nama hewan, bahasa vulgar muncul selama adegan pertarungan. Hal ini membuat dialog antartokoh pun terlihat lebih natural tanpa dibuat-buat. Tetapi juga agak kurang sedap didengar oleh kalangan di bawah umur.
Alur yang Ringan dan Mudah Ditebak
Alur cerita cenderung mudah ditebak. Menitikberatkan pada pencarian dalang pembunuhan lalu beralih kepada penyelamatan salah satu Big 4. Latar tempat yang ditampilkan pun tak banyak karena film ini berfokus pada aksi laga antar kedua kubu yakni kubu Big 4 dan kubu Antonia, si pembunuh Pak Petrus. Plot twist yang dihadirkan pun tidak begitu istimewa. Motif jahat Antonio dan genk-nya untuk membunuh Big 4 juga belum begitu kuat. Kurangnya flashback si tokoh Antonio juga turut diperhatikan.
Namun disamping meninggalkan plot hole di sana-sini. Bisa saja Big 4 menjadi franchise terbesar di platform Netflix. Perlu adanya eksplorasi kisah dari tiap anggota Big 4 yang tentunya seru diulik. Juga masa lalu Pak Petrus yang masih misteri dengan misi-misi yang ia berikan kepada anak-anak angkatnya. Aksi keren para pemerannya cukup diperhitungkan. Film ini cocok menemanimu di kala santai.