tramontana

Para Peziarah Aneh adalah sebuah novel karya Gabriel Garcia Marquez yang berisi kumpulan dari dua belas cerita pendek mengenai kehidupan orang-orang Amerika Latin yang hidup di Eropa. Gabriel Garcia bercerita mengenai bagaimana kenestapaan, kemuraman dan perjuangan hidup semasa ia tinggal di Barcelona. Dalam perjalanan membaca, saya menemukan beberapa hal menarik pada tulisan tersebut, salah satu hal menarik yang ingin saya ulas kembali salah satu angin yang dapat menganggu kejiwaan, angin itu adalah Tramontana.

Nama Tramontana diambil dari bahasa latin yaitu transmontanus yang memiliki arti melintasi pegunungan. Tramontana terjadi karena adanya penumpukan massa udara dingin di pegunungan Alpen yang berada di utara Spanyol, tumpukan angin bertekanan tinggi tersebut bertiup ke arah selatan menuju Laut Mediterania.

Bertemunya angin yang bertakanan tinggi dengan angin bertekanan rendah menyebabkan adanya tabrakan antar tekanan. Proses tabrakan angin berlangsung cepat menimbulkan pergerakan angin yang tidak beraturan. Ketidakteraturan angin menyebabkan perubahan cuaca yang sulit diprediksi, adapun perubahan cuaca yang terjadi diantaranyaa yaitu angin berputar melawan arah, lalu bertemu dan bersatu menghasilkan aliran udara yang lebih kuat.

Orang-orang Italia menganggap tramontana bukan sebagai ancaman karena tidak menganggu pelayaran, mereka menyebut angin ini sebagai angin segar dan sejuk sebelum matahari terbit. Namun sebutan tersebut tidak berlaku pada penduduk yang mendiami pulau-pulau kecil di Laut Tyrrhenian seperti Pulau Capri, Ustica dan Pulau Elba. Penduduk pulau-pulau kecil itu justru menyematkan tramontana dengan sebutan “kulitnya lebih buruk daripada gigitannya”.

Melalui penyematan orang-orang kepulauan tehadap tramontana diatas, kita dapat memaknainya dengan maksud “suaranya lebih menakutkan daripada anginnya”. Kita juga bisa memaknai sematan itu menjadi bentuk yang lebih luas dengan maksud “kita mungkin bisa menghadapi anginnya, tetapi perasaan was-was terus menghantui kapan tramontana akan datang”. Orang-orang kepulauan berpesan jika mendengar peringatan tramontana akan datang baiknya urungkan niat untuk melaut, jika apes sudah terlanjur berlayar, orang-orang pulau itu menyarankan supaya kita menepi di pulau-pulau tak berpenghuni di utara.

Jika orang-orang kepulauan kecil di Italia mengartikan tramontana hanya berpengaruh dalam pelayaran, berbeda halnya dengan orang-orang Spanyol khususnya orang-orang Catalan. Orang-orang Catalan memiliki kepercayaan bahwa hembusan angin dingin dan kencang tramontana menyebabkan langit biru tanpa meninggalkan sedikitpun awan. Orang-orang Catalan menganggap langit biru sebagai pertanda buruk dan membawa efek negatif pada jiwa manusia.

Tramontana mempengaruhi beberapa aspek kehidupan orang-orang yang tinggal di Catalan tak terkecuali para seniman dan sastrawan. Hal itu dapat kita lihat dari berberapa karya yang dilatarbelakangi oleh tramontana. Pada novel Strange Pilgrim, tramontana terletak pada urutan kesembilan dari dua belas total keseluruhan cerita pendek yang ditulis, adapun ringkasan cerita pendek tersebut sebagai berikut:

Pada awal cerita, Gabriel Garcia bercerita tentang bagaimana pengalamannya saat sedang berlibur dengan kedua anaknya di Cadaquez, kota paling cantik di sepanjang Costa Brava. Letaknya berada disuatu tebing yang menghadap langsung ke laut.  Musim semi dan musim gugur adalah waktu yang paling tepat untuk berkunjung ke tempat tersebut, namun saat memasuki kedua musim itu kita tidak akan bisa mengindar dari pikiran yang selalu dihantui oleh tramontana, angin darat yang bengis, angin yang membawa bibit-bibit kegilaan.

Bibit-bibit kegilaan yang ia rasakan bermula saat ia merasa semangatnya tiba-tiba menurun, timbul perasaan sedih yang asing. Bersaman dengan itu, ia mendapati kesan kedua anaknya yang selalu membuntuti keliling rumah dengan tatapan saling bermusuhan. Tidak lama berselang, seorang lelaki tua pensiunan pelaut yang beralih menjadi porter sekaligus penjaga penginapan muncul dan berkata tidak lama lagi tramontana datang. Ia menutup pintu, mengunci jendela dan memeriksa dinding dan bagian rumah lain memastikan tidak ada yang berlubang.

Kemunculan tramontana dapat dirasakan dengan terdengarnya suara hembusan angin yang menyerupai siulan, kekuatannya berselang-seling, naik dan turun. Kemudian semakin lama angin semakin kencang hingga salah satunya menetap, tak tergoyahkan. Ia bersaksi pada titik terkuat suaranya menyerupai suara gempa bumi. Maka tidak heran mengapa porter mengibaratkan tramontana sebagai wanita penuh kebencian namun tanpanya hidup seorang lelaki tidak akan berarti lagi.

Anehnya saat gemuruh angin dahsyat itu menetap penuh glegar, lautan terlihat tenang dan jernih. Melihat laut yang tenang, ia dan kedua anaknya berencana untuk keluar, ia beranggapan angin yang datang tidak begitu buruk mengingat mereka dibesarkan ditengah badai Chile dan gempa bumi Meksiko. Pada gelombang selanjutnyam Gabriel Marquez dan kedua anaknya memutuskaan untuk keluar, mereka mengendap-endap melewati kamar porter saat porter teremenung mengamati geraknya angin melalui jendela. Mereka membuka pintu ruang utama, berjalan setengah bungkuk menuju tempat terbuka sambil berpegangan tiang lampu. Tak lama dari itu, porter dan penghuni penginapan lain datang, berusaha menyelamatkan mereka yang hampir tersapu angin.

Keesokan hari, tidak ada yang terjadi selain angin. Semua terbangun diwaktu yang sama, setelah semalaman diselimuti keheningan mutlak. Langit bertabur bintang bersinar, cahayanya memantul di air seakan merias laut. Meski belum jam lima, turis-turis sudah memenuhi bibir pantai merayakan kebebasan dari dekapan tramontana. Sudah puas menikmati pemandangan itu, Gabriel dan kedua anaknya kembali ke penginapan. Setelah memasuki rumah, ia baru menyadari sesuatu yang aneh. Beberapa hari sebelumnya porter itu selalu bangun lebih dulu, membangukan mereka setelahnya, namun kini kamar porter masih tertutup rapat.

Gabriel megintip melalui celah pintu kayu kamar, yang ada hanya gelap. Ketukan demi ketukan diiringi panggilan dilayangkan belum berhasil membangunkannya. Ia melakukan berulangkali hingga hampir muncul rasa bosan dicampur sedikit rasa khawatir. Pada ketukan entah yang keberapa, kekhawatiran itu semakin besar, Gabriel memutuskan mendobrak pintu tersebut. Betapa terkejutnya ia melihat porter tergantung ditengah kasau dengan tali yang biasa ia bawa. Di kerah jas layarnya, terdapat lambang kehormatan pelaut yang masih ia gunakan saat menghadapi tramontana untuk terakhir kalinya.

Melalui ringkasan cerita pendek diatas, kita dapa melihat bagaimana detik-detik mencekam saat Gabriel Garcia dan kedua anaknya memaksa keluar rumah meski tramontana sedang berlangsung. Melalui ringkasan cerpen diatas, kita juga dapat melihat bagaimana turis-turis merayakan keluar remah setelah hampir bermalam-malam diteror tramontana. Sepertinya terlihat begitu berlebihan jika kita menilai porter bunuh diri karena terjangkit bibit kegilaan akibat tramontana. Namun Ian Gibson pada artikelnya berjudul Tha Shameful Life of Salvador Dali yang diterbitkan New York Times tahun 1998 menyebutkan bahwasanya angin tramontana yang berkepanjangan mampu mendorong penderita depresi hingga titik keputusasaan yang mutlak.

Pada tahun 1881, Gal Dali memutuskan untuk pindah dari desa ke Barcelona. Kepindahannya tidak lain disebabkan oleh keputusasaan oleh angin pelacur itu, angin yang menganggu kewarasannya. Ia juga berkata bahwa, angin itu menyapu bersih awan, menghantam pohon cemara hingga hampir rubuh, ranting-rantingnya jatuh menghancurkan pot bunga, mematahkan tiang televisi. Angin itu juga dapat melapisi tebing Cape Creus dengan warna putih yang ia dapatkan dari menyambuk garam di laut. Kecepatannya mampu melepaskan gerbong kereta api dari kawanan gerbong lain, membalikan sekaligus melemparkannya ke laut.

Ketakutan akan keganasan angin tramontana menimbulkan perubahan pada beberapa hal, salah satunya berupa perubahan bentuk lanskap dan arsitektur rumah di pedesaan. Orang-orang di pedesaan mendirikan dinding dan menanam pohon beech lurus sejajar, hal itu berguna untuk menahan dan memecah angin. Jika akar beech belum begitu kokoh maka pohon itu akan tercabut, jika ranting belum begitu rindang maka angin akan dengan mudah menembus rumah melalui celah dan cerobong asap tanpa penahan apapun.

Angin yang masuk menimbulkan suara erangan melengking, angin yang masuk kedalam cerobong asap bergerak berputar dan terdorong kebawah menyebabkan api di perapian cepat segera padam. Umumnya angin itu bertiup selama 3-12 hari, selama itu juga api perapian cepat redup. Erangan melengking yang keluar dari celah rumah akan menganggu psikologi penghuninya. Pada tiupan hari pertama menimbulkan rasa pusing pada anak-anak, tiupan hari keenam menyebabkan orang dewasa sulit tidur. Pada hari kesepuluh, tingkat pembunuhan maupun bunuh diri baik manusia atau hewan meningkat.

Orang-orang Empordan terkecuali Dali, terkenal karena sikap keras kepalanya. Otoritas setempat mengaitkan hal ini dengan prinsip mereka yang berpegang untuk terus-menerus malawan angin. Di masa lalu, kejahatan yang dilakukan saat angin ini sedang bertiup akan dimaafkan, orang-orang yang melakukan kejahatan itu akan dilabeli dengan sebutan atramuantanat yang memiliki arti “orang-orang yang tersentuh tramontana”.

Wabah phylloxera mengancurkan kebun-kebun angur di perancis dan tidak lama menyerang Pyrennes. Hancurnya kebun-kebun mengakibatkan nilai anggur bermek di Spanyol melonjak. Kenaikan harga anggur juga memicu perkembangan ekonomi spanyol yang ditandai oleh kepulangan orang-orang Catalan yang tinggal di Kuba. Mereka berlomba-lomba membangun rumah mewah dan memasukan emas yang mereka punya kedalam tabungan bursa saham.

Melihat kesempatan itu, Gal Dali tidak ingin hanya kecipratan ludah saja. Gal Dali terburu nafsu menginvestasikan emas dan kekayaan lain yang ia punya. Dengan investasi itu ia berharap kaya raya dan menyekolahkan anaknya hingga tamat. Sayangnya pada tahun 1883 bursa saham menurun, Gal Dali kehilangan banyak uang dengan tiba-tiba, naasnya sebagian dari uang itu bukan miliknya hingga ia harus mengembalikannya pada sang pemilik.

Jatuhnya bursa saham menguras harta serta menganggu kesehatan mentalnya. Hal itu dapat dilihat pada kejadian 10 April 1886, saat dini hari Gal Dali muncul dari balkon apartemennya, ia berteriak seorang pria mencoba mencuri dan mengancam membunuhnya, tidak lama berselang keramaian datang ke ruangannya, tidak ditemukan satupun pria selain dirinya. Beberapa hari berselang ia berusaha menghempaskan diri dari kamar apartemen lantai tiga, beruntung polisi berhasil membujuknya, namun enam hari kemudian ia melakukan keinginannya itu dengan benar, ia mendarat dengan kepala dan mati ditempat.

Kematian Gal Dali merupakan suatu hal tabu dibicarakan. Untuk menjaga reputasi keluarga, kematian Gal Dali ditutup-tutupi hingga tidak ada satupun surat kabar yang menyiarkan kematiannya. Kamatian Gal Dali disembunyikan dengan hati-hati dari generasi ke genearasi berikutnya. Hingga sampai waktunya, Montserrat Dali, cucu Gal Dali yang sejak kecil disumpah oleh orang tuanya untuk tidak pernah kembali ke Cadaques. Sejak kecil ia sering mendengar cerita bahwa seorang melarikan diri Cadaquez karena pengaruh tramontana.

Betapa terpukulnya bahwa seorang yang ada dalam cerita tersebut adalah kakeknya sendiri. Setelah mengetahui kebenarannya, ia segera mengamini kebar itu dan berpendapat tidak ada satu orangpun berhasil melarikan diri dari takdirnya. Ia menyatakan Cadaques adalah paranoia terbesar yang dihasilkan oleh Mediterania. Sebagai pernyataan penutup, ia juga mengatakan hal yang tak kalah memilukan  yaitu “sekali tersentuh tramontanam, akan selamanya tersentuh”.

Beli Alat Peraga Edukasi Disini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here