Tema literasi akhir-akhir ini acap diusung dalam berbagai forum diskusi di tanah air. Literasi dinilai dapat menjadi solusi menjawab persoalan rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Benarkah demikian? Mengapa literasi tampak sedemikian penting? Apakah ada transformasi makna literasi kekinian?
Istilah literasi berasal bahasa Inggris yakni “literacy” yang berarti “melek huruf”. Dalam bahasa Indonesia padanan kata literacy adalah “melek aksara, keberaksaraan, dan kemahirwacanaan, dan literasi”. Dari berbagai istilah itu, kata literasi lah yang paling populer di tengah masyarakat.
Arti literasi secara kebahasaan cukup sederhana menyoal melek huruf saja. Namun kekinian, makna literasi semakin luas dan jenisnya pun makin beragam. Perkembangan makna literasi sejalan dengan tantangan dan kebutuhan zaman.
Misalnya pada era abad ke-19, literasi diartikan sebagai proses membaca dan menulis. Seirama dengan pendapat Elizabeth Sulzby (1986), literasi disebut sebagai kemampuan seseorang dalam berkomunikasi “membaca, berbicara, menyimak, dan menulis”.
Berbeda hal dengan pendapat pada abad ke-20 yang memaknai literasi lebih dari sekadar kemampuan baca tulis. Literasi dipandang sebagai sebuah keterampilan dalam berbagai bidang tertentu. Seperti pernyataan Unesco (United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization), literasi adalah “Seperangkat keterampilan nyata, terutama keterampilan membaca dan menulis yang terlepas dari konteks bagaimana keterampilan itu diperoleh dan siapa yang memperolehnya.
Selaras dengan pandangan sebelumnya, Alberta memaknai literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis, menambah pengetahuan dan keterampilan, berpikir kritis dalam memecahkan masalah, serta kemampuan berkomunikasi secara efektif yang dapat mengembangkan potensi dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Lebih rinci dan konkret, National Institute for Literacy memaknai literasi seumpama “Kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga dan masyarakat”. Hal senada tegas dipaparkan Education Development Center, bahwa literasi bukan hanya sebatas kemampuan baca-tulis, akan tetapi kemampuan individu menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dalam hidupnya.
“Tampak ada perubahan makna literasi dari masa ke masa. Dari sekadar baca tulis menjadi sebuah keterampilan hidup.”
Pandangan beberapa ahli dan lembaga pendidikan di atas mempunyai kata kunci serupa; kemampuan dan keterampilan, membaca dan menulis, berpikir kritis, serta dapat memecahkan masalah. Jadi dapat kita rangkai, definisi literasi adalah “Kemampuan dan keterampilan seseorang berpikir kritis atas kondisi sosial yang nyata dibutuhkan dalam menjawab masalah sosial”.
Untuk melengkapi pemahaman kita tentang literasi, Alwasih (2012) merumuskan prinsip literasi dalam bukunya Pemahaman Konsep Literasi Gender, yakni tentang: Kecakapan hidup; mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam berwacana secara tertulis maupun lisan; berhubungan dengan kemampuan memecahkan masalah; refleksi penguasaan dan apresiasi budaya; kegiatan refleksi; hasil kolaborasi; dan kegiatan untuk melakukan interpretasi atau penafsiran.
Membincang tentang keterampilan tentu sangat luas cakupannya yaa. Benar, literasi terkait dengan berbagai bidang. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengklasifikasikan literasi dasar menjadi enam (6) jenis, yaitu: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan.
Literasi Baca Tulis, yaitu bertujuan mengembangkan pengetahuan dan potensi diri melalui kecakapan memahami isi teks tertulis baik yang tersurat maupun tersirat, serta mampu menjelaskan pengetahuan yang diperoleh dengan menulis.
Literasi Numerasi, berkaitan dengan kecakapan seseorang menggunakan berbagai macam angka dan simbol atau matematika dasar yang berguna memecahkan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Literasi Sains, sehubungan dengan kemampuan berpikir kritis mengenai fenomena alam dan sosial sehingga seseorang mampu membuat keputusan yang tepat secara ilmiah.
Literasi Digital, dipahami sebagai kemampuan seseorang memperoleh informasi dan berkomunikasi dengan media digital disertai etika dan tanggung jawab.
Literasi Finansial, merupakan keterampilan individu dalam mengelola keuangannya sesuai kaidah cerdas finansial.
Literasi Budaya dan Kewargaan, adalah tentang kecakapan seseorang sebagai warga negara mengaplikasikan kebudayaan serta memahami hak dan kewajibannya dalam bernegara.
Itulah beberapa pandangan tentang definisi literasi dan jenisnya yang berkembang dewasa ini. Literasi berkenaan dengan banyak bidang kehidupan manusia, bahkan semua. Sangat mungkin ke depan jenis literasi bertambah lagi sesuai kebutuhan zaman. Jelasnya, literasi adalah manusia itu sendiri. Toh, dalam menjalani hidup kita harus terampil agar survive.
Dapat dikatakan semakin berliterasi seseorang maka semakin cakap pula ia menyelesaikan berbagai persoalan sosial yang dihadapi. Bayangkan jika masyarakat suatu negara mempunyai tingkat literasi yang memadai maka pasti akan berdampak bagi kemajuan dan keunggulan negara itu.
Sayangnya tingkat literasi Indonesia masih rendah. Melalui Program for International Student Assessment (PISA) yang diinisiasi Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) membuat survei tingkat literasi 70 negara di dunia. Hasilnya Indonesia menempati peringkat 62 atau masuk 10 terbawah. Buruknya literasi kita cermin masih rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia (Kemenko PMK, 2021).
Miris. Kondisi ini tak boleh dibiarkan berlarut-larut. Butuh sentuhan serius pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia membenahi literasi tanah air.
Sumbangsih perbaikan literasi bisa kita mulai dari diri kita sendiri. Dengan membudayakan literasi dasar yaitu membaca dan menulis bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar. Langkah kecil ini jika dilakukan beramai-ramai akan menjadi gerakan literasi yang berdampak besar.
Mari lurr bergotong royong membangun literasi tanah air. Salam literasi!